Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Kimi no Symphony - Chapter 10



Hubungan Rion dan Keiko mulai lebih baik daripada yang sudah-sudah setelah kejadian di panti asuhan. Mereka berdua tidak canggung untuk saling menyapa dan kadang-kadang bersama-sama menghabiskan waktu di taman akademi. Hal itu membuat gossip tentang mereka berdua semakin merebak, bahkan ada yang mengatakan kalau mereka sudah berpacaran.
Ketika Henny menanyakan soal gossip itu, Keiko tidak bisa menjawab apa pun dan hanya bisa tersenyum malu. Membuat dugaan itu kian menguat dan Henny lebih sering menggodanya.
“Kalau kamu suka padanya, katakan saja padaku,” kata Henny, “Aku akan membuatnya bertekuk lutut di hadapanmu.”

“Apa-apaan, sih?” kata Keiko dengan wajah merona, “Kami tidak ada hubungan apa-apa. Hanya teman biasa.”
“Benar, nih? Bukan TTM?”
“Apa itu?”
“Teman Tapi Mesra. Hehehe…”
“Ada-ada saja kamu.” Keiko tersenyum, “Oh, iya, sekarang waktunya aku ke ruang kesenian. Jason sudah menungguku di sana.”
“Kamu akan berlatih biola dengannya?” tanya Henny.
“Tidak. Dia meminta bantuanku untuk mengajar anak-anak kelas 3 yang ikut dalam bimbingan khususnya.” Jawab Keiko. “Semacam asisten, deh.”
Henny manggut-manggut, “Oke. Selamat bekerja, ya, Nona Asisten. Aku akan menyampaikan pada suamimu itu kalau kamu ada di ruang kesenian.” Katanya.
“Suami? Siapa?”
“Rion.” Kata Henny, dan langsung mendapat jitakan pelan dari Keiko di kepalanya.

◊◊◊

Keiko baru berbelok di koridor ketika lengannya ditarik dan punggungnya langsung dibenturkan ke dinding dengan keras.
Melissa berdiri di hadapan Keiko dengan mata disipitkan marah. Cewek itu memojokkan Keiko ke dinding.
“Apa, sih keistimewaanmu sampai-sampai Rion dekat denganmu?!” kata Melissa, “Kamu itu tidak lebih baik dariku! Mentang-mentang pemain biola terkenal, jangan kira kamu bisa bertingkah seenaknya di akademi ini!”
Keiko meringis kesakitan merasakan punggungnya berdenyut nyeri. Dia tidak mengindahkan ucapan Melissa dan berusaha menyingkir dari gadis itu.
“Heh, mau kabur, ya!?” Melissa lagi-lagi membanting punggung Keiko ke dinding dan membuat gadis itu mengaduh kesakitan.
“Sakit…” kata Keiko.
“Itu masih belum seberapa dengan sakit hatiku, tahu! Kamu benar-benar mengacaukan segalanya!” ujar Melissa keras. “Harusnya aku menyuruh Ayah mengeluarkanmu dari sini sejak pertama kali kamu menginjakkan kaki di sini!”
“Aku tidak tahu apa salahku,” kata Keiko, menahan sakit di punggungnya, “Tapi, kalau aku punya salah padamu, aku minta maaf.”
“Heh, kesalahanmu itu sangat besar sampai tidak mungkin kamu bisa memperbaikinya!” ujar Melissa. “Nadia, Viola! Pegang tangan gadis sialan ini!”
Keiko merasakan kedua tangannya dipegang dengan kuat. Dia berusaha meronta, tapi rasa sakit di punggungnya membuatnya tidak bisa banyak bergerak.
Melissa melirik ke sekitarnya. Tidak ada orang, dan dia tersenyum licik pada Keiko yang menatapnya bingung. Gadis itu mengeluarkan gunting yang kelihatan tajam dan menunjukkannya pada Keiko.
“Aku akan membuatmu malu. Dan kamu akan berpikir ulang untuk melawan kekuasaanku di sini.” kata Melissa, mengambil segenggam rambut panjang Keiko.
Keiko membelalakkan matanya, tahu apa yang akan dilakukan Melissa dan berusaha melepaskan diri dari pegangan dua teman Melissa pada tangannya.
“Jangan potong rambutku!” pinta Keiko, “Kumohon jangan!”
“Diam kamu! Ini hukuman karena kamu sudah berani-berani mendekati Rion.” Ujar Melissa, “Rion itu milikku, dan aku tidak akan membiarkan seorang pun merebutnya dariku, termasuk kamu!”
Melissa mendekatkan gunting itu pada rambut Keiko yang meronta dan memohon agar Melissa menghentikan perbuatannya. Gadis itu memejamkan matanya, takut dengan apa yang akan terjadi pada rambutnya.
Sedetik, dua detik, dia tidak mendengar suara gunting yang menggunting rambutnya. Dia malah mendengar suara seseorang mendekat dan menariknya menjauh dari kedua teman Melissa.
“Apa yang kalian lakukan padanya!?”
Suara itu membuat Keiko membuka mata dan dia baru sadar kalau dia sekarang berada di pelukan Rion yang datang entah dari mana.
Wajah Rion tampak marah. Tangannya mengeratkan pelukannya pada Keiko yang gemetar ketakutan. Matanya menatap tajam pada Melissa dan kedua temannya yang dengan wajah gugup dan pucat berdiri di hadapannya.
“A, aku bisa menjelaskan…” kata Melissa.
“Tidak ada yang perlu dijelaskan. Sudah kubilang, jangan pernah mencampuri urusanku.” Desis Rion tajam. “dan itu termasuk Keiko. Kenapa kamu tidak bisa mengerti kalau aku sudah menolakmu?”
“Aku tidak terima itu!” ujar Melissa, “Rion, aku suka padamu, tapi kenapa kamu malah menyukai gadis lemah seperti dia!? Ini tidak adil!”
Keiko merasakan tangan Rion yang memeluk tubuhnya menegang. Gadis itu mendongak dan melihat raut wajah Rion berubah keras dan dingin. Mendadak, Keiko merasa takut melihat raut wajah itu. Dia seakan bisa merasakan amarah cowok itu.
“Melissa, aku tidak suka caramu memperlakukan orang lain. Dan memang aku tidak suka padamu sejak awal. Apa perkataanku kurang jelas?” kata Rion, “Aku tidak suka padamu karena dandananmu yang terlalu berlebihan, sombong, pilih-pilih dalam berteman, dan juga menganggap dirimu sendiri adalah orang yang harus dipatuhi keinginannya. Aku benci dengan orang-orang seperti itu.”
Ucapan Rion membuat wajah Melissa kembali pucat. Bibirnya bergetar, menahan tangis yang akan keluar di wajahnya.
“Jangan sok menangis di hadapanku.” Ujar Rion dingin, “Sekali lagi kuperingatkan, kalau sampai aku melihatmu memperlakukan Keiko, Henny, atau siapa pun yang kutahu di akademi ini, kamu akan berurusan denganku.”
“Ayo, Keiko,”
Keiko menurut ketika Rion mengajaknya pergi. Dia sempat melirik sekilas kearah Melissa, yang wajahnya masih pucat, tapi kali ini sarat dengan ketakutan.

