Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Farewell Rain - Chapter 11



Esok paginya, Kay sudah menunggu di depan pagar rumah Reina dan membuat gadis itu tersenyum lebar.
“Pagi banget. Biasanya kamu nggak pernah bangun pagi sepagi ini.” kata Reina sambil menerima helm yang disodorkan Kay padanya.

“Mulai menyindir lagi, nih?” gerutu Kay, membuat Reina tertawa.
“Sudah pamitan dengan ibu kamu?” tanya Kay.
“Sudah, dong.” balas Reina.
Gadis itu mengenakan helm dan langsung naik keatas motor. Ia melingkarkan kedua lengannya di pinggang Kay, masih dengan senyum lebar.
“Kenapa dari tadi kamu senyum-senyum kayak orang gila begitu?” tanya Kay yang melihat Reina tersenyum dari kaca spion.
“Habisnya… aku masih girang banget habis kamu tembak kemarin.” Kata Reina.
“Tembak? Tembak mati maksudnya?”
“Kay, jangan dibikin candaan, dong!” ujar Reina memberengut, “Kay nggak asyik nih!”
Kay hanya tertawa mendengar gerutuan Reina, lalu dia menyalakan motornya dan mereka pergi ke sekolah.

***

“Tumben lo girang banget. Kesambet setan, ya?” tanya Prita saat melihat sahabatnya itu dari tadi pagi sampai jam istirahat begini senyum-senyum sendiri, mirip orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa!
“Enak saja dibilang kesambet setan!” ujar Reina. “Gue lagi senang saja.”
“Senang kenapa? Pasti ada hubungannya dengan lo dan Kay yang berangkat bareng tadi pagi, iya kan?”
“Kok lo tahu?”
“Ya jelas saja gue tahu! Kan fans club lo beredar di mana-mana.” Prita terkekeh, “So, ada apa antara lo dan Kay?”
“Ah… nggak ada apa-apa, kok. Semuanya biasa saja.” kata Reina.
“Yang benar?”
“Memangnya gue harus ngomong apa lagi? Kan memang gue sama Kay bersikap kayak biasanya. Mesra-mesraan…”
“Yee… garing lo, Rei!”
Reina tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Prita.
“Serius, deh Rei, lo ada apa dengan Kay? Sejak kemarin, lo berdua sudah kayak lem dan perangko. Menempel terus!”
“Lah? Memang dari dulu juga begitu, kan?”
“Rei, yang serius dong!!”
“Iya, iya… gue jadian dengan Kay tadi malam.” Kata Reina.
“Oh… jadian rupanya.” Prita manggut-manggut, tapi kemudian dia memekik, nyaris seperti jeritan cewek kalau ketemu hantu.
“APA!!?”
“Woi! Jangan kencang-kencang dong kalau ngomong!” kata Reina sambil membekap mulut Prita yang baru saja mengeluarkan teriakan tak berperi-kemanusiaan tepat di depan telinganya.
“Maaf, maaf…” kata Prita, “Serius kamu jadian dengan Kay? Bagaimana ceritanya? Cerita dong, cerita!!”
“Iya… jadi ceritanya begini…”
Reina menceritakan semuanya yang terjadi kemarin. Mulai dari Kay yang mengajaknya jalan-jalan, permintaan konyolnya pada Kay, sampai pernyataan cinta cowok itu tadi malam di depan rumahnya. Semuanya diceritakan Reina tanpa tertinggal satupun.
“Gokil lo, Rei! Masa lo minta cium sama dia? Yang benar saja!” kata Prita sambil tertawa.
“Ta, lo kalau ngoong jangan keras-keras, dong! Malu didengar orang!” tegur Reina.
“Hehehe… maaf. Gue masih kaget lo jadian dengan Kay, but, congrats. Akhirnya lo jadian juga dengan dia.”
“Lo tahu gue bakal jadian sama dia?” tanya Reina kaget.
“Bagaimana gue nggak tahu? Lo sering banget kasih Kay sinyal, tapi dianya yang nggak peka!” kata Prita.
Reina hanya nyengir lebar mendengarnya.
“Jadi… kapan, nih bayar pajaknya?” tanya Prita.
“Pajak apaan?”
“Pajak jadian dong! Lo kan baru saja jadian, jadi harus traktir gue!”
“Enak saja. Aturan dari mana tuh?”
“Aturan gue lah…” Prita terkekeh, “Itu sudah peraturan tak tertulis kalau ada yang jadian di depan gue, tuh orang harus membayar pajak jadiannya.”
“Bilang saja lo minta yang gratisan…” ujar Reina sambil menoyor kepala Prita, “Pakai alasan pajak jadian segala pula.”
“Lho, memang traktiran itu yang namanya pajak jadian.” Prita nyengir lebar, “Ayo deh, lo harus bayar pajak jadian lo ke gue. Perlu nggak nih kalau gue ajak teman-teman sekelas buat lo traktir juga?”
Belum sempat Reina menjawab, Prita sudah lebih dulu berteriak.
“Woii!! Teman-teman, kita bakal ditraktir sama Reina! Dia lagi ulang tahun hari ini!!”
“Prita!! Lo mau bikin gue bangkrut kurang dari sejam ya?!”
Prita hanya tertawa ngakak.

