Reina turun dari motor Kay dan menyerahkan helm
yang tadi dipakainya pada cowok itu. Wajah Reina dari tadi tidak bisa lepas
dari senyum manis yang sejak tadi diperlihatkannya.
“Kamu kenapa dari tadi
senyum-senyum, sih?” tanya Kay.
“Habisnya… hari ini aku lihat kamu
banyak tertawa. Itu bikin aku senang.” Jawab Reina. “Hari ini kamu kelihatan
lebih ceria.”
Kay hanya tersenyum mendengarnya
dan menepuk kepala Reina.
“Berkat kamu juga.” Kata cowok itu,
“Kamu sudah bikin suasana di rumah pantaiku jadi lebih ceria. Apalagi setelah
makan kue coklatmu tadi.”
Reina makin tersenyum lebar dan
mencium pipi Kay.
“Ciuman selamat tidur.” kata Reina,
“Soalnya aku nggak bisa ke rumahmu yang ada di sebelah ini, jadinya kuberikan
ciuman selamat tidurnya sekarang.”
“Ada-ada saja kamu.” Kay tertawa.
Lalu cowok itu menarik Reina lebih
dekat dan mencium kening gadis itu. Kontan saja Reina langsung membelalak kaget
dan mundur selangkah.
“Itu juga ciuman selamat tidur
dariku.” ujar Kay terkekeh, “Besok pagi kamu akan kujemput. Seperti hari ini.”
Reina mengangguk dengan pipi
memerah,
Kay menyalakan mesin motornya dan berlalu
dari sana. Reina menatap Kay yang berjalan menjauh dari hadapannya sambil
tersenyum. Setelah Kay berbelok arah, Reina mendekati pagar rumahnya dan
membukanya ketika sebuah mobil berwarna gelap berhenti tepat di belakangnya.
Pintu mobil itu menjeblak terbuka dan membuat Reina tersentak kaget hingga
menoleh ke belakang.
Dua orang berpakaian hitam keluar
dari dalam mobil dan langsung memegangi kedua tangan Reina.
“Hei, apa-apaan ini!?”
Reina mencoba memberontak dari dua
orang itu, namun dia kalah tenaga. Mereka lebih besar darinya dan lebih kuat.
“Lepaskan!! Tolong!! Siapa saja
tolong!!”
“Diam!!”
Salah satu penyergapnya menamparnya
hingga telinganya berdenging dan sudut bibirnya berdarah. Rontaan Reina melemah
dan mereka mengambil kesempatan itu untuk memasukkan Reina ke dalam mobil.
“Reina!”
Kedua penyergap Reina menoleh ke
belakang dan melihat seorang wanita keluar dari dalam rumah Reina. Mereka
berdua cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu diiringi
dengan teriakan dari wanita yang tadi keluar dari dalam rumah.
***
Ketika dia baru saja keluar dari dapur, dia
mendengar suara berisik di luar rumahnya. Penasaran, Renata berjalan keluar dan
membuka pintu. Dia terkejut melihat dua orang berpakaian hitam sedang memaksa
putrinya masuk ke dalam mobil.
“Reina!”
Renata cepat-cepat berlari
menghampiri mereka. Namun sayang dia kalah cepat. Mobil hitam sudah keburu
melaju kencang.
“REINA!!!”
Suara teriakan Renata menarik
perhatian beberapa orang yang berlalu lalang di sana. Mereka semua berkumpul
menghampiri Renata dengan wajah penasaran sekaligus panic.
“Ada apa, Bu Renata?”
“Apa yang terjadi, Bu Renata?”
“A, anak saya…” Renata menunjuk
kearah jalan, “Tolong seseorang panggil polisi, atau… atau siapa saja!”
“Hei, seseorang lapor polisi!”
Renata menatap kearah jalan yang
sepi dengan tatapan cemas.
Astaga… putrinya. Putrinya diculik
oleh orang-orang tidak dikenal! Di depan rumahnya pula!
