Leia’s Side
“Kenapa kau ada di sini?” tanyaku.
Yuzuki, pria yang dikenal
orang-orang sebagai salah satu dari Dua Ilmuwan Gila itu, berdiri di hadapan
kami dengan pakaian khas ilmuwan, jas putih panjang. Dia menatap kearah kami
dengan kening berkerut, namun bibirnya menyunggingkan senyum yang mengerikan.
“Kenapa? Tentu saja untuk menguji
coba percobaan baruku.” Katanya, “Apa kalian tidak melihat inkubator ini?”
Aku melihat inkubator di
sebelahnya, “Apa itu?”
“Percobaan baruku, tentu saja. Aku
mendapatkannya sudah sejak lama, tapi baru kali ini aku bisa menguji cobanya,
berkat bantuan Diva.”
“Kau bekerja sama dengan Diva?”
tanya Alice. “Sudah kuduga percobaanmu waktu itu sedikit mirip dengan metode
yang dilakukan Clematis. Rupanya kalian berdua bekerja sama…”
“Aku memang bekerja sama dengannya,
tapi tidak sepenuhnya aku terikat dengannya.” Kata Yuzuki, “Percobaan kali ini
murni aku yang melakukannya. Diva hanya membantuku memberikan tempat untuk
melakukan percobaanku saja.”
“Apa yang sedang kau rencanakan,
Yuzuki? Apa masih belum cukup kau kehilangan izin praktekmu di markas dan
menjadi orang buangan selama dua tahun?”
“Hmm… kurasa aku tidak mempermasalahkan
masalah itu sekarang ini.” ujar Yuzuki, “Tapi, apa kalian tidak melihat ini
semua? Terutama ini!”
Yuzuki menunjuk inkubator di
sebelahnya, “Ini adalah penemuan paling besar yang akan membuatku dikenal di
seluruh Edenia sebagai ilmuwan terbaik diantara yang terbaik! Aku tidak akan
memerlukan izin darimu lagi ketika aku memperlihatkan percobaan ini ke semua
orang.”
“Apa yang ada di dalam inkubator
itu, Yuzuki? Apa adikmu juga tahu tentang hal ini?” tanyaku.
“Mizuki tidak mengetahui
percobaanku ini, dan aku tidak berniat memberitahunya.” Kata Yuzuki, “Adikku
itu cenderung kolot pada sesuatu yang baru, walau dia masih muda, tapi
pikirannya benar-benar seperti orangtua.”
“Dan, apa kalian tidak bisa
melihatnya dengan jelas apa isi inkubator ini? Ayolah… kalian pasti tahu ini!”
Aku menatap lekat-lekat inkubator
itu dan samar-samar melihat sekelebat rambut sewarna kayu mahoni, sepasang mata
yang terpejam, dan…
“Oh, tidak… itu…”
“… Hanamura Fuyuki. Ibuku.” Kata
Alice dengan suara yang agak bergetar, “Hanazaki, beraninya kau!!”
Ya. Yang ada di dalam inkubator itu
sudah tentu si cloning nomor Sembilan, Hanamura Fuyuki, orang yang dicari Diva
selama ini.
Yuzuki tertawa melihat ekspresi
marah yang ditunjukkan Alice. Dia benar-benar tidak tahu malu rupanya.
“Tidak perlu marah, Komandan. Aku
hanya meminjam tubuh ibumu sebentar, dan setelahnya, aku akan mengembalikannya
secara utuh.” Kata Yuzuki. “Sebelum aku lupa, aku akan menunjukkan sesuatu pada
kalian.”
Yuzuki berjalan ke salah satu
tabung nuklir dan mengambil sesuatu dari sana. Ketika kembali, dia membawa
sebuah kotak berwarna hitam.
“Aku yakin kalian sedang mencari
ini.” katanya sambil membuka kotak itu dan memperlihatkan delapan kalung yang
kami cari, “Dan aku juga yakin, kalian ingin aku menyerahkan benda ini pada
kalian, kan?”
“Kau bisa menebaknya.” Kataku,
“Berikan semua kalung itu pada kami, Yuzuki.”
“Jika aku tidak mau? Ayolah…
rencana meledakkan Edenia itu luar biasa. Aku bahkan ingin sekali melihat kota
ini hancur lebur, dan tidak bersisa sama sekali.”
