Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Angel's Lullaby - Chapter 19 Bag.1



Haruto baru saja kembali dari kantin ketika dia mendengar berita kalau Arisa pingsan di kelasnya. Segera saja dia meninggalkan kelas dan langsung menuju ruang UKS di mana Arisa berada. Ketika sampai di sana, dia melihat Arisa, juga teman-temannya.

“Arisa?”
Arisa mendongak dan melihat Haruto. Pemuda itu langsung berjalan kearahnya dan menyentuh keningnya dengan telapak tangan.
“Apa yang terjadi? Kamu pingsan lagi?” tanya Haruto.
“Dari mana kamu tahu aku di sini?” tanya Arisa balik.
“Aku hanya—tunggu, apa kamu menangis?”
“Hah?”
Arisa menyentuh pipinya dan memang ada bekas airmata di sana.
“Aku memang menangis.” kata Arisa, “Tapi sekarang tidak lagi.”
“Kamu menangis karena apa?”
“Dia menceritakannya pada kami.” Kata Mina.
“Apa?”
Haruto menoleh kearah Mina, dan baru sadar kalau di wajah mereka ada raut seperti… terkejut?
“Menceritakan tentang apa?” tanya Minato.
“Tentang traumanya.” Kali ini Tami yang menjawab, “Tadi di kelas ada yang menempel artikel tentang Arisa, dan… dan Arisa pingsan entah karena apa setelah dia merobek artikel itu dari papan tulis.”
“Artikel tentang apa?”
“Artikel tentang Arisa yang mencoba membunuh seseorang.” Kata Mina, “Tapi Arisa sudah menceritakannya, dan kami mengerti semuanya. Sungguh.”
Haruto melirik kearah Arisa yang diam dan tidak bersuara.
“Apa artikel itu masih ada pada kalian?” tanya Minato lagi.
“Sudah kurobek.” Sahut Arisa.
“Kenapa kamu merobeknya?”
“Karena itu membuatku teringat lagi dengan Kevin Woo!” kata Arisa, “Aku membencinya, Haruto! Aku yakin kamu sudah tahu tentang hal ini dari kedua orangtuaku, dan juga semua tentang apa yang pernah dilakukan pria itu padaku!”
“Aku memang tahu, tapi seharusnya kamu tidak perlu takut lagi kan?”
“Tetap saja…” Arisa menggeleng, “Aku melihatnya lagi tadi. Tepat di depan kelas.”
“Tepat di depan kelas? Bukankah tidak ada orang asing di kelas selain teman-teman kita?” tanya Tami.
“Tidak, ada satu orang, dan itu adalah Kevin Woo. Dia masih ada, dan aku yakin dia akan mencariku lagi.” kata Arisa, “Dia tidak akan melepaskanku bahkan walau aku memang pernah nyaris membunuhnya.”
Haruto menghembuskan nafas dan menggenggam tangan Arisa. Baru disadarinya tangan gadis itu gemetar.
“Sudahlah, tidak apa-apa.” kata Haruto, “Apa kamu tidak apa-apa kembali ke kelas lagi?”
“Tidak tahu.” Arisa menghela nafas.
“Baiklah…” Haruto mengangguk, lalu menoleh kearah Mina, “Apakah Arisa boleh pulang lebih awal? Aku akan mengantarkannya pulang.”
“Aku akan mengatakannya pada guru yang mengajar di kelas nanti.” Ujar Mina.
“Terima kasih, dan… tolong, apapun yang dikatakan Arisa pada kalian tadi, bisakah kalian merahasiakannya?”
“Tentu.” Jawab Mina, “Tidak apa-apa, sejak awal kami tidak pernah berniat menghakimi Arisa atau menjauhinya hanya karena dia punya masa lalu seperti itu.”
“Begitu… sekali lagi, terima kasih.” Ujar Haruto, “Ayo, Arisa. Aku akan mengantarkanmu pulang.”
“Apa aku harus pulang?” tanya Arisa.
“Kamu bilang kamu tidak tahu apakah kamu mau kembali ke kelas atau tidak, jadi alternatif yang kupilih adalah kamu lebih baik pulang dan beristirahat. Serangan yang biasa kamu dapatkan biasanya membuatmu lelah, kan?”
Arisa mengerutkan kening mendengarnya, tapi dia tidak membantah lagi ketika Haruto membantunya berjalan. Tami kembali ke kelas untuk mengambil tas Arisa sementara Mina dan Debby mengikuti Haruto menuju mobil Haruto yang diparkir tidak jauh dari aula pertemuan sekolah.
“Mina,” tiba-tiba Arisa bersuara, “dan Debby juga Tami, terima kasih karena… mendengarkan ceritaku dan tidak…”
“Tidak apa-apa, Arisa.” Kata Debby sambil tersenyum lebar, “Setidaknya sekarang aku punya senjata ampuh saat membuat kejutan untuk ulang tahunmu nanti.”
“Debby…” Mina mendelik kearah Debby.
“Hanya bercanda, kok. Seharusnya kami yang berterima kasih, Arisa. Karena kamu mau mempercayai dan menceritakan pengalaman terburukmu pada kami. Seperti kata kami tadi, kamu tidak perlu menanggung semuanya sendirian, kamu bisa berbagi pada kami. Lagipula lebih baik semua yang kamu pendam kamu bicarakan secara terbuka pada kami atau keluargamu, kan?”
“Ya, aku tahu.” Arisa tersenyum kecil, “Terima kasih.”
“Sama-sama, Arisa.” Kata Debby, “Hati-hati di jalan. Haruto, kamu jangan menyetir ugal-ugalan, kalau tidak Arisa yang bakal celaka.”
“Memangnya kamu kira aku anak kecil, perlu diberi nasihat? Aku sudah punya surat izin mengemudiku sendiri, tahu!”
Debby terkekeh mendenga ucapan Haruto.
“Nanti malam kami akan menengok ke rumahmu.” Kata Mina.
“Ya.”
“Hei, ini tasmu, Arisa!”
Tami datang sambil menyodorkan tas Arisa pada pemiliknya.
Arisa menaruh tas itu di pangkuannya dan menutup pintu mobil di sebelahnya. Haruto yang sekarang sudah duduk di balik kursi pengemudi menyalakan mesin mobilnya sebelum menjalankannya keluar dari lingkungan sekolah.

***

0 komentar:

Posting Komentar