“Bu Renata, sebaiknya Anda kembali
ke dalam. Biar kami yang mengurus masalah ini.” ujar Pak RT yang kebetulan
berada di sana, “Kalau ada perkembangan, kami akan menghubungi Ibu.”
“Ah, eh… ya… tolong, ya Pak.” kata
Renata mengangguk.
Para warga yang mengerumuni Renata
bubar satu-persatu kecuali Pak RT dan beberapa orang yang disuruh beliau menemani
Renata.
Wanita itu sendiri kembali ke dalam
rumahnya. Pikirannya masih memikirkan Reina yang diculik tepat di depan matanya.
Kenapa anaknya sampai diculik? Apa karena dia berhubungan dengan Kay? Tapi…
tapi mungkin juga karena alasan lain.
Bunyi ponsel yang berada di
dekatnya membuat Renata tersentak kaget dan dia mengambil ponselnya dengan
terburu-buru. Di layar ponselnya tertera ikon amplop tanda pesan masuk, dan
nomor yang tertera adalah nomor yang tidak terdaftar dalam phonebook-nya.
Sedikit takut, kalau-kalau itu
adalah SMS dari para penculik Reina, Renata membuka pesan itu dan melihat
sebaris kalimat yang membuat hatinya semakin cemas.
Jangan mencari putrimu kalau ingin putrimu masih
dalam keadaan utuh.
***
Kay baru saja sampai di rumah pantainya ketika
ponselnya berbunyi. Cowok itu mengambil ponselnya dan mengerutkan kening
melihat nomor asing yang tertera di layar.
“Halo?”
“Kay!! Tolong aku!!”
“Reina?” kening Kay makin berkerut
mendengar suara Reina yang terdengar ketakutan, “Reina, ada apa?”
Suara di seberang telepon terdengar
berisik dan membuat Kay susah mendengar suara Reina. Namun, dia tahu Reina
terdengar ketakutan tadi karena sesuatu… dan sesuatu itu entah kenapa membuat
Kay cemas. Reina tampak ketakutan, dan tadi dia samar-samar juga mendengar
suara pria yang membentak Reina untuk diam.
“Kau pasti Kay, kan?” kali ini suara pria yang terdengar di telepon.
“Siapa ini? Kalian apakan Reina?”
tanya Kay.
“Pacar imutmu ini sekarang ada di tangan kami. Kalau kau mau dia masih
hidup, besok siang datanglah ke
pelabuhan. Detail tempatnya akan kirimkan nanti. Kalau kau tidak datang…
mungkin pacarmu akan kami jadikan santapan ikan.”
“Sebenarnya kalian siapa? Bagaimana
dengan Reina?”
“Kau tidak perlu khawatir. Kami akan menjaganya dengan baik.” pria
itu terkekeh, “Tapi kami tidak menjamin
dia akan baik-baik saja sampai besok pagi. Dan ingat, jangan pernah menghubungi
polisi kalau masih ingin melihat wajah pacarmu mulus tanpa luka.”
Telepon terputus diiringi tawa
kekeh pria itu. Kay menatap ponselnya lekat-lekat.
Seseorang… seseorang menculik
Reina? Tapi untuk apa? Dan kenapa dia yang ditelepon?
Ponselnya lagi-lagi berbunyi. Kali
ini di layar tertera nomor telepon rumah Reina. Kay langsung menerima telepon
itu dan mendengar suara Tante Renata, ibu Reina, yang cemas.
“Kay, kamu bisa kemari temani Tante?” kata Tante Renata, “Reina… Reina diculik, Kay. Sekarang polisi
sedang menangani kasusnya.”
“Baik, Tante. Aku akan ke rumah
Tante sekarang.” ujar Kay, “Aku tadi mendapat telepon dari penculik Reina,
nanti akan kuceritakan pada Tante apa yang disampaikan penculik itu padaku.”
