Hubungan Rion dan Keiko mulai lebih
baik daripada yang sudah-sudah setelah kejadian di panti asuhan. Mereka berdua
tidak canggung untuk saling menyapa dan kadang-kadang bersama-sama menghabiskan
waktu di taman akademi. Hal itu membuat gossip tentang mereka berdua semakin
merebak, bahkan ada yang mengatakan kalau mereka sudah berpacaran.
Ketika
Henny menanyakan soal gossip itu, Keiko tidak bisa menjawab apa pun dan hanya
bisa tersenyum malu. Membuat dugaan itu kian menguat dan Henny lebih sering
menggodanya.
“Kalau
kamu suka padanya, katakan saja padaku,” kata Henny, “Aku akan membuatnya
bertekuk lutut di hadapanmu.”
“Apa-apaan,
sih?” kata Keiko dengan wajah merona, “Kami tidak ada hubungan apa-apa. Hanya
teman biasa.”
“Benar,
nih? Bukan TTM?”
“Apa
itu?”
“Teman
Tapi Mesra. Hehehe…”
“Ada-ada
saja kamu.” Keiko tersenyum, “Oh, iya, sekarang waktunya aku ke ruang kesenian.
Jason sudah menungguku di sana.”
“Kamu
akan berlatih biola dengannya?” tanya Henny.
“Tidak.
Dia meminta bantuanku untuk mengajar anak-anak kelas 3 yang ikut dalam
bimbingan khususnya.” Jawab Keiko. “Semacam asisten, deh.”
Henny
manggut-manggut, “Oke. Selamat bekerja, ya, Nona Asisten. Aku akan menyampaikan
pada suamimu itu kalau kamu ada di ruang kesenian.” Katanya.
“Suami?
Siapa?”
“Rion.”
Kata Henny, dan langsung mendapat jitakan pelan dari Keiko di kepalanya.
◊◊◊
Keiko baru berbelok di koridor ketika
lengannya ditarik dan punggungnya langsung dibenturkan ke dinding dengan keras.
Melissa
berdiri di hadapan Keiko dengan mata disipitkan marah. Cewek itu memojokkan
Keiko ke dinding.
“Apa,
sih keistimewaanmu sampai-sampai Rion dekat denganmu?!” kata Melissa, “Kamu itu
tidak lebih baik dariku! Mentang-mentang pemain biola terkenal, jangan kira
kamu bisa bertingkah seenaknya di akademi ini!”
Keiko
meringis kesakitan merasakan punggungnya berdenyut nyeri. Dia tidak
mengindahkan ucapan Melissa dan berusaha menyingkir dari gadis itu.
“Heh,
mau kabur, ya!?” Melissa lagi-lagi membanting punggung Keiko ke dinding dan
membuat gadis itu mengaduh kesakitan.
“Sakit…”
kata Keiko.
“Itu
masih belum seberapa dengan sakit hatiku, tahu! Kamu benar-benar mengacaukan
segalanya!” ujar Melissa keras. “Harusnya aku menyuruh Ayah mengeluarkanmu dari
sini sejak pertama kali kamu menginjakkan kaki di sini!”
“Aku
tidak tahu apa salahku,” kata Keiko, menahan sakit di punggungnya, “Tapi, kalau
aku punya salah padamu, aku minta maaf.”
“Heh,
kesalahanmu itu sangat besar sampai tidak mungkin kamu bisa memperbaikinya!”
ujar Melissa. “Nadia, Viola! Pegang tangan gadis sialan ini!”
Keiko
merasakan kedua tangannya dipegang dengan kuat. Dia berusaha meronta, tapi rasa
sakit di punggungnya membuatnya tidak bisa banyak bergerak.
Melissa
melirik ke sekitarnya. Tidak ada orang, dan dia tersenyum licik pada Keiko yang
menatapnya bingung. Gadis itu mengeluarkan gunting yang kelihatan tajam dan
menunjukkannya pada Keiko.
“Aku
akan membuatmu malu. Dan kamu akan berpikir ulang untuk melawan kekuasaanku di
sini.” kata Melissa, mengambil segenggam rambut panjang Keiko.
Keiko
membelalakkan matanya, tahu apa yang akan dilakukan Melissa dan berusaha
melepaskan diri dari pegangan dua teman Melissa pada tangannya.
“Jangan
potong rambutku!” pinta Keiko, “Kumohon jangan!”
“Diam kamu!
Ini hukuman karena kamu sudah berani-berani mendekati Rion.” Ujar Melissa,
“Rion itu milikku, dan aku tidak akan membiarkan seorang pun merebutnya dariku,
termasuk kamu!”
Melissa
mendekatkan gunting itu pada rambut Keiko yang meronta dan memohon agar Melissa
menghentikan perbuatannya. Gadis itu memejamkan matanya, takut dengan apa yang
akan terjadi pada rambutnya.
Sedetik,
dua detik, dia tidak mendengar suara gunting yang menggunting rambutnya. Dia
malah mendengar suara seseorang mendekat dan menariknya menjauh dari kedua
teman Melissa.
