Esok paginya, Kay sudah menunggu di depan pagar
rumah Reina dan membuat gadis itu tersenyum lebar.
“Pagi banget. Biasanya kamu nggak
pernah bangun pagi sepagi ini.” kata Reina sambil menerima helm yang disodorkan
Kay padanya.
“Mulai menyindir lagi, nih?” gerutu
Kay, membuat Reina tertawa.
“Sudah pamitan dengan ibu kamu?”
tanya Kay.
“Sudah, dong.” balas Reina.
Gadis itu mengenakan helm dan
langsung naik keatas motor. Ia melingkarkan kedua lengannya di pinggang Kay,
masih dengan senyum lebar.
“Kenapa dari tadi kamu
senyum-senyum kayak orang gila begitu?” tanya Kay yang melihat Reina tersenyum
dari kaca spion.
“Habisnya… aku masih girang banget
habis kamu tembak kemarin.” Kata Reina.
“Tembak? Tembak mati maksudnya?”
“Kay, jangan dibikin candaan,
dong!” ujar Reina memberengut, “Kay nggak asyik nih!”
Kay hanya tertawa mendengar
gerutuan Reina, lalu dia menyalakan motornya dan mereka pergi ke sekolah.
***
“Tumben lo girang banget. Kesambet setan, ya?”
tanya Prita saat melihat sahabatnya itu dari tadi pagi sampai jam istirahat
begini senyum-senyum sendiri, mirip orang gila yang kabur dari rumah sakit
jiwa!
“Enak saja dibilang kesambet
setan!” ujar Reina. “Gue lagi senang saja.”
“Senang kenapa? Pasti ada
hubungannya dengan lo dan Kay yang berangkat bareng tadi pagi, iya kan?”
“Kok lo tahu?”
“Ya jelas saja gue tahu! Kan fans club lo beredar di mana-mana.”
Prita terkekeh, “So, ada apa antara
lo dan Kay?”
“Ah… nggak ada apa-apa, kok.
Semuanya biasa saja.” kata Reina.
“Yang benar?”
“Memangnya gue harus ngomong apa
lagi? Kan memang gue sama Kay bersikap kayak biasanya. Mesra-mesraan…”
“Yee… garing lo, Rei!”
Reina tertawa terbahak-bahak
melihat reaksi Prita.
“Serius, deh Rei, lo ada apa dengan
Kay? Sejak kemarin, lo berdua sudah kayak lem dan perangko. Menempel terus!”
“Lah? Memang dari dulu juga begitu,
kan?”
“Rei, yang serius dong!!”
“Iya, iya… gue jadian dengan Kay
tadi malam.” Kata Reina.
“Oh… jadian rupanya.” Prita
manggut-manggut, tapi kemudian dia memekik, nyaris seperti jeritan cewek kalau
ketemu hantu.
“APA!!?”
“Woi! Jangan kencang-kencang dong
kalau ngomong!” kata Reina sambil membekap mulut Prita yang baru saja
mengeluarkan teriakan tak berperi-kemanusiaan tepat di depan telinganya.
“Maaf, maaf…” kata Prita, “Serius
kamu jadian dengan Kay? Bagaimana ceritanya? Cerita dong, cerita!!”
“Iya… jadi ceritanya begini…”
Reina menceritakan semuanya yang
terjadi kemarin. Mulai dari Kay yang mengajaknya jalan-jalan, permintaan
konyolnya pada Kay, sampai pernyataan cinta cowok itu tadi malam di depan
rumahnya. Semuanya diceritakan Reina tanpa tertinggal satupun.
“Gokil lo, Rei! Masa lo minta cium
sama dia? Yang benar saja!” kata Prita sambil tertawa.
“Ta, lo kalau ngoong jangan
keras-keras, dong! Malu didengar orang!” tegur Reina.
“Hehehe… maaf. Gue masih kaget lo
jadian dengan Kay, but, congrats.
Akhirnya lo jadian juga dengan dia.”
“Lo tahu gue bakal jadian sama
dia?” tanya Reina kaget.