◊◊◊

Ketika sudah jauh dari Melissa dan teman-temannya, Rion baru menanyakan keadaannya. Sejak tadi, Rion melihat Keiko diam dan tidak mengatakan apa-apa.
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya.
“B, baik, kok.” Keiko mengangguk, “Terima kasih sudah menolongku.”
“Tidak masalah.” Kata Rion, “Apa yang tadi mau dilakukan Melissa padamu?”
“Dia… dia menggencetku ke dinding dan membuat punggungku sakit.” Keiko meringis, baru menyadari kalau rasa sakit di punggungnya masih terasa. “Dan dia nyaris memotong rambutku, tepat saat kamu datang.”
“Begitu…” Rion mengangguk, “Cewek itu perlu ditegur karena sikapnya sudah keterlaluan. Yah… kamu bukan korban pertamanya, sih. Banyak yang sudah terkena ‘hukuman’ dari Melissa dan akhirnya pindah dari akademi ini.”
Keiko mengangguk-angguk mendengar cerita Rion.
“Kamu mau ke mana?” Tanya Rion.
“A, aku mau ke ruang kesenian. Jason menungguku di sana.” kata Keiko.
“Jason… bukankah dia sedang mengajar kelas khususnya?” Rion mengerutkan kening, “Mau apa kamu ke sana?”
“Aku diminta menjadi asistennya, membantu mengevaluasi para siswa bimbingan khusus itu.” ujar Keiko, “Dia memintanya cukup mendadak. Tapi, aku sudah menyanggupi akan datang, jadi aku akan ke sana sekarang.”
“Perlu kuantar?” tanya Rion.
Saat ini mereka sudah sampai di ujung koridor yang berbelok ke kanan, menuju ruang kesenian.
Keiko menggeleng pelan, “Tidak apa-apa, aku sudah tidak apa-apa, kok. Bisa ke sana sendiri.” katanya, “Sekali lagi terima kasih, ya Rion.”
Rion mengangguk. Dia kemudian melepas pelukannya dari Keiko, menyadari kalau dia sudah memeluk gadis itu selama mereka berjalan dan melewati kelas-kelas lain. Entah apa yang akan dipikirkan orang-orang.
Tapi, Rion tidak peduli. Bahkan, sebenarnya dia tidak memerdulikan apa kata orang, sama sekali.
Keiko menoleh kearahnya dan tersenyum, “Terima kasih sudah menemaniku.” Katanya, “Dan juga menolongku tadi.”
Rion mengangguk membalas senyuman Keiko. Dan untuk sesaat, mereka berdua terdiam.
“Anu,”
“Ya?” Keiko mendongak menatap Rion.
“Aku…” Rion tidak tahu apa yang ingin dikatakannya. Lidahnya tiba-tiba saja terasa kelu. Bahkan hanya untuk berbicara pada Keiko.
“Rion, ada apa?” tanya Keiko.
Rion menatap Keiko sebelum akhirnya menggeleng pelan.
“Tidak ada apa-apa. Sampai bertemu di kelas nanti, ya?”
“Iya.” Keiko mengangguk.
Gadis itu lalu berlari kecil menuju ruang kesenian dan tidak menyadari tatapan dari Rion di belakangnya.

