Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Kimi no Symphony - Chapter 12



“Hayo!! Lagi memikirkan apa?”
Rion nyaris meloncat dari tempat duduknya ketika Henny secara tidak berperi-kemanusiaan mengejutkannya dari belakang. Untung saja dia tidak sedang melukis atau sedang menyiramkan alcohol pada hasil lukisan yang gagal dan sedang merenung di kamarnya. Kalau tidak, mungkin dia bakal lebih bete dari sekarang.
“Hei, kamu itu tidak punya kerjaan lain, ya? Bikin kaget orang saja.” gerutu Rion.

Henny terkekeh dan duduk di sebelah Rion, lalu mencomot keripik kentang yang dipegang cowok itu.
“Tumben sekali kamu tidak berada di studio. Biasanya setiap pulang sekolah kamu pasti mengurung diri di studio sampai larut malam.” Ujar Henny, “Ada angin apa ini?”
“Apa-apaan sih?” Rion mengerutkan kening.
“Habisnya, kamu bertingkah aneh.” Kata Henny, “Sejak pulang sekolah tadi kamu terus senyum-senyum seperti orang gila. Apa Keiko yang membuatmu begitu?”
Rion tidak menjawab. Dia hanya tersenyum tipis dan kembali memakan keripik kentangnya.
Melihat senyum Rion itu, yang jarang sekali ditunjukkan pada orang lain apalagi padanya, membuat Henny langsung memekik, mengguncang-guncang tubuh Rion meminta penjelasan.
“Apa yang dilakukan Keiko padamu? Dia tidak membuatmu kerepotan, kan? Dia tidak jatuh atau apa, kan?” tanya Henny.
“Kamu ini sebenarnya khawatir pada Keiko atau padaku, sih?”
“Kalian berdua, tentu saja.” kata Henny, “Jadi, jawab pertanyaanku atau aku akan mengadu pada Mama Jessica kalau kamu makan sembarangan setelah sembuh dari sakit.”
“Aish… kau ini benar-benar menyebalkan, ya?”
“Tapi, karena itu juga kita berteman, kan?” Henny tersenyum lebar, “So?”
“Iya…” Rion menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, “Sebenarnya aku…”
“Oh, begitu. Bagus sekali.” Kata Henny.
“Kau ini mau mendengarkan atau tidak?” sungut Rion mendelik pada Henny yang menyela ucapannya.
“Hehehe… aku hanya bercanda, kok. Lanjutkan.” Kata Henny terkekeh.
“Aku menembak Keiko.”
“Kau… APA!!?”
“Aku mengatakan aku suka pada Keiko.” Kata Rion lagi. Kali ini dengan senyuman.
Henny menganga mendengar pernyataan itu. Dia menatap lekat-lekat wajah Rion dan berusaha menemukan sedikit saja kebohongan di sana. Tapi, Henny melihat wajah Rion tersenyum lebar. Tatapan matanya menerawang seperti orang yang sedang mabuk cinta.
Oh, memang Rion sedang jatuh cinta, kalau benar apa yang diucapkan cowok itu barusan.
“Kamu mengatakan suka pada Keiko? Itukah alasan kenapa dari tadi kamu senyum-senyum seperti orang gila?”
“Siapa yang senyum-senyum seperti orang gila?”
“Ya kamu, masa orang lain?”
Rion hendak membantah, tapi kemudian sadar apa yang dikatakan Henny benar. Dia hanya mengedikkan bahu dan mengunyah keripik kentangnya. Sementara Henny terkekeh melihat reaksinya.
“Lalu, apa jawaban Keiko?” tanya Henny penasaran.
“Dia menerimaku.”
“Serius?”
“Memangnya kalau dia tidak menerimaku, bagaimana mungkin aku senyum-senyum sendiri seperti orang gila seperti katamu tadi?”
Henny lagi-lagi terkekeh.
“Aku tidak menyangka, Rion Hadi Brawijaya ternyata bisa jatuh cinta juga.” Katanya.
“Memangnya kamu kira aku apa?”
“Robot yang selalu melukis tanpa kenal waktu.” ujar Henny, yang langsung disambut jitakan oleh Rion.