“Bagaimana gue nggak tahu? Lo
sering banget kasih Kay sinyal, tapi dianya yang nggak peka!” kata Prita.
Reina hanya nyengir lebar
mendengarnya.
“Jadi… kapan, nih bayar pajaknya?”
tanya Prita.
“Pajak apaan?”
“Pajak jadian dong! Lo kan baru
saja jadian, jadi harus traktir gue!”
“Enak saja. Aturan dari mana tuh?”
“Aturan gue lah…” Prita terkekeh,
“Itu sudah peraturan tak tertulis kalau ada yang jadian di depan gue, tuh orang
harus membayar pajak jadiannya.”
“Bilang saja lo minta yang
gratisan…” ujar Reina sambil menoyor kepala Prita, “Pakai alasan pajak jadian
segala pula.”
“Lho, memang traktiran itu yang
namanya pajak jadian.” Prita nyengir lebar, “Ayo deh, lo harus bayar pajak
jadian lo ke gue. Perlu nggak nih kalau gue ajak teman-teman sekelas buat lo
traktir juga?”
Belum sempat Reina menjawab, Prita
sudah lebih dulu berteriak.
“Woii!! Teman-teman, kita bakal
ditraktir sama Reina! Dia lagi ulang tahun hari ini!!”
“Prita!! Lo mau bikin gue bangkrut
kurang dari sejam ya?!”
Prita hanya tertawa ngakak.
***
“Ah, Kay!”
Kay yang baru saja keluar dari
kelas menoleh ketika mendengar suara Reina.
“Ah, hai, Princess,”
“Iih… jangan panggil aku dengan
sebutan itu di sekolah, dong.” kata Reina setelah berdiri di hadapan Kay, “Baru
keluar kelas?”
“Pelajaran Fisika. Kamu tahu
sendiri aku paling benci pelajaran MAFIA. Mana pelajarannya lama banget pula.”
Reina hanya terkekeh mendengar
keluhan Kay.
“Oh ya, kamu sudah makan?” tanya
Reina.
“Ini baru mau ke kantin beli roti.
Kenapa?”
“Aku sudah belikan kamu makanan,”
Reina menunjukkan kantong plastic di tangannya. “Aku belikan kamu gorengan sama
minuman kesukaanmu nih.”
“Tumben kamu traktir aku. Hari ini
bukan hari ulang tahunku, kan?” kata Kay.
“Ya nggaklah… daripada kamu pergi
ke kantin, sebentar lagi jam istirahat selesai. Jadi, aku belikan saja kamu
gorengan. Kamu masih suka bakwan dan pisang goreng, kan?”
“Dua gorengan favoritku.” Kay
tersenyum lebar, “Kamu memang penyelamatku, deh.”
“Nggak usah menggombal deh, Kay…”
Kay tertawa mendengar nada suara
Reina yang agak merajuk.
“Ya sudah, terima kasih ya. Perlu
kukasih hadiah apa, nih? Dicium atau dipeluk?”
“Kay, nggak perlu melucu, deh.”
“Aku serius, kok. Kamu mau dicium
atau dipeluk?” kata Kay lagi, kali ini dengan wajah serius bercampur geli.
Reina memicingkan matanya melihat
ekspresi wajah itu dan menyikut Kay tepat di dada.
“Aduh…”
“Itu akan kupikirkan nanti.” Kata
Reina, “Yang jelas, makan dulu tuh gorengannya. Jam istirahat keburu habis,
lho!”
“Iya, iya…”
“Kay, sini dulu deh.” kata Reina
lagi.
“Apa?” Kay mengerutkan kening,
“Eits, jangan coba-coba mencium pipiku lagi, ya. Kali ini aku nggak bakal
tertipu.”
“Aish… Kay nggak asyik!”
Kay terkekeh dan kemudian menunduk
sedikit sebelum akhirnya mencium pipi Reina. Gadis itu lantas mundur dan
memandang Kay bingung.
“Sekarang, giliranku yang
membalasnya.” Kay tersenyum, “Sana ke kelas. Nanti sepulang sekolah kita
jalan-jalan lagi, sesuai janjiku kemarin.”
