Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Unmei Gokko - Chapter 11



Sakura mengikat rambutnya menjadi buntut kuda dan menatap cermin di depannya. Sebagian wajahnya terutup oleh perban karena matanya masih terluka dan belum sembuh benar. Tangannya terangkat menyentuh perban di wajahnya sementara bibirnya mengeluarkan helaan nafas.

Aku harus melakukannya. kata Sakura dalam hati.
Dia mennyampirkan senjatanya di pinggang kanan dan berjalan keluar kamar dan terkejut melihat seseorang ternyata sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
“Kuroki? Ada apa?”
Wanita berpakaian serba gelap itu mengulurkan sesuatu di tangannya.
“Bawalah ini, dan jangan katakan pada siapapun mengenai benda ini.” ujar Kuroki.
Sakura menerima benda yang diberikan Kuroki, sebuah kepingan berlian kecil berwarna keemasan yang sangat indah.
“Apa ini? Warnanya indah sekali.”
“Itu benda keberuntungan.” Kuroki tersenyum, “Benda itu akan menjagamu dan pengawalmu dari bahaya apa pun.”
Sakura mengangguk-angguk mengerti, tapi kemudian dia mengerutkan kening.
“Benda ini sangat kecil, Kuroki. Bagaimana bisa aku membawanya bersamaku?”
“Kalau itu, biar aku yang mengurusnya.”
Kuroki dan Sakura menoleh melihat Shirushi muncul di dekat mereka. Shirushi tersenyum lembut dan mengalungkan sesuatu ke leher Sakura.
“Liontin ini akan menjaga permata yang diberikan Kuroki.” Kata Shirushi, “Bersama dengan permata milikku.”
“Milikmu?”
“Aku juga mempunyai permata yang sama.” Kata Shirushi lagi, “Permata itu adalah jimat keberuntungan. Kamu harus menjaganya sebaik mungkin.”
“Permata yang sama?”
Sakura membuka bandul liontin yang dipasangkan oleh Shirushi tadi dan melihat permata keemasan yang sama dengan bentuk yang sedikit berbeda dari milik Kuroki.
“Permata ini… kenapa sepertinya aku pernah melihatnya?” kata Sakura, “Apa dulu permata ini adalah satu kesatuan?”
“Ya.” Kuroki mengangguk, “Permata ini sebenarnya adalah satu permata utuh, tapi kami membaginya menjadi empat, masing-masing dari kami memegang satu.”
“Oh…” Sakura mengangguk-angguk lagi. “Kalau begitu, di mana dua yang lainnya? Jika permata ini adalah satu kesatuan, maka semuanya harus terkumpul agar benar-benar menjadi satu kesatuan yang sempurna, kan?”
Shirushi tersenyum mendengar pertanyaan Sakura. Dia menggenggam tangan gadis itu dan mengetuknya pelan satu kali.
“Permata yang satu lagi ada diantara Aoryuu, Festialle, dan juga Vermillion.” Kata wanita itu, “Sedang permata yang terakhir ada di dalam dirimu. Aku yakin diantara mereka bertiga nanti ada yang akan memberikan permata itu padamu, tapi yang jelas permata terakhir ada di dalam dirimu sendiri, Miko Sakura.”
“Di dalam diriku… bagaimana bisa?”
“Kamu akan mengetahuinya nanti. Untuk saat ini kamu hanya harus melakukan apa yang menjadi dorongan hatimu, kan?”
“Oh, benar juga.” Sakura mengangguk, “Aku haurs ikut Minato melakukan Tatakatta—tidak, aku harus mencegahnya melakukan hal itu.”
“Benar.” Kuroki mengangguk, “Pergilah sekarang, Miko Sakura. Aku yakin Minato sedang menunggumu.”

---------

Ketika turun dari tangga, Sakura melihat Minato sudah siap. Pakaian pemuda itu sama seperti biasa, hanya saja kali ini tangan pemuda itu menggenggam sebuah pisau pendek yang belum pernah dilihat Sakura sebelumnya.
Minato menoleh kearahnya dan tersenyum.
“Sudah siap?”
Sakura mengangguk, “Apa itu pisau pendek? Tanto?” tanyanya menunjuk senjata di tangan Minato.
“Ya. Ini senjata pertamamu.”
“Senjata… pertamaku?” Sakura mengerutkan kening.
“Benar. Ini kutemukan bersama benda-benda lain dari time capsule yang dulu pernah kita kuburkan di padang bunga.” Kata Minato, “Ini adalah senjata yang kamu bawa sebelum kamu diangkat adik oleh Kak Setsuna.”
Minato menyerahkan pisau pendek itu pada Sakura. Gadis itu menerimanya dan melihat ukirannya yang berbentuk bunga kamelia berwarna merah di gagangnya. Sebuah permata berwarna keemasan yang sama persis seperti milik Kuroki dan Shirushi ada di sana, terletak di tengah gagang dengan tiga rongga lain yang kosong di dekatnya.
“Permata ini…”
“Hm? Kenapa dengan permata itu?”
“Permatanya sama.” Kata Sakura, “Permatanya sama seperti permata yang diberikan Kuroki dan Shirushi padaku.”
Sakura mengeluarkan dua permata yang diberikan Kuroki dan Shirushi, lalu memasangkannya di rongga tempat permata di pisau tersebut dan cocok. Ketiga permata itu bersinar berkilauan walau tanpa cahaya matahari. Sinarnya yang berwarna emas seolah memberikan kehangatan ke tangan Sakura.
“Ini… masih ada satu lagi tempat yang kosong.” kata Sakura, “Menurut Shirushi, ada satu permata lagi, dan aku tidak tahu di mana…”
Minato yang juga melihat permata itu hanya mengangguk-angguk.
“Tidak apa-apa, kita pasti akan menemukan permata yang satu lagi.” kata Minato, “Kita berangkat sekarang?”
“Ya. Aku siap.”
“Perlu kugendong?” Minato tersenyum lebar, “Siapa tahu kamu masih lemah—”
“Dan memberimu kesempatan untuk menggodaku? Tidak, terima kasih.” Balas Sakura sambil menyentil dahi Minato, “Aku tidak akan membiarkanmu menggodaku begitu saja, Minato.”
Minato tertawa dan mencium kening Sakura.
“Kalau begitu, kita berangkat sekarang. Kita akan menuntaskan semuanya malam ini juga.”

