Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Preview Dua Cerbung Baru

Semuanya, bagaimana cerbung Kimi no Symphony? Menarik? Seru? Apapun pendapat kalian, aku berterima kasih karena kalian menyempatkan di sela-sela waktu kalian untuk membaca postingan cerbungku. (^ ^)

Dan setelah Kimi no Symphony akhirnya tamat, aku akan memposting cerbung berikutnya. Kali ini ada dua cerbung yang akan kuposting per-chapter di setiap aku ada kesempatan, berhubung kegiatan perkuliahan sudah dimulai, jadi aku tidak bisa secara leluasa untuk surfing di internet sesuka hati.

Ngomong-ngomong, di posting kali ini, aku akan memperlihatkan preview dua cerbung yang akan menghiasi Aria's Journal nantinya. Kalian boleh menebak genre cerita apa yang kuusung pada dua cerita ini, dan juga mengomentari preview ini. Aku harap, kalian akan menyukai dua cerbung terbaru ini.
Dan untuk diingat, bila ada kesamaan nama tokoh pada dua cerbung baru ini, semuanya tidak ada sangkut-pautnya dengan cerbung sebelumnya.

Happy reading,
Angelia Putri

PREVIEW CERBUNG PERTAMA
“Kay…, bangun, dong…”
Seorang gadis berambut panjang melebih bahu duduk di samping tempat tidur sambil menggelitiki hidung cowok yang masih asyik tidur pulas di balik selimutnya dengan bulu angsa di tangannya.
Kay mengerutkan kening merasakan geli di hidungnya sementara si gadis tertawa tertahan melihat ekspresi Kay yang kelihatannya terganggu. Mata cowok itu lalu terbuka dan dia kerutan di keningnya makin dalam ketika melihat si gadis yang membangunkannya dengan menggelitikinya dengan bulu tadi tersenyum lebar.
“Rei… na?”
“Selamat pagi!” sapa Reina riang, “Ayo, cepat bangun. Ini sudah jam enam pagi, tahu! Hari ini kita, kan masuk sekolah.”
Kay hanya manggut-manggut dan duduk. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Nyawanya masih tertinggal setengahnya di alam mimpi. Dia hampir saja tertidur lagi ketika dia merasakan sesuatu yang lembut menyentuh pipi kanannya. Ketika dia benar-benar sadar, Kay mengerjap kaget ketika tahu Reina sedang mencium pipinya.
Gadis itu menjauhkan wajahnya dari Kay dan tersenyum lebar.
“Ciuman selamat pagi dari calon istrimu yang cantik ini.” katanya sedikit tersipu, lalu segera berlari meninggalkan Kay yang masih bingung dengan ciuman barusan.
Dan saat tersadar, Kay langsung berteriak memanggil Reina karena gadis itu hanya menggodanya.
“REINA!!!!”
***

Setengah jam kemudian, Kay dan Reina sudah duduk manis di dalam bus sekolah yang akan mengantarkan mereka sampai di sekolah mereka, SMA Harapan. Kay memilih duduk di kursi paling belakang dan langsung mengambil tempat di dekat jendela, sementara Reina mengikutinya. Cowok itu membuang muka ketika Reina duduk di sampingnya. Dia masih kesal dengan ulah Reina ketika membangunkannya tadi.
“Kay, marah, ya?” tanya Reina, walau senyum tidak meninggalkan bibir gadis itu.
“Kalau iya, kenapa?” balas Kay sambil membuka kaca jendela di sampingnya dan merasakan udara pagi menerpa wajahnya.
“Yah… jangan marah, dong, Kay. Aku, kan Cuma mau berangkat bersamamu.” Kata Reina, “Jangan marah, ya? Ya? Ya?”
Kay melirik sekilas pada Reina dari sudut matanya dan kembali membuang muka. Dia menekan tombol play pada MP3 Player yang dibawanya dan memasang earphone ke kedua telinganya agar tidak mendengar permintaan maaf dari Reina.
Sebenarnya, Kay tidak benar-benar marah pada Reina. Malah, dia sudah terbiasa dengan kebiasaan Reina mencium pipinya ketika dia bangun tidur, seperti yang selalu dilakukan mereka berdua ketika masih kecil. Tapi… mereka, kan sudah besar. Sudah kelas 2 SMA. Rasanya risih juga kalau kebiasaan itu masih berlangsung sampai sekarang. Terutama karena Reina…
Suara lagu yang diputar Kay agak melemah, dan dia membelalak ketika dilihatnya Reina mengambil salah satu earphone yang terpasang di telinganya dan menempelkannya di telinga kananya.
“Wah… lagu Mirai dari GARNiDELiA!” seru gadis itu riang, “Kamu suka lagu ini juga, ya? Eh, ada lagu Kimi He no Uso-nya VALSHE di MP3 Player kamu?”
Kay hanya menatap Reina dengan mata masih membelalak sementara gadis itu terus berbicara, kemudian menghela nafas.
Dia mungkin bisa marah pada Reina, tapi dia tidak mungkin marah jika gadis itu selalu tersenyum manis dan bersikap riang seperti itu di hadapannya.

