Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Farewell Rain - Chapter 15



Reina turun dari motor Kay dan menyerahkan helm yang tadi dipakainya pada cowok itu. Wajah Reina dari tadi tidak bisa lepas dari senyum manis yang sejak tadi diperlihatkannya.
“Kamu kenapa dari tadi senyum-senyum, sih?” tanya Kay.
“Habisnya… hari ini aku lihat kamu banyak tertawa. Itu bikin aku senang.” Jawab Reina. “Hari ini kamu kelihatan lebih ceria.”
Kay hanya tersenyum mendengarnya dan menepuk kepala Reina.

“Berkat kamu juga.” Kata cowok itu, “Kamu sudah bikin suasana di rumah pantaiku jadi lebih ceria. Apalagi setelah makan kue coklatmu tadi.”
Reina makin tersenyum lebar dan mencium pipi Kay.
“Ciuman selamat tidur.” kata Reina, “Soalnya aku nggak bisa ke rumahmu yang ada di sebelah ini, jadinya kuberikan ciuman selamat tidurnya sekarang.”
“Ada-ada saja kamu.” Kay tertawa.
Lalu cowok itu menarik Reina lebih dekat dan mencium kening gadis itu. Kontan saja Reina langsung membelalak kaget dan mundur selangkah.
“Itu juga ciuman selamat tidur dariku.” ujar Kay terkekeh, “Besok pagi kamu akan kujemput. Seperti hari ini.”
Reina mengangguk dengan pipi memerah,
Kay menyalakan mesin motornya dan berlalu dari sana. Reina menatap Kay yang berjalan menjauh dari hadapannya sambil tersenyum. Setelah Kay berbelok arah, Reina mendekati pagar rumahnya dan membukanya ketika sebuah mobil berwarna gelap berhenti tepat di belakangnya. Pintu mobil itu menjeblak terbuka dan membuat Reina tersentak kaget hingga menoleh ke belakang.
Dua orang berpakaian hitam keluar dari dalam mobil dan langsung memegangi kedua tangan Reina.
“Hei, apa-apaan ini!?”
Reina mencoba memberontak dari dua orang itu, namun dia kalah tenaga. Mereka lebih besar darinya dan lebih kuat.
“Lepaskan!! Tolong!! Siapa saja tolong!!”
“Diam!!”
Salah satu penyergapnya menamparnya hingga telinganya berdenging dan sudut bibirnya berdarah. Rontaan Reina melemah dan mereka mengambil kesempatan itu untuk memasukkan Reina ke dalam mobil.
“Reina!”
Kedua penyergap Reina menoleh ke belakang dan melihat seorang wanita keluar dari dalam rumah Reina. Mereka berdua cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu diiringi dengan teriakan dari wanita yang tadi keluar dari dalam rumah.

***
Ketika dia baru saja keluar dari dapur, dia mendengar suara berisik di luar rumahnya. Penasaran, Renata berjalan keluar dan membuka pintu. Dia terkejut melihat dua orang berpakaian hitam sedang memaksa putrinya masuk ke dalam mobil.
“Reina!”
Renata cepat-cepat berlari menghampiri mereka. Namun sayang dia kalah cepat. Mobil hitam sudah keburu melaju kencang.
“REINA!!!”
Suara teriakan Renata menarik perhatian beberapa orang yang berlalu lalang di sana. Mereka semua berkumpul menghampiri Renata dengan wajah penasaran sekaligus panic.
“Ada apa, Bu Renata?”
“Apa yang terjadi, Bu Renata?”
“A, anak saya…” Renata menunjuk kearah jalan, “Tolong seseorang panggil polisi, atau… atau siapa saja!”
“Hei, seseorang lapor polisi!”
Renata menatap kearah jalan yang sepi dengan tatapan cemas.
Astaga… putrinya. Putrinya diculik oleh orang-orang tidak dikenal! Di depan rumahnya pula!
“Bu Renata, sebaiknya Anda kembali ke dalam. Biar kami yang mengurus masalah ini.” ujar Pak RT yang kebetulan berada di sana, “Kalau ada perkembangan, kami akan menghubungi Ibu.”
“Ah, eh… ya… tolong, ya Pak.” kata Renata mengangguk.
Para warga yang mengerumuni Renata bubar satu-persatu kecuali Pak RT dan beberapa orang yang disuruh beliau menemani Renata.
Wanita itu sendiri kembali ke dalam rumahnya. Pikirannya masih memikirkan Reina yang diculik tepat di depan matanya. Kenapa anaknya sampai diculik? Apa karena dia berhubungan dengan Kay? Tapi… tapi mungkin juga karena alasan lain.
Bunyi ponsel yang berada di dekatnya membuat Renata tersentak kaget dan dia mengambil ponselnya dengan terburu-buru. Di layar ponselnya tertera ikon amplop tanda pesan masuk, dan nomor yang tertera adalah nomor yang tidak terdaftar dalam phonebook-nya.
Sedikit takut, kalau-kalau itu adalah SMS dari para penculik Reina, Renata membuka pesan itu dan melihat sebaris kalimat yang membuat hatinya semakin cemas.
Jangan mencari putrimu kalau ingin putrimu masih dalam keadaan utuh.