◊◊◊

Henny menatap Rion yang tertawa lebar. Baru kali ini dia melihat sahabatnya itu tertawa seriang ini. Cowok itu tertawa karena lelucon yang dilontarkan Henny. Dan, sebenarnya, lelucon yang dilontarkannya tadi tidak terlalu lucu, tapi Rion bereaksi dan cowok itu tertawa terbahak-bahak setelahnya.
Keiko ternyata membawa perubahan besar pada Rion. Batin Henny dengan mata berkaca-kaca.
Wajar jika dia merasa terharu. Sejak ayahnya meninggal, Rion seolah menutup diri dari orang lain kecuali ibunya dan dirinya. Sejak ayahnya meninggal pula, gaya melukis Rion sedikit berubah, walau tidak disadari banyak orang dan penggemarnya, tapi Henny yang tahu tentang kebiasaan Rion dalam melukis, tahu apa yang berubah.
Cowok itu lebih memilih menggunakan warna hitam dan putih pada setiap lukisannya. Kalau dulu, Rion selalu menggunakan warna-warna cerah dan membuat semua orang merasa tertarik melihat lukisannya. Sekarang mungkin Rion menggunakan kembali warna-warna cerah pada lukisannya, tapi hanya sekilas, seperti warna hijau, biru, dan kuning yang kadang-kadang tertutupi oleh warna hitam putih yang mendominasi.
Semuanya monoton dan membosankan. Seperti warna hitam-putih.” ujar Rion ketika ditanya kenapa dia selalu menggunakan warna hitam dan putih pada setiap lukisannya.
Namun, sejak Keiko datang, Rion mulai… membuka diri. Gaya lukisannya pun entah bagaimana kembali pada gaya lamanya. Penuh warna cerah dan memikat hati.
Dia tentu saja senang dengan perubahan ini. Dia senang Rion kembali ceria seperti dulu. Tapi, Henny lalu memikirkan Keiko. Dia teringat tentang kondisi Keiko yang sebenarnya, dan itu membuatnya merasa sedih.
Kalau Rion tahu tentang Keiko yang sebenarnya, apa yang akan dia lakukan? Henny bertanya-tanya dalam hati.
“Oh ya, Rion, jangan hanya melukis kali ini. Sebentar lagi kita akan menghadapi ujian semester, kuharap kamu belajar lebih giat karena dalam dua minggu kemarin kamu tidak masuk sekolah dan ketinggalan beberapa pelajaran.” Kata Henny.
“Iya, aku tahu kok…” Rion mengangguk-angguk.
Henny tidak bisa merusak kebahagiaan Rion karena Keiko menerima cintanya. Tapi, Henny juga memikirkan kondisi Keiko. Jika Rion sampai tahu, dia takut Rion akan kembali terpuruk dalam kesedihan.
Karena Keiko tidak akan mungkin bisa bersama Rion sampai mereka tua.