“Kau sakit, Yuzuki. Sangat sakit.”
“Terserah kalian ingin menyebutku
apa. Tapi aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalangiku untuk meneruskan
percobaan ini. Aku sudah menunggu lama untuk kesempatan ini dan tidak akan
kusia-siakan.”
“Kalau kau berani melakukannya, kau
harus menghadapi kami dulu.” Kata Alice, “Aku tidak akan membiarkanmu
mengutak-atik tubuh ibuku lebih jauh lagi. Dan juga, kau tidak bersenjata, itu
malah membuatmu berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, kan?”
“Siapa bilang aku tidak memiliki
senjata?”
Yuzuki menjentikkan jarinya dan
dari berbagai arah muncul sosok berpakaian serba hitam dan memiliki ekspresi
wajah datar dan… tunggu dulu.
Mereka robot?
“Mereka robot.” Kataku, “Kau yang
membuat mereka semua?”
“Tentu. Aku sudah membuat mereka
sejak Komandan mencabut izin dokterku. Dan kalian tahu, aku benar-benar
berterima kasih karena dia melakukan hal itu padaku sehingga aku bisa memiliki
waktu luang untuk membuat dan meningkatkan kemampuan mereka.”
Aku meneliti keadaan di sekitarku,
dan aku tahu keadaan kami tidak menguntungkan. Jumlah robot ini cukup banyak,
dan walau mereka hanya benda mati yang dikendalikan, aku bisa merasakan
kekuatan mereka nyaris setara dengan Diva dan juga Rei, bahkan lebih.
“Aku membuat mereka dari DNA
Hanamura Fuyuki, dan hasilnya cukup memuaskan.” Kata Yuzuki sambil tersenyum,
“Mereka adalah prototype terbaik dari
Proyek RE seratus tahun lalu.”
“Apa yang sebenarnya kau
rencanakan?” tanyaku, “Diva ingin menghancurkan Edenia, dan kau… apa tujuanmu?”
“Apakah aku harus benar-benar
menjawabnya? Bukankah kalian tahu apa yang sangat kuinginkan?”
Aku menatap Yuzuki lekat-lekat dan
mengerti apa yang sangat diinginkannya.
Pembalasan dendam. Sama seperti
yang diinginkan Diva.
“Kau ingin membalas dendam karena
aku yang membuat kedua orangtuamu terbunuh secara tidak langsung.” tanyaku,
“Aku benar, kan?”
“Bukan hanya itu saja, Leia. Aku
juga ingin para pemimpin di Edenia merasakan hal yang sama ketika mereka dengan
mudahnya memfitnah kedua orangtuaku sebagai Clematis. Mereka tidak tahu apa-apa
tentang proyek yang mereka setujui, dan kemudian menyangkalnya begitu saja
seolah-olah mereka tidak ada hubungannya dengan semua ini.”
“Kau marah pada mereka.”
“Aku tidak pernah marah, tapi aku
membenci mereka.” ujar Yuzuki, “Dan aku bekerja sama dengan Diva juga karena
kami memiliki dendam tersendiri pada kota ini, pada penduduknya, juga pada para
pemimpin bodoh itu.”
“Tapi, jika tanpa mereka, kota ini
tidak akan pernah ada dan kau juga Mizuki tidak akan pernah ada di sini,
Yuzuki.” Kata Alice, “Apa yang kau lakukan ini sangat salah.”
“Hanya aku yang boleh memutuskan
apakah yang kulakukan salah atau tidak.” balas Yuzuki, “Silakan kalian
bermain-main dengan robot-robot kesayanganku sementara aku melakukan pekerjaan
terakhirku hari ini.”
“Apa yang akan kau lakukan?”
“Sudah jelas, kan? Menghancurkan
Edenia.”
***
Rei’s Side
Pertarungan terus berlanjut, tapi aku tahu ada
batas di mana aku, Runa, maupun Diva akan kelelahan. Dan sekarang, Diva-lah
yang tampaknya mulai kelelahan. Nyaris beberapa kali dia terkena serangan yang
aku atau Runa lancarkan padanya.
Kali ini, Runa berhasil memukul
telak Diva dan membuat wanita itu mundur beberapa langkah. Tidak habis dengan
itu, Runa menusukkan katana-nya ke tubuh Diva, dan aku tahu, kami berdua sudah
menang.