“Apa
yang kalian lakukan padanya!?”
Suara
itu membuat Keiko membuka mata dan dia baru sadar kalau dia sekarang berada di
pelukan Rion yang datang entah dari mana.
Wajah
Rion tampak marah. Tangannya mengeratkan pelukannya pada Keiko yang gemetar
ketakutan. Matanya menatap tajam pada Melissa dan kedua temannya yang dengan
wajah gugup dan pucat berdiri di hadapannya.
“A, aku
bisa menjelaskan…” kata Melissa.
“Tidak
ada yang perlu dijelaskan. Sudah kubilang, jangan pernah mencampuri urusanku.”
Desis Rion tajam. “dan itu termasuk Keiko. Kenapa kamu tidak bisa mengerti
kalau aku sudah menolakmu?”
“Aku
tidak terima itu!” ujar Melissa, “Rion, aku suka padamu, tapi kenapa kamu malah
menyukai gadis lemah seperti dia!? Ini tidak adil!”
Keiko
merasakan tangan Rion yang memeluk tubuhnya menegang. Gadis itu mendongak dan
melihat raut wajah Rion berubah keras dan dingin. Mendadak, Keiko merasa takut
melihat raut wajah itu. Dia seakan bisa merasakan amarah cowok itu.
“Melissa,
aku tidak suka caramu memperlakukan orang lain. Dan memang aku tidak suka
padamu sejak awal. Apa perkataanku kurang jelas?” kata Rion, “Aku tidak suka
padamu karena dandananmu yang terlalu berlebihan, sombong, pilih-pilih dalam
berteman, dan juga menganggap dirimu sendiri adalah orang yang harus dipatuhi
keinginannya. Aku benci dengan orang-orang seperti itu.”
Ucapan
Rion membuat wajah Melissa kembali pucat. Bibirnya bergetar, menahan tangis
yang akan keluar di wajahnya.
“Jangan
sok menangis di hadapanku.” Ujar Rion dingin, “Sekali lagi kuperingatkan, kalau
sampai aku melihatmu memperlakukan Keiko, Henny, atau siapa pun yang kutahu di
akademi ini, kamu akan berurusan denganku.”
“Ayo,
Keiko,”
Keiko
menurut ketika Rion mengajaknya pergi. Dia sempat melirik sekilas kearah Melissa,
yang wajahnya masih pucat, tapi kali ini sarat dengan ketakutan.
◊◊◊
Ketika sudah jauh dari Melissa dan
teman-temannya, Rion baru menanyakan keadaannya. Sejak tadi, Rion melihat Keiko
diam dan tidak mengatakan apa-apa.
“Kamu
baik-baik saja?” tanyanya.
“B,
baik, kok.” Keiko mengangguk, “Terima kasih sudah menolongku.”
“Tidak
masalah.” Kata Rion, “Apa yang tadi mau dilakukan Melissa padamu?”
“Dia…
dia menggencetku ke dinding dan membuat punggungku sakit.” Keiko meringis, baru
menyadari kalau rasa sakit di punggungnya masih terasa. “Dan dia nyaris
memotong rambutku, tepat saat kamu datang.”
“Begitu…”
Rion mengangguk, “Cewek itu perlu ditegur karena sikapnya sudah keterlaluan.
Yah… kamu bukan korban pertamanya, sih. Banyak yang sudah terkena ‘hukuman’
dari Melissa dan akhirnya pindah dari akademi ini.”
Keiko
mengangguk-angguk mendengar cerita Rion.
“Kamu
mau ke mana?” Tanya Rion.
“A, aku
mau ke ruang kesenian. Jason menungguku di sana.” kata Keiko.
“Jason…
bukankah dia sedang mengajar kelas khususnya?” Rion mengerutkan kening, “Mau
apa kamu ke sana?”
“Aku
diminta menjadi asistennya, membantu mengevaluasi para siswa bimbingan khusus
itu.” ujar Keiko, “Dia memintanya cukup mendadak. Tapi, aku sudah menyanggupi
akan datang, jadi aku akan ke sana sekarang.”
“Perlu
kuantar?” tanya Rion.
Saat ini
mereka sudah sampai di ujung koridor yang berbelok ke kanan, menuju ruang
kesenian.
Keiko
menggeleng pelan, “Tidak apa-apa, aku sudah tidak apa-apa, kok. Bisa ke sana
sendiri.” katanya, “Sekali lagi terima kasih, ya Rion.”
Rion
mengangguk. Dia kemudian melepas pelukannya dari Keiko, menyadari kalau dia
sudah memeluk gadis itu selama mereka berjalan dan melewati kelas-kelas lain.
Entah apa yang akan dipikirkan orang-orang.
Tapi,
Rion tidak peduli. Bahkan, sebenarnya dia tidak memerdulikan apa kata orang,
sama sekali.