“Ah… baiklah, Kay. Tante tunggu kamu di rumah. Di sini juga masih ada
polisi yang menanyai Tante soal penculikan Reina.”
“Ya, Tante.”
Kay menutup telepon dan kembali
menghampiri motornya tepat ketika Tuan Ferly membuka pintu.
“Tuan Kay, Anda mau ke mana?” tanya
pria tua itu.
“Aku mau ke rumah Reina sebentar,”
kata Kay, “Ada sedikit masalah, dan… oh ya, bisa kamu hubungi Aido? Aku mau
berbicara dengannya besok.”
“Baik, Tuan Kay.” Ferly mengangguk,
“Hati-hati di jalan.”
“Ya.” Kay mengangguk dan memakai
helm-nya.
Kemudian dia menyalakan mesin
motornya dan meninggalkan rumah pantai itu.
***
Reina menatap takut kearah para penculiknya
yang berdiri tepat di hadapannya. Tubuhnya gemetar dan dia tidak bisa berteriak
karena mulutnya ditutup dengan lakban dan kedua tangan serta kakinya diikat.
Dia masih tidak tahu kenapa dia
dibawa paksa dan diikat seperti ini. Tapi ketika mereka menyerahkan telepon dan
dia mendengar suara Kay, Reina berusaha berteriak, namun para penculiknya menyuruhnya
diam, bahkan sampai menamparnya dengan cukup keras.
“Tapi… tidak kusangka incaran Bos
kali ini adalah cucu milyuner itu.” ujar salah seorang penculiknya sambil
terkekeh, “Bos tidak pernah main-main dalam mencari mangsa.”
Bos?
Siapa yang mereka maksud? Tanya
Reina dalam hati.
“Ngomong-ngomong, Bos akan datang
ke sini sebentar lagi.” ujar teman si penculik, “Dia ingin lihat apa kita
memperlakukan sanderanya dengan baik.”
Mereka memandang kearah Reina dan
membuat gadis itu bergidik. Reina tidak suka tatapan mereka, dan dia juga takut
dengan apa yang terjadi pada dirinya nanti.
Salah satu dari penculiknya
berjongkok di hadapannya dan menyentuh dagunya. Reina menyentakkan kepalanya
kuat-kuat dan menempelkan punggungnya ke dinding besi dingin di belakangnya.
“Gadis ini imut juga, sebenarnya.
Andai saja Bos tidak menyuruh kita untuk tidak menyentuhnya, pasti aku sudah
menyentuhnya dulu sebelum kita jual di ke pasar gelap.”
“Hmm… benar juga. Kalau dia dijual
ke luar negeri, mungkin harganya bisa sangat mahal. Apalagi wajahnya…”
Mereka semua tertawa mendengarnya.
Reina menatap mereka satu-persatu dan merasa ketakutannya makin membesar.
Kay…
tolong….
Suara berderit dari pintu dermaga
yang dibuka membuat mereka semua menoleh. Reina menatap kearah pintu dermaga
yang terbuka dan memicingkan matanya melihat sosok yang muncul dan terhalang
oleh silaunya cahaya dari lampu yang membelakangi sosok tersebut.
“Oh, Bos, akhirnya kau datang.”
Sosok itu berjalan anggun kearah
mereka dan Reina mengerutkan kening. Dia merasa pernah melihat sosok itu.
Dengan santainya sosok anggun itu berjalan melewati para penculik Reina dan
berhenti di hadapan gadis itu.
Reina mendongak menatap sosok
anggun tersebut dan keningnya makin berkerut. Dia mulai yakin kalau dia pernah
melihat sosok di hadapannya ini.
Sosok itu membuat gerakan melepas
kacamata di wajahnya dan menatap Reina lekat-lekat. Dan walau terhalang oleh
cahaya menyilaukan yang ada di belakangnya, Reina bisa melihat senyum yang
tersungging di wajah sosok itu.
“Well… kita bertemu lagi, Reina.”
0 komentar:
Posting Komentar