***

“Ah, Kay!”
Kay yang baru saja keluar dari kelas menoleh ketika mendengar suara Reina.
“Ah, hai, Princess,”
“Iih… jangan panggil aku dengan sebutan itu di sekolah, dong.” kata Reina setelah berdiri di hadapan Kay, “Baru keluar kelas?”
“Pelajaran Fisika. Kamu tahu sendiri aku paling benci pelajaran MAFIA. Mana pelajarannya lama banget pula.”
Reina hanya terkekeh mendengar keluhan Kay.
“Oh ya, kamu sudah makan?” tanya Reina.
“Ini baru mau ke kantin beli roti. Kenapa?”
“Aku sudah belikan kamu makanan,” Reina menunjukkan kantong plastic di tangannya. “Aku belikan kamu gorengan sama minuman kesukaanmu nih.”
“Tumben kamu traktir aku. Hari ini bukan hari ulang tahunku, kan?” kata Kay.
“Ya nggaklah… daripada kamu pergi ke kantin, sebentar lagi jam istirahat selesai. Jadi, aku belikan saja kamu gorengan. Kamu masih suka bakwan dan pisang goreng, kan?”
“Dua gorengan favoritku.” Kay tersenyum lebar, “Kamu memang penyelamatku, deh.”
“Nggak usah menggombal deh, Kay…”
Kay tertawa mendengar nada suara Reina yang agak merajuk.
“Ya sudah, terima kasih ya. Perlu kukasih hadiah apa, nih? Dicium atau dipeluk?”
“Kay, nggak perlu melucu, deh.”
“Aku serius, kok. Kamu mau dicium atau dipeluk?” kata Kay lagi, kali ini dengan wajah serius bercampur geli.
Reina memicingkan matanya melihat ekspresi wajah itu dan menyikut Kay tepat di dada.
“Aduh…”
“Itu akan kupikirkan nanti.” Kata Reina, “Yang jelas, makan dulu tuh gorengannya. Jam istirahat keburu habis, lho!”
“Iya, iya…”
“Kay, sini dulu deh.” kata Reina lagi.
“Apa?” Kay mengerutkan kening, “Eits, jangan coba-coba mencium pipiku lagi, ya. Kali ini aku nggak bakal tertipu.”
“Aish… Kay nggak asyik!”
Kay terkekeh dan kemudian menunduk sedikit sebelum akhirnya mencium pipi Reina. Gadis itu lantas mundur dan memandang Kay bingung.
“Sekarang, giliranku yang membalasnya.” Kay tersenyum, “Sana ke kelas. Nanti sepulang sekolah kita jalan-jalan lagi, sesuai janjiku kemarin.”
Kay masuk ke kelas sambil melambaikan tangan, sementara Reina hanya bisa melongo dengan sikap Kay barusan. Masih belum sadar kalau dia dicium oleh Kay.