◊◊◊

Keesokan harinya, semuanya berjalan biasa, kalau tidak mau disebut normal. Keiko masih tetap Keiko yang ceria, yang menyapa siapa saja yang ditemuinya. Tapi, sikap gadis itu pada Rion sedikit berbeda. Walau tidak ada yang menyadari hal itu, namun Henny menyadarinya. Gadis itu lebih perhatian pada Rion. Bahkan, tanpa disangka-sangka, Rion menggamit tangan Keiko dan mengajak gadis itu pergi entah ke mana. Kemungkinan besar ke ruang kesenian. Dan Henny tidak punya kesempatan untuk berbicara dengan Keiko.
“Kau lihat bagaimana Rion menggamit tangan Keiko tadi?” bisik salah seorang teman sekelasnya.
“Ya?” Henny mengerutkan kening. Dia menoleh pada segerombol siswi yang sepertinya sedang asyik bergosip.
“Kami sedang membicarakan perubahan Rion.” Kata salah seorang diantara mereka. “Rion tadi menyapa kami, dan tersenyum! Bayangkan, Henny! Dia tersenyum pada kami!”
“Kurasa dia selalu tersenyum pada siapa pun.” Kata Henny mengerutkan kening.
“Tapi, tidak dengan senyuman yang tadi.” sahut yang lain. “Dia tersenyum dan menyapa ramah semua orang. Kau lihat tadi, dia bahkan menyapa Keyna yang duduk di depannya!”
“Kurasa itu sudah biasa.” kata Henny lagi.
“Tapi, yang ini benar-benar lain! Senyumannya itu… lebih tulus. Dia lebih sering tersenyum tipis, tapi tatapannya sangat dingin. Uh… aku tidak suka dengan tatapannya yang dingin itu. Tapi, tadi… huwaa!! Kurasa aku mulai menyukainya!”
“Aku juga! Dia ganteng sekali saat tersenyum, iya, kan?”
Henny hanya meringis mendengarnya. Dia tidak menghiraukan lagi gossip teman-temannya dan berjalan keluar kelas.
Di koridor, dia berpapasan dengan Melissa dan dua dayang-dayangnya. Tapi, sebelum Henny mendekat, mereka bertiga sudah melengos pergi dengan wajah pucat dan takut. Henny mengerutkan kening melihat tingkah mereka bertiga, tapi tidak mencoba untuk memikirkan lebih jauh.
Dari kejauhan, tampak seseorang berjalan mendekat. Dan setelah diperhatikan dengan seksama, rupanya sosok itu adalah Jason. Henny mengerjap. Rasanya Jason makin hari makin tampan saja. Tapi, yah… sayang dia sudah punya pacar. Kalau belum, tentu dia akan mencoba menarik perhatian Jason. Hihihi…
“Hei,” sapa Jason sambil tersenyum.
“Hai juga. Mencari Keiko, ya?” tanya Henny.
“Ya.” Jason mengangguk, “Kamu tahu di mana adik kecilku itu?”
Henny sempat mengerutkan keningnya (lagi) mendengar Jason menyebut Keiko ‘adik kecilnya’.
“Adik kecil?” tanya Henny tanpa sadar.
“Err… bukan apa-apa.” Jason menggeleng, “Apa kamu melihat Keiko?”
“Keiko tadi diajak Rion pergi entah ke mana.” kata Henny. “Dan kusarankan, jangan mengganggu mereka kalau kau menemukan mereka. Rion tidak akan suka kalau waktu pribadinya terusik.”
Jason terkekeh mendengarnya. Henny sendiri sudah tertawa, menertawakan ucapannya sendiri.
“Aku tidak akan meruska waktu pribadi mereka juga.” Kata Jason, “Aku hanya ingin memberitahu kalau aku akan ke Jepang untuk beberapa lama mempersiapkan… sesuatu.”
“Apakah itu kejutan?” tanya Henny penasaran.
Jason hanya tersenyum simpul, “Tidak. Bukan kejutan untuk Keiko. Tapi, untuk orang lain.” jawabnya.
“Siapa?”
“Err… ini bukan untuk disebar luaskan. Jadi, maaf, aku tidak bisa memberitahumu.”
“Yah…” Henny mengerucutkan bibirnya, “Kukira aku akan mengetahuinya.”
“Tidak bisa, tapi…” Jason mengerutkan kening, “… kalau aku menginginkan kalian berdua ikut, tentu dia akan senang karena dia bisa berbagi hal ini pada orang lain.”
“Hal apa?”
Jason lagi-lagi tersenyum. Namun senyumnya terkesan mengandung misteri.
“Kamu akan tahu nanti.” Ujarnya.