----------

Minato merasakan Sakura tampak lebih diam dari biasanya. Bahkan ketika mereka sudah sampai di tempat di mana Tatakatta akan berlangsung.
“Keiko, kamu tidak apa-apa kan?”
“Tidak apa-apa.” Sakura menggeleng, “Aku baik-baik saja kok.”
Minato tidak percaya pada ucapan Sakura tapi dia juga tidak ingin bertanya lebih jauh karena Neo dan yang lain sudah datang, dan entah kenapa di sekeliling mereka juga mulai berkerumun para Senshu dari kelompok lainnya.
“Ini seperti arena sirkus saja.” gumam Minato, “Pertarungan ini akan dilihat oleh orang banyak.”
“Kamu benar.” Sakura setuju, “Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi di sini.”
Kagene berjalan ke depan, dia menatap Minato dan Sakura.
“Terima kasih karena sudah mau datang kemari, Minato.” Kata Kagene, “Dan seperti kataku waktu itu, kita akan melakukan Tatakatta.”
“Ya.”
“Tapi bukan aku yang akan melawanmu. Aku akan menunjuk salah satu anggota kelompok Phoenix. Tidak masalah kan?”
“Tentu tidak. Memang siapa yang akan kamu pilih?” tanya Minato.
Kagene menatap kearah teman-temannya, kemudian menoleh lagi kearah Minato.
“Neo. Dia yang kupilih untuk melawanmu.”
Neo melangkah maju dan berdiri di samping Kagene. Mata Neo menatap kearah Minato dengan tatapan datar.
“Kamu tidak keberatan kalau harus melakukan Tatakatta dengan Neo, kan?” kata Kagene.
“Tentu saja tidak.” balas Minato.
“Kalau begitu, kita mulai sekarang.” Kagene mundur selangkah, “Pertarungan kalian tidak boleh lebih dari lima menit, peraturan Tatakatta kali ini sedikit kuubah karena Miko itu tidak akan memihak siapa-siapa.”
“Siapa pun yang diantara kalian harus mematuhi perkataan sang pemenang. Jika kamu yang menang, Minato, kami akan melepasmu dan akan menganggapmu sebagai musuh kami seperti halnya kelompok satu menganggap yang lain sebagai musuhnya. Dan jika Neo menang…”
“… kami akan membunuh Miko Sakura, tidak peduli kamu akan marah atau membantai kami.” Sambung Neo. “Setuju dengan peraturan kami?”
Minato mengerjap kaget mendengar persyaratan yang diucapkan mereka berdua. Matanya sempat melirik kearah Sakura yang berdiri di sebelahnya tapi gadis itu hanya diam. Di wajahnya tidak terlihat kegelisahan atau rasa takut sama sekali.
Sepertinya ini akan menjadi hal yang buruk. Kata Minato dalam hati.
Tapi dia tidak mungkin mengabaikan persyaratan itu. Tatakatta adalah peraturan mutlak bagi pemberontak dalam satu kelompok, jadi menentang persyaratan yang ada di dalamnya akan membuat Senshu yang melakukan Tatakatta dihukum mati saat itu juga.
“Baik, aku menerima syarat itu.” kata Minato.
“Bagus.”
Kagene mengangguk kearah Neo yang kemudian mengeluarkan senjatanya. Minato juga mengeluarkan senjatanya.
Sakura mundur beberapa langkah dan memberi ruang untuk Minato dan Neo bertarung. Dia menatap kearah Kagene yang juga menatap balik kearahnya.
Tatakatta dimulai!

***

Deuce berjalan masuk ke dalam ruangan di mana Ace alias Setsuna sedang duduk bersama Queen. Kedua wanita itu duduk berhadapan dan memejamkan mata, bermeditasi.
Deuce mendekati mereka berdua
 “Ace, Queen,”
Setsuna membuka mata lebih dulu dan menoleh kearah Deuce. Queen juga membuka matanya tapi pandangannya tetap lurus ke depan.
“Mereka melakukannya, Tatakatta.” Kata Deuce, “Sekarang, apa rencanamu?”
Setsuna berdiri dan menatap kearah jendela di dekatnya. Deuce menanti apa yang akan diucapkan oleh wanita itu.
“Kita akan mengakhiri semuanya. Pesta terakhir bagi para Senshu dan juga permainan ini.” kata Setsuna, “Kita akan mengakhiri apa yang sudah terjadi malam ini.”

0 komentar:

Posting Komentar