Haruto
baru saja kembali dari kantin ketika dia mendengar berita kalau Arisa pingsan
di kelasnya. Segera saja dia meninggalkan kelas dan langsung menuju ruang UKS
di mana Arisa berada. Ketika sampai di sana, dia melihat Arisa, juga
teman-temannya.
“Arisa?”
Arisa
mendongak dan melihat Haruto. Pemuda itu langsung berjalan kearahnya dan
menyentuh keningnya dengan telapak tangan.
“Apa
yang terjadi? Kamu pingsan lagi?” tanya Haruto.
“Dari
mana kamu tahu aku di sini?” tanya Arisa balik.
“Aku
hanya—tunggu, apa kamu menangis?”
“Hah?”
Arisa
menyentuh pipinya dan memang ada bekas airmata di sana.
“Aku
memang menangis.” kata Arisa, “Tapi sekarang tidak lagi.”
“Kamu
menangis karena apa?”
“Dia
menceritakannya pada kami.” Kata Mina.
“Apa?”
Haruto
menoleh kearah Mina, dan baru sadar kalau di wajah mereka ada raut seperti…
terkejut?
“Menceritakan
tentang apa?” tanya Minato.
“Tentang
traumanya.” Kali ini Tami yang menjawab, “Tadi di kelas ada yang menempel
artikel tentang Arisa, dan… dan Arisa pingsan entah karena apa setelah dia
merobek artikel itu dari papan tulis.”
“Artikel
tentang apa?”
“Artikel
tentang Arisa yang mencoba membunuh seseorang.” Kata Mina, “Tapi Arisa sudah
menceritakannya, dan kami mengerti semuanya. Sungguh.”
Haruto
melirik kearah Arisa yang diam dan tidak bersuara.
“Apa
artikel itu masih ada pada kalian?” tanya Minato lagi.
“Sudah
kurobek.” Sahut Arisa.
“Kenapa
kamu merobeknya?”
“Karena
itu membuatku teringat lagi dengan Kevin Woo!” kata Arisa, “Aku membencinya,
Haruto! Aku yakin kamu sudah tahu tentang hal ini dari kedua orangtuaku, dan
juga semua tentang apa yang pernah dilakukan pria itu padaku!”
“Aku
memang tahu, tapi seharusnya kamu tidak perlu takut lagi kan?”
“Tetap
saja…” Arisa menggeleng, “Aku melihatnya lagi tadi. Tepat di depan kelas.”
“Tepat
di depan kelas? Bukankah tidak ada orang asing di kelas selain teman-teman
kita?” tanya Tami.
“Tidak,
ada satu orang, dan itu adalah Kevin Woo. Dia masih ada, dan aku yakin dia akan
mencariku lagi.” kata Arisa, “Dia tidak akan melepaskanku bahkan walau aku
memang pernah nyaris membunuhnya.”
Haruto
menghembuskan nafas dan menggenggam tangan Arisa. Baru disadarinya tangan gadis
itu gemetar.
“Sudahlah,
tidak apa-apa.” kata Haruto, “Apa kamu tidak apa-apa kembali ke kelas lagi?”
“Tidak
tahu.” Arisa menghela nafas.
“Baiklah…”
Haruto mengangguk, lalu menoleh kearah Mina, “Apakah Arisa boleh pulang lebih
awal? Aku akan mengantarkannya pulang.”
“Aku
akan mengatakannya pada guru yang mengajar di kelas nanti.” Ujar Mina.
“Terima
kasih, dan… tolong, apapun yang dikatakan Arisa pada kalian tadi, bisakah
kalian merahasiakannya?”
“Tentu.”
Jawab Mina, “Tidak apa-apa, sejak awal kami tidak pernah berniat menghakimi
Arisa atau menjauhinya hanya karena dia punya masa lalu seperti itu.”
“Begitu…
sekali lagi, terima kasih.” Ujar Haruto, “Ayo, Arisa. Aku akan mengantarkanmu
pulang.”
“Apa
aku harus pulang?” tanya Arisa.
“Kamu
bilang kamu tidak tahu apakah kamu mau kembali ke kelas atau tidak, jadi
alternatif yang kupilih adalah kamu lebih baik pulang dan beristirahat.
Serangan yang biasa kamu dapatkan biasanya membuatmu lelah, kan?”
Arisa
mengerutkan kening mendengarnya, tapi dia tidak membantah lagi ketika Haruto
membantunya berjalan. Tami kembali ke kelas untuk mengambil tas Arisa sementara
Mina dan Debby mengikuti Haruto menuju mobil Haruto yang diparkir tidak jauh
dari aula pertemuan sekolah.
“Mina,”
tiba-tiba Arisa bersuara, “dan Debby juga Tami, terima kasih karena…
mendengarkan ceritaku dan tidak…”
“Tidak
apa-apa, Arisa.” Kata Debby sambil tersenyum lebar, “Setidaknya sekarang aku
punya senjata ampuh saat membuat kejutan untuk ulang tahunmu nanti.”
“Debby…”
Mina mendelik kearah Debby.
“Hanya
bercanda, kok. Seharusnya kami yang berterima kasih, Arisa. Karena kamu mau
mempercayai dan menceritakan pengalaman terburukmu pada kami. Seperti kata kami
tadi, kamu tidak perlu menanggung semuanya sendirian, kamu bisa berbagi pada
kami. Lagipula lebih baik semua yang kamu pendam kamu bicarakan secara terbuka
pada kami atau keluargamu, kan?”
“Ya,
aku tahu.” Arisa tersenyum kecil, “Terima kasih.”
“Sama-sama,
Arisa.” Kata Debby, “Hati-hati di jalan. Haruto, kamu jangan menyetir
ugal-ugalan, kalau tidak Arisa yang bakal celaka.”
“Memangnya
kamu kira aku anak kecil, perlu diberi nasihat? Aku sudah punya surat izin
mengemudiku sendiri, tahu!”
Debby
terkekeh mendenga ucapan Haruto.
“Nanti
malam kami akan menengok ke rumahmu.” Kata Mina.
“Ya.”
“Hei,
ini tasmu, Arisa!”
Tami
datang sambil menyodorkan tas Arisa pada pemiliknya.
Arisa
menaruh tas itu di pangkuannya dan menutup pintu mobil di sebelahnya. Haruto
yang sekarang sudah duduk di balik kursi pengemudi menyalakan mesin mobilnya
sebelum menjalankannya keluar dari lingkungan sekolah.
***
0 komentar:
Posting Komentar