Kay masuk ke kelas sambil
melambaikan tangan, sementara Reina hanya bisa melongo dengan sikap Kay
barusan. Masih belum sadar kalau dia dicium oleh Kay.
***
Kay merenung di kursinya ketika pelajaran
sedang berlangsung. Cowok itu tampak asyik bergelut dengan pikirannya sambil
memandangi awan putih yang beriak di langit biru. Keningnya agak berkerut,
tanda dia sedang memikirkan sesuatu.
Kenapa
harus tiba-tiba?
Kay melirik ponsel yang tergeletak
di atas meja di hadapannya. Tadi, dia baru saja mendapatkan pesan dari Tuan
Aido. Dan isi pesan itu membuat Kay kepikiran sampai sekarang, hingga dia tidak
konsentrasi dalam pelajaran.
Ia menyalakan kembali layar
ponselnya, dan membaca lagi pesan yang dikirimkan oleh pelayan kepercayaan
kakeknya itu beberapa menit yang lalu.
Kakek Anda ingin bertemu dengan Nona Reina. Tempat
pertemuan sudah diatur, dan Anda diminta untuk pergi ke tempat pertemuan yang
sudah ditentukan.
Itu isi pesan yang dikirimkan Tuan
Aido beberapa menit lalu dan membuat Kay kepikiran sampai sekarang.
“Sebenarnya apa yang ingin
dilakukan Kakek pada Reina?” gumam Kay, “Apa… ini ada hubungannya dengan cerita
yang pernah Ayah ceritakan dulu?”
Tengah Kay sibuk melamun, guru yang
mengajar di depan memanggilnya beberapa kali. Namun cowok itu tidak
mendengarkan sama sekali hingga membuat guru itu mengambil tindakan melemparkan
spidol yang dipegangnya pada Kay dan membuat cowok itu kaget.
“Y, ya Pak?”
“Kay Alfatio, apa yang sedang kamu
lamunkan?” tegur gurunya dengan mata disipitkan.
“Err… tidak ada apa-apa, Pak.” kata
Kay mencoba berkilah.
“Kalau begitu, apa kamu bisa
mengerjakan soal-soal di halaman 34 dari nomor satu sampai lima?”
Kay langsung menatap buku
pelajarannya dan mengumpat dalam hati. Soal-soal yang dimaksud oleh gurunya itu
melampaui pemikiran Kay yang saat itu sedang kacau, alias Kay tidak bisa
mengerjakannya!
Lagi-lagi
aku bakal dihukum berdiri di depan kelas.
Kata cowok itu dalam hati, pasrah dengan nasib yang akan menunggunya.
***
Reina baru saja akan menulis jawaban pada
lembar jawabannya ketika ponsel yang ada di saku seragamnya bergetar. Gadis itu
buru-buru mengambil ponselnya dan meletakkannya di bawah meja. Jari-jarinya
yang sudah hafal letak tombol pada ponsel, membuka layar ponselnya dan melihat
ada pesan yang masuk. Dari Kay.
From : Kay
To : Reina
Sekedar mengingatkan, setelah pulang sekolah kita
jalan-jalan. Tapi sebelum itu aku ingin kamu menemaniku ke suatu tempat. Bisa,
kan?
Reina membaca pesan itu dan
tersenyum geli.
“Kay ada-ada saja, deh… tentu saja
aku baka temani dia.” katanya pelan, lalu membalas pesan dari Kay.
From : Reina
To : Kay
Nggak perlu kamu minta juga bakal aku temani, kok J.
Memangnya mau ke mana?
Setelah mengirimkan balasan, Reina
kembali memusatkan perhatiannya pada lembar soal dan jawaban di hadapannya.
Baru beberapa detik, ponselnya kembali bergetar.
From : Kay
To : Reina.
Ada saja. Pokoknya setelah pergi ke tempat yang
bakal kukunjungi, aku bakal traktir kamu makan es krim coklat kesukaan kamu.
Kamu suka Chocolate Ice Cream Café-latte, kan?
0 komentar:
Posting Komentar