Keiko
menoleh kearahnya dan tersenyum, “Terima kasih sudah menemaniku.” Katanya, “Dan
juga menolongku tadi.”
Rion
mengangguk membalas senyuman Keiko. Dan untuk sesaat, mereka berdua terdiam.
“Anu,”
“Ya?” Keiko
mendongak menatap Rion.
“Aku…”
Rion tidak tahu apa yang ingin dikatakannya. Lidahnya tiba-tiba saja terasa
kelu. Bahkan hanya untuk berbicara pada Keiko.
“Rion,
ada apa?” tanya Keiko.
Rion
menatap Keiko sebelum akhirnya menggeleng pelan.
“Tidak
ada apa-apa. Sampai bertemu di kelas nanti, ya?”
“Iya.”
Keiko mengangguk.
Gadis
itu lalu berlari kecil menuju ruang kesenian dan tidak menyadari tatapan dari
Rion di belakangnya.
◊◊◊
“Kenapa kamu lama sekali?” tanya Jason
yang dari tadi menunggu Keiko.
Untung
saja di sana masih belum ada orang lain selain mereka. Keiko tadi sempat
menduga kalau dia terlambat. Tapi, ternyata tidak.
“Aku
tadi di… tegur oleh Melissa.” Kata Keiko sambil duduk di salah satu kursi yang
kosong.
“Ditegur?
Apa kamu sedang memberikan ungkapan halus pada kata ‘melabrak’?” tanya Jason
tajam.
“Aku
tidak menyebut begitu…” kata Keiko menggeleng, “Tapi, ya… mungkin benar. Dia
melabrakku.”
“Kamu
tidak apa-apa, kan?” tanya Jason cemas.
“Aku
tidak apa-apa. Punggungku tadi membentur dinding dan masih agak sakit. Tapi,
tidak apa-apa. Sakitnya sudah mulai berkurang, kok.” Jawab Keiko.
“Apa
yang dilakukan anak bernama Melissa itu padamu?” tanya Jason, “Tunggu, rasanya
aku pernah mendengar nama Melissa sebelumnya.”
“Dia
putri kepala yayasan akademi ini. Namanya Melissa Anitasari.” Kata Keiko.
“Oh,
Melissa yang itu…” Jason manggut-manggut. “Dia pernah mencoba menarik
perhatianku dulu.”
“Benarkah?
Kapan?”
“Tiga
tahun lalu, saat dia pertama kali masuk ke area SMA. Kebetulan aku mengajar
kelas khusus untuk pertama kalinya saat itu.” Jason mengedikkan bahu, “Kembali
ke topic semula. Apa yang dia lakukan padamu?”
“Dia
tidak melakukan apa-apa, kok. Hanya… mendorongku ke dinding. Itu saja.” kata
Keiko. Dia tidak mau membuat Jason tahu apa yang terjadi. Cukup Rion saja yang
tahu kejadian yang sebenarnya.
Tapi,
Jason tidak gampang percaya dengan ucapan Keiko. Dia mengamati wajah gadis itu
lekat-lekat, mencoba mencari tahu apakah gadis itu berbohong atau tidak. Namun,
Keiko memasang wajah polos seperti anak kecil dan membuat Jason mendesah berat.
“Kau
ini… benar-benar mirip dengan Mama.” Kata Jason lirih.
“Ya,
Jason?”
“Tidak
ada apa-apa.” Jason menggeleng. “Aku hanya memikirkan kenapa sampai sekarang
kamu tidak memanggilku dengan sebutan Kakak.”
“Apa itu
penting? Lagipula aku sudah terbiasa memanggilmu hanya dengan nama saja.” jawab
Keiko. “Apa kamu… tidak suka?”
Jason
menggeleng, “Hanya saja aku merasa aneh. Kau tahu sendiri apa hubungan kita,
kan?”
Keiko
termenung. Dia teringat percakapannya dulu dengan Jason, lalu menghela nafas.
“Aku…
aku akan memikirkannya.” kata Keiko. “Kamu sudah mengatakannya pada Papa dan
Mama?”
Jason
mengangguk, “Awalnya mereka terkejut. Tapi, mereka bisa menerima apa yang
kukatakan.” Katanya.
“Oh…”
Keiko manggut-manggut. “Aku akan membicarakannya dengan mereka. Setelah itu,
baru aku akan memutuskan akan memanggilmu dengan sebutan Kakak atau tidak.”
Jason
mengangguk. Dia lalu mendekati Keiko dan memeluk gadis itu.
“Aku
benar-benar tidak menyangka bisa bertemu denganmu.” ujar cowok itu dengan suara
serak. “Aku bahkan tidak terpikir kalau kita punya hubungan seperti itu.”
Keiko
membalas pelukan Jason dan menenggelamkan wajahnya di dada cowok itu. Dia
mencium wangi parfum Jason dan merasa tenang karenanya.
“Aku
juga tidak menyangka,” kata Keiko, “Kalau kita ternyata adalah kakak beradik
kandung.”
0 komentar:
Posting Komentar