◊◊◊

“Kenapa kamu lama sekali?” tanya Jason yang dari tadi menunggu Keiko.
Untung saja di sana masih belum ada orang lain selain mereka. Keiko tadi sempat menduga kalau dia terlambat. Tapi, ternyata tidak.
“Aku tadi di… tegur oleh Melissa.” Kata Keiko sambil duduk di salah satu kursi yang kosong.
“Ditegur? Apa kamu sedang memberikan ungkapan halus pada kata ‘melabrak’?” tanya Jason tajam.
“Aku tidak menyebut begitu…” kata Keiko menggeleng, “Tapi, ya… mungkin benar. Dia melabrakku.”
“Kamu tidak apa-apa, kan?” tanya Jason cemas.
“Aku tidak apa-apa. Punggungku tadi membentur dinding dan masih agak sakit. Tapi, tidak apa-apa. Sakitnya sudah mulai berkurang, kok.” Jawab Keiko.
“Apa yang dilakukan anak bernama Melissa itu padamu?” tanya Jason, “Tunggu, rasanya aku pernah mendengar nama Melissa sebelumnya.”
“Dia putri kepala yayasan akademi ini. Namanya Melissa Anitasari.” Kata Keiko.
“Oh, Melissa yang itu…” Jason manggut-manggut. “Dia pernah mencoba menarik perhatianku dulu.”
“Benarkah? Kapan?”
“Tiga tahun lalu, saat dia pertama kali masuk ke area SMA. Kebetulan aku mengajar kelas khusus untuk pertama kalinya saat itu.” Jason mengedikkan bahu, “Kembali ke topic semula. Apa yang dia lakukan padamu?”
“Dia tidak melakukan apa-apa, kok. Hanya… mendorongku ke dinding. Itu saja.” kata Keiko. Dia tidak mau membuat Jason tahu apa yang terjadi. Cukup Rion saja yang tahu kejadian yang sebenarnya.
Tapi, Jason tidak gampang percaya dengan ucapan Keiko. Dia mengamati wajah gadis itu lekat-lekat, mencoba mencari tahu apakah gadis itu berbohong atau tidak. Namun, Keiko memasang wajah polos seperti anak kecil dan membuat Jason mendesah berat.
“Kau ini… benar-benar mirip dengan Mama.” Kata Jason lirih.
“Ya, Jason?”
“Tidak ada apa-apa.” Jason menggeleng. “Aku hanya memikirkan kenapa sampai sekarang kamu tidak memanggilku dengan sebutan Kakak.”
“Apa itu penting? Lagipula aku sudah terbiasa memanggilmu hanya dengan nama saja.” jawab Keiko. “Apa kamu… tidak suka?”
Jason menggeleng, “Hanya saja aku merasa aneh. Kau tahu sendiri apa hubungan kita, kan?”
Keiko termenung. Dia teringat percakapannya dulu dengan Jason, lalu menghela nafas.
“Aku… aku akan memikirkannya.” kata Keiko. “Kamu sudah mengatakannya pada Papa dan Mama?”
Jason mengangguk, “Awalnya mereka terkejut. Tapi, mereka bisa menerima apa yang kukatakan.” Katanya.
“Oh…” Keiko manggut-manggut. “Aku akan membicarakannya dengan mereka. Setelah itu, baru aku akan memutuskan akan memanggilmu dengan sebutan Kakak atau tidak.”
Jason mengangguk. Dia lalu mendekati Keiko dan memeluk gadis itu.
“Aku benar-benar tidak menyangka bisa bertemu denganmu.” ujar cowok itu dengan suara serak. “Aku bahkan tidak terpikir kalau kita punya hubungan seperti itu.”
Keiko membalas pelukan Jason dan menenggelamkan wajahnya di dada cowok itu. Dia mencium wangi parfum Jason dan merasa tenang karenanya.
“Aku juga tidak menyangka,” kata Keiko, “Kalau kita ternyata adalah kakak beradik kandung.”

0 komentar:

Posting Komentar