PREVIEW CERBUNG KEDUA

Aku sudah berulang kali mengawasi akademi ini. Akademi para pemburu kami, kaum Shadow. Aku cukup banyak melihat para remaja dilatih di sini. Dan fokusku di sini adalah mengawasi Ilana, gadis yang menjadi target untuk kutemukan, dan kulindungi.
Aku bersandar pada batang pohon di dekat lapangan dengan rumput hijau segar, tempat para murid akademi berkumpul dan berbaris seperti semut yang diperintah. Aku sempat geli melihat hal itu, yang jarang terjadi di tempat tinggalku. Dan… kemudian aku melihatnya. Ilana datang dengan kecepatan yang luar biasa dan membuat rambut hitamnya agak berantakan. Kulihat dia berbicara pada temannya, dan kemudian berteriak-teriak memerintah para murid baru.
Harus kuakui, sebenarnya ini pekerjaan yang membosankan. Tapi, demi pangeran kami, sekaligus teman akrabku, Raven, aku tidak bisa menolaknya. Apalagi kalau ini menyangkut keselamatan kami dan umat manusia.
Dan, kuberitahu, perang sedang berlangsung di sini.
Ponsel di saku mantelku bergetar. Dan aku tidak perlu repot-repot untuk memikirkan siapa yang meneleponku sekarang.
“Ya, Raven,” aku menjawab sambil menatap kearah lapangan hijau, “Aku sedang menjalankan tugasmu di sini.”
Aku tahu, dan karena itulah aku perlu memberitahumu sesuatu,” suara Raven yang terdengar aneh.
“Oke… kuharap itu bukan berita buruk.” Kataku sambil menguap.
Kamu ini terlalu santai, Gabby. Berhentilah untuk menguap dan menganggap semua ini main-main.
“Aku tidak pernah menganggap semua ini main-main, kawan.” Kataku lagi, “Oke, apa beritanya?”
Keadaan semakin buruk. Kamu harus cepat-cepat meyakinkan Ilana agar tidak sampai diburu oleh Verilo.” Katanya, “Verilo mulai bertindak. Dia nyaris membunuh setengah dari orang-orang yang ikut dengan kita.
“Lalu, bagaimana keadaan di sana?”
Baik-baik saja, tapi…
“Apa? Apa yang terjadi, Raven, beritahu aku.”
Raven diam di seberang telepon, dan aku menunggu apa yang akan dikatakannya.
Sekitar 15 orang sudah… tewas, tapi kita bukan lagi manusia, jadi…
“Raven, kali ini kamu yang main-main.” Selaku.
Oh, oh ya, maaf.” lalu jeda lagi, “Bella… dia tewas.
Aku yakin bulu kudukku meremang mendengar Raven menyebut nama itu. Aku langsung terduduk tegak dan berusaha untuk mencerna apa yang baru saja kudengar.
“Maaf, Raven, kamu bilang apa tadi? Bella tewas? Bella-ku?!”
Ya, Gabby. Dia tewas. Dia bertarung melawan anak buah Verilo, Marcius.
“Oh, tidak…” gumamku.
Gabriel, aku turut berduka cita. Tapi, kita tidak boleh menyerah sekarang.” kata Raven, “Ilana adalah satu-satunya harapan kita. Adikku itu akan membalaskan dendam Bella untukmu.
Aku hanya diam, tidak mengatakan apa-apa. Aku memikirkan Bella, sepupu sekaligus tunanganku yang seharusnya kunikahi tidak lama lagi. Bella adalah gadis manis yang cantik, dan dia menjadi salah satu pencetus sumber makanan baru bagi kami bersama Raven, yang menemukan lebih dulu sumber tersebut. Bella adalah… orang kedua yang menerimaku tanpa memerdulikan masa laluku.
Tapi, sekarang dia sudah tidak ada. Tewas, dibunuh. Oleh Verilo dan antek-anteknya. Shadow pengkhianat yang mengkudeta Raven dari tahtanya sebagai pangeran.
Gabby, kau masih di sana?
“Ya. Aku masih di sini.” kataku sambil menghela nafas, “Lalu, di mana kalian…”
Menguburkannya? Kami menguburkannya di dekat kuburan pengawalku, Dorian. Setidaknya, kami sudah melakukan hal yang bisa kami lakukan untuk memberikan penghormatan terakhir… aku minta maaf, Gabriel.
“Tidak. tidak apa-apa. Kamu mau mengurus penguburannya pun aku sudah bersyukur.” Kataku, “Terima kasih, Raven.”
Sama-sama. Baiklah, aku tidak akan mengganggu tugasmu lagi. Jika ada sesuatu, segera hubungi aku.
“Baiklah,”
Aku menutup telepon dan menghela nafas sekali lagi. Aku masih memikirkan Bella. Seolah ada bagian dari diriku yang ikut menghilang. Rasanya sakit…
Tidak. Aku tidak boleh begini. Aku sedang dalam tugas. Kataku dalam hati. Kutekan daerah diantara kedua mataku dan mengangguk pelan. Aku harus focus pada tugasku, karena kalau tidak, pikiranku akan terus teralihkan pada Bella.

0 komentar:

Posting Komentar