***

Kay merenung di kursinya ketika pelajaran sedang berlangsung. Cowok itu tampak asyik bergelut dengan pikirannya sambil memandangi awan putih yang beriak di langit biru. Keningnya agak berkerut, tanda dia sedang memikirkan sesuatu.
Kenapa harus tiba-tiba?
Kay melirik ponsel yang tergeletak di atas meja di hadapannya. Tadi, dia baru saja mendapatkan pesan dari Tuan Aido. Dan isi pesan itu membuat Kay kepikiran sampai sekarang, hingga dia tidak konsentrasi dalam pelajaran.
Ia menyalakan kembali layar ponselnya, dan membaca lagi pesan yang dikirimkan oleh pelayan kepercayaan kakeknya itu beberapa menit yang lalu.
Kakek Anda ingin bertemu dengan Nona Reina. Tempat pertemuan sudah diatur, dan Anda diminta untuk pergi ke tempat pertemuan yang sudah ditentukan.
Itu isi pesan yang dikirimkan Tuan Aido beberapa menit lalu dan membuat Kay kepikiran sampai sekarang.
“Sebenarnya apa yang ingin dilakukan Kakek pada Reina?” gumam Kay, “Apa… ini ada hubungannya dengan cerita yang pernah Ayah ceritakan dulu?”
Tengah Kay sibuk melamun, guru yang mengajar di depan memanggilnya beberapa kali. Namun cowok itu tidak mendengarkan sama sekali hingga membuat guru itu mengambil tindakan melemparkan spidol yang dipegangnya pada Kay dan membuat cowok itu kaget.
“Y, ya Pak?”
“Kay Alfatio, apa yang sedang kamu lamunkan?” tegur gurunya dengan mata disipitkan.
“Err… tidak ada apa-apa, Pak.” kata Kay mencoba berkilah.
“Kalau begitu, apa kamu bisa mengerjakan soal-soal di halaman 34 dari nomor satu sampai lima?”
Kay langsung menatap buku pelajarannya dan mengumpat dalam hati. Soal-soal yang dimaksud oleh gurunya itu melampaui pemikiran Kay yang saat itu sedang kacau, alias Kay tidak bisa mengerjakannya!
Lagi-lagi aku bakal dihukum berdiri di depan kelas. Kata cowok itu dalam hati, pasrah dengan nasib yang akan menunggunya.

***

Reina baru saja akan menulis jawaban pada lembar jawabannya ketika ponsel yang ada di saku seragamnya bergetar. Gadis itu buru-buru mengambil ponselnya dan meletakkannya di bawah meja. Jari-jarinya yang sudah hafal letak tombol pada ponsel, membuka layar ponselnya dan melihat ada pesan yang masuk. Dari Kay.
From : Kay
To : Reina
Sekedar mengingatkan, setelah pulang sekolah kita jalan-jalan. Tapi sebelum itu aku ingin kamu menemaniku ke suatu tempat. Bisa, kan?
Reina membaca pesan itu dan tersenyum geli.
“Kay ada-ada saja, deh… tentu saja aku baka temani dia.” katanya pelan, lalu membalas pesan dari Kay.
From : Reina
To : Kay
Nggak perlu kamu minta juga bakal aku temani, kok J. Memangnya mau ke mana?
Setelah mengirimkan balasan, Reina kembali memusatkan perhatiannya pada lembar soal dan jawaban di hadapannya. Baru beberapa detik, ponselnya kembali bergetar.
From : Kay
To : Reina.
Ada saja. Pokoknya setelah pergi ke tempat yang bakal kukunjungi, aku bakal traktir kamu makan es krim coklat kesukaan kamu. Kamu suka Chocolate Ice Cream Café-latte, kan?

0 komentar:

Posting Komentar