***

Kay baru saja sampai di rumah pantainya ketika ponselnya berbunyi. Cowok itu mengambil ponselnya dan mengerutkan kening melihat nomor asing yang tertera di layar.
“Halo?”
Kay!! Tolong aku!!
“Reina?” kening Kay makin berkerut mendengar suara Reina yang terdengar ketakutan, “Reina, ada apa?”
Suara di seberang telepon terdengar berisik dan membuat Kay susah mendengar suara Reina. Namun, dia tahu Reina terdengar ketakutan tadi karena sesuatu… dan sesuatu itu entah kenapa membuat Kay cemas. Reina tampak ketakutan, dan tadi dia samar-samar juga mendengar suara pria yang membentak Reina untuk diam.
Kau pasti Kay, kan?” kali ini suara pria yang terdengar di telepon.
“Siapa ini? Kalian apakan Reina?” tanya Kay.
Pacar imutmu ini sekarang ada di tangan kami. Kalau kau mau dia masih hidup, besok siang  datanglah ke pelabuhan. Detail tempatnya akan kirimkan nanti. Kalau kau tidak datang… mungkin pacarmu akan kami jadikan santapan ikan.
“Sebenarnya kalian siapa? Bagaimana dengan Reina?”
Kau tidak perlu khawatir. Kami akan menjaganya dengan baik.” pria itu terkekeh, “Tapi kami tidak menjamin dia akan baik-baik saja sampai besok pagi. Dan ingat, jangan pernah menghubungi polisi kalau masih ingin melihat wajah pacarmu mulus tanpa luka.
Telepon terputus diiringi tawa kekeh pria itu. Kay menatap ponselnya lekat-lekat.
Seseorang… seseorang menculik Reina? Tapi untuk apa? Dan kenapa dia yang ditelepon?
Ponselnya lagi-lagi berbunyi. Kali ini di layar tertera nomor telepon rumah Reina. Kay langsung menerima telepon itu dan mendengar suara Tante Renata, ibu Reina, yang cemas.
Kay, kamu bisa kemari temani Tante?” kata Tante Renata, “Reina… Reina diculik, Kay. Sekarang polisi sedang menangani kasusnya.
“Baik, Tante. Aku akan ke rumah Tante sekarang.” ujar Kay, “Aku tadi mendapat telepon dari penculik Reina, nanti akan kuceritakan pada Tante apa yang disampaikan penculik itu padaku.”
Ah… baiklah, Kay. Tante tunggu kamu di rumah. Di sini juga masih ada polisi yang menanyai Tante soal penculikan Reina.
“Ya, Tante.”
Kay menutup telepon dan kembali menghampiri motornya tepat ketika Tuan Ferly membuka pintu.
“Tuan Kay, Anda mau ke mana?” tanya pria tua itu.
“Aku mau ke rumah Reina sebentar,” kata Kay, “Ada sedikit masalah, dan… oh ya, bisa kamu hubungi Aido? Aku mau berbicara dengannya besok.”
“Baik, Tuan Kay.” Ferly mengangguk, “Hati-hati di jalan.”
“Ya.” Kay mengangguk dan memakai helm-nya.
Kemudian dia menyalakan mesin motornya dan meninggalkan rumah pantai itu.

***

Reina menatap takut kearah para penculiknya yang berdiri tepat di hadapannya. Tubuhnya gemetar dan dia tidak bisa berteriak karena mulutnya ditutup dengan lakban dan kedua tangan serta kakinya diikat.
Dia masih tidak tahu kenapa dia dibawa paksa dan diikat seperti ini. Tapi ketika mereka menyerahkan telepon dan dia mendengar suara Kay, Reina berusaha berteriak, namun para penculiknya menyuruhnya diam, bahkan sampai menamparnya dengan cukup keras.
“Tapi… tidak kusangka incaran Bos kali ini adalah cucu milyuner itu.” ujar salah seorang penculiknya sambil terkekeh, “Bos tidak pernah main-main dalam mencari mangsa.”
Bos? Siapa yang mereka maksud? Tanya Reina dalam hati.
“Ngomong-ngomong, Bos akan datang ke sini sebentar lagi.” ujar teman si penculik, “Dia ingin lihat apa kita memperlakukan sanderanya dengan baik.”
Mereka memandang kearah Reina dan membuat gadis itu bergidik. Reina tidak suka tatapan mereka, dan dia juga takut dengan apa yang terjadi pada dirinya nanti.
Salah satu dari penculiknya berjongkok di hadapannya dan menyentuh dagunya. Reina menyentakkan kepalanya kuat-kuat dan menempelkan punggungnya ke dinding besi dingin di belakangnya.
“Gadis ini imut juga, sebenarnya. Andai saja Bos tidak menyuruh kita untuk tidak menyentuhnya, pasti aku sudah menyentuhnya dulu sebelum kita jual di ke pasar gelap.”
“Hmm… benar juga. Kalau dia dijual ke luar negeri, mungkin harganya bisa sangat mahal. Apalagi wajahnya…”
Mereka semua tertawa mendengarnya. Reina menatap mereka satu-persatu dan merasa ketakutannya makin membesar.
Kay… tolong….
Suara berderit dari pintu dermaga yang dibuka membuat mereka semua menoleh. Reina menatap kearah pintu dermaga yang terbuka dan memicingkan matanya melihat sosok yang muncul dan terhalang oleh silaunya cahaya dari lampu yang membelakangi sosok tersebut.
“Oh, Bos, akhirnya kau datang.”
Sosok itu berjalan anggun kearah mereka dan Reina mengerutkan kening. Dia merasa pernah melihat sosok itu. Dengan santainya sosok anggun itu berjalan melewati para penculik Reina dan berhenti di hadapan gadis itu.
Reina mendongak menatap sosok anggun tersebut dan keningnya makin berkerut. Dia mulai yakin kalau dia pernah melihat sosok di hadapannya ini.
Sosok itu membuat gerakan melepas kacamata di wajahnya dan menatap Reina lekat-lekat. Dan walau terhalang oleh cahaya menyilaukan yang ada di belakangnya, Reina bisa melihat senyum yang tersungging di wajah sosok itu.
Well… kita bertemu lagi, Reina.”

0 komentar:

Posting Komentar