◊◊◊

Keiko menatap lukisan yang sedang dikerjakan Rion. Lukisan itu menggambarkan pemandangan taman bunga akademi. Tapi, Keiko merasa Rion selalu melukis dengan warna hitam dan membiarkan warna putih kanvas pada bagian tertentu.
“Kenapa kamu selalu menggunakan warna hitam? Kenapa tidak menggunakan warna lain?” tanya Keiko.
“Aku suka warna hitam. Menurut Bangsa Mesir, warna hitam adalah warna yang dipenuhi oleh hal-hal baik.” jawab Rion.
“Tapi, budaya Mesir berbeda dengan budaya di sini, Rion.” Ujar Keiko, “Kenapa kamu tidak melukis dengan warna-warna yang cerah? Kalau warna hitam terus, kesannya suram,”
Rion terkekeh dan menyelesaikan satu bagian akhir. Dia mengerutkan kening, dan seperti kebiasaannya, mengamati sejenak hasil lukisannya. Lalu menghela nafas.
“Salah, ya?” tanya Keiko menggoda.
Rion mencibir pelan dan mengambil botol alcohol di dekatnya, menyiramkan cairan keras itu ke kanvas.
“Makanya, pakai warna-warna cerah untuk menggambarkan bunga-bunga itu.” kata Keiko sambil terkekeh. “Kamu tidak mau menuruti saranku, sih…”
“Iya… iya…” Rion mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Tangannya lalu menambahkan warna hijau, kuning, biru, dan merah pada tempat cat di tangannya. Kemudian melukis kembali.
Selama Rion melukis, Keiko memanfaatkan waktu itu untuk mengamati wajah Rion lekat-lekat.
Sebelum ini, Keiko sering merasa pernah melihat wajah Rion. Tapi, kapan dan di mana, dia lupa. Dan hal itu selalu mengusiknya bahkan sampai sekarang.
“Sebentar lagi ujian semester, apa kamu sudah belajar dengan baik?” tanya Keiko.
“Aku belajar, walau aku sibuk melukis.” Kata Rion, “Kenapa pertanyaanmu sama seperti Henny, sih?”
Keiko hanya nyengir dan menyandarkan kepalanya di bahu Rion.
“Soalnya aku tidak mau nilai pacarku jelek hanya karena dia sibuk melukis.” Katanya.
Rion tertawa mendengarnya, “Asal tahu saja, aku selalu mendapat peringkat tiga besar di kelas.” Katanya.
“Oh ya? Kamu yakin kalau itu hasil kerja kerasmu atau hasil mencontek?”
Rion menyentil kepala Keiko pelan dan membuat gadis itu tergelak.
“Aku bercanda, Rion… jangan marah, dong.” katanya sambil menyentuh pipi Rion dengan jarinya.
“Aku tidak marah. Malah aku ingin tahu, apa kamu bisa menjadi peringkat tertinggi di kelas.” Kata Rion, “Mau taruhan?”
“Taruhan apa?”
“Nilaiku pasti akan lebih tinggi darimu.”
“Itu, kan sudah jelas karena kamu sering mendapat peringkat tiga besar.” Keiko mengerucutkan bibirnya, “Selama ini aku menjalani home-schooling. Tidak mungkin aku bisa mengalahkanmu, apalagi menang taruhan.”
“Tapi, kalau berusaha, pasti kamu bisa.” Ujar Rion. “Bagaimana?”
Keiko memiringkan kepalanya, kemudian mengedikkan bahu.
“Oke. Aku akan berusaha.” Katanya, “Dan hadiah taruhannya apa?”
“Hmm…” tangan Rion yang memegang kuas berhenti di tengah jalan, “Bagaimana kalau sebuah perjanjian?”
“Perjanjian?”
“Kamu bisa bermain music, sementara aku bisa melukis.” Kata Rion, “Bagaimana kalau hadiah taruhannya, siapa pun yang menang akan menunjukkan karyanya masing-masing di depan seluruh akademi?”
“Hanya itu?”
“Ada lagi…”
“Apa?”
“Dan berjanji agar tidak ada kebohongan atau rahasia apa pun.” Ujar Rion. “Siapa pun yang kalah, dia akan berjanji agar tidak merahasiakan apa pun dari yang menang. Apa pun rahasia itu, entah rahasia buruk, lucu, atau memalukan sekalipun.”
Keiko terdiam mendengarnya. Raut wajahnya langsung berubah.
“Bagaimana?” tanya Rion lagi.
Keiko menatap kedua tangannya yang ia letakkan di pangkuannya lama. Kemudian dia mendongak dan mengangguk.
“Oke. Aku akan menyanggupinya.” Ujarnya. “Aku akan membuat lagu yang akan membuatmu semakin jatuh cinta padaku.”
“Percaya diri sekali kamu.” kata Rion yang disambut tawa oleh Keiko.
“Sekarang, selesaikan dulu lukisanmu ini, setelahnya kita pergi ke perpustakaan. Aku sudah berjanji pada Henny akan belajar bersama di rumahnya sore ini dan kami memerlukan buku-buku referensi yang bagus.”

0 komentar:

Posting Komentar