“Kamu
yakin kamu baik-baik saja?” tanya Haruto ketika mereka sudah sampai di depan
rumah Arisa.
“Ya.
Kurasa…” kata Arisa.
“Kamu
tidak baik-baik saja.” ujar Haruto, “Wajahmu masih pucat.”
Arisa
hanya diam. Dia melepas sabuk pengaman di kursinya dan segera keluar dari dalam
mobil diikuti Haruto. Kedua matanya agak menyipit melihat sinar matahari yang
tepat berada di atasnya.
“Sebaiknya
kamu masuk. Aku akan menghubungi Yuya atau Kak Reno untuk menemanimu di rumah.”
Kata Haruto.
“Tidak
perlu. Aku tidak mau membuat mereka khawatir.”
“Tidak
baik kalau kamu sendirian di rumah, Arisa.” Balas Haruto, “Atau kalau mau, aku
akan menemanimu di rumah.”
“Lalu
bagaimana dengan sekolahmu?” tanya Arisa, “Jangan bilang kamu bermaksud
membolos lagi.”
“Aku
memang berniat untuk membolos.” Jawab Haruto tersenyum lebar.
“Tidak
boleh! Kamu ini kenapa senang sekali membolos sih?”
“Karena
sebenarnya aku bisa saja lulus sekolah dengan mudah kalau saja aku tidak
meminta pada ayahku untuk memasukkanku ke sekolah biasa.” kata Haruto.
“Memangnya
kamu sangat jenius, ya?” kata Arisa, kemudian menggeleng, “Sudahlah, aku tidak
ingin berdebat. Aku hanya ingin istirahat saja sekarang ini.”
“Kalau
begitu, aku akan menghubungi Yuya atau Kak Reno dulu untuk menemanimu.”
“Tidak
perlu menghubungi mereka.” kata Arisa, “Sudah kukatakan aku tidak mau membuat
mereka khawatir.”
“Kalau
begitu, aku yang akan menemanimu.”
Arisa
mendelik kearah Haruto sementara cowok itu tersenyum lebar.
Tapi
kemudian Arisa menghela nafas dan berjalan kearah pintu pagar rumahnya.
“Terserah
kamu sajalah.” Kata gadis itu, yang langsung disambut oleh Haruto dengan
cengiran yang makin lebar.
***
Yuya
baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya setelah berjam-jam berkutat di ruang
rapat untuk membahas proyek perusahaannya berikutnya ketika sekretarisnya
memberikan sebuah map padanya.
“Apa
ini?” tanya Yuya sambil menerima map itu.
“Entahlah,
Pak. Tadi seorang kurir mengantarkannya untuk Anda pada saat rapat tadi.” jawab
sekretarisnya.
“Oh,
begitu…”
Yuya
membuka map itu dan menemukan sebuah amplop coklat besar di dalamnya. Merasa bingung,
dia membuka amplop coklat itu dan apa yang ada di dalamnya membuat raut
wajahnya berubah.
“Diana,
panggil kurir yang tadi membawa map ini dan suruh dia ke kantorku, secepatnya!”
***
0 komentar:
Posting Komentar