“Rupanya… aku tidak bisa
meremehkanmu.” Kata Diva sambil meludahkan darah di mulutnya ke tanah. “Kau
benar-benar menjadi sangat kuat. Bahkan lebih kuat dari yang kuperkirakan
sebelumnya.”
“Aku harus berterima kasih padamu
untuk itu.” balas Runa, “Dan sebagai gantinya aku akan membunuhmu untuk
membalas kebaikanmu.”
“Pilihan yang sangat bijak. Tapi,
sayang, kau terlambat selangkah.”
“Apa?”
“Pria itu sudah memulai
percobaannya.” Kata Diva, “Dia akan menghancurkan Edenia, menggantikan diriku.”
“Pria itu?”
“Apakah aku harus membuatnya
menjadi jelas untuk kalian?” Diva tertawa, “Kalian membunuhku, dia yang menggantikanku
untuk bertindak. Tapi…”
Mata Diva melirik kearahku sekilas,
kemudian kearah Runa.
“… kurasa pria itu tidak akan bisa
menggantikanku. Karena dia tidak memiliki satu kunci yang kumiliki.”
“Nah, lepaskan katana-mu sekarang,
Fuyuki sayang, dan… bisakah aku minta tolong padamu? Bukan sebagai seorang
majikan pada bonekanya, tapi… lebih seperti permintaan.”
“Apa yang ingin kau minta dariku?”
tanya Runa, “Apa belum cukup dengan membunuhmu?”
“Tidak… itu tidak cukup… aku punya
satu permintaan, jika kau memang menginginkan kematianku, seperti yang kau
tunjukkan padaku sebelumnya.” ujar Diva, “Selamatkan… uhuk!!”
Runa melepaskan katana-nya
perlahan-lahan dan memegang tubuh Diva yang nyaris ambruk. Aku melihat bibir
Diva bergerak-gerak namun tidak bisa menangkap kata-katanya, dan kemudian,
kedua matanya menutup, tubuhnya juga tidak lagi bergerak.
Aku menghampiri Runa dan berjongkok
di sisinya. Wajahnya tampak datar dan tidak memiliki ekspresi, tapi matanya
mengatakan lain.
Ada kengerian tergambar jelas di
sana. Kengerian dan juga rasa terkejut.
“Runa, ada apa?”
Runa menggeleng dan meletakkan
tubuh Diva dengan hati-hati keatas tanah. Dia lalu menoleh-noleh, lalu
menatapku lekat-lekat dan membuatku mengerutkan kening.
“Rei, di mana Leia-san dan Mama?” tanyanya.
“Mereka mencari reactor nuklir yang
ingin diledakkan Diva.” Kataku, “Mereka sudah pergi sejak tadi.”
“S, sejak tadi?” tanyanya lagi,
“Rei, kita harus cepat-cepat menyusul mereka.”
“Memangnya kenapa? Apa yang
dikatakan Diva padamu?”
“Profesor Diva mengatakan padaku…
pria itu akan meledakkan reactor nuklir itu bersama dnegan Leia-san dan juga Mama… mereka berdua dalam
bahaya. Kita harus menyelamatkan mereka, Rei!”
“Meledakkan Leia dan Komandan?
Tapi… tapi siapa pria yang kamu maksud?”
“Yuzuki…”
“Apa?”
“Yuzuki. Nama pria yang dikatakan
Profesor Diva bernama Hanazaki Yuzuki.” Kata Runa lagi.
Detik itu juga aku yakin aku
membulatkan mataku karena kaget mendengar nama itu disebut.
***
Rei’s Side
Aku meletakkan tubuh Ayano ke dalam mobil. Runa
memintaku untuk tidak meninggalkan tubuh Ayano di sana begitu saja dan dia
tidak ingin ada orang lain yang mengetahui kalau Ayano adalah kloningnya. Jasad
Diva sendiri sudah kami bakar agar tidak ada orang yang bisa menggunakan tubuh
dan DNA-nya untuk hal yang sama seperti yang terjadi pada kami.
Aku menutup pintu mobil dan
menghampiri Runa yang menungguku tidak jauh dari tempat mobilku berada.
“Kamu sudah menghubungi Alex atau
Leon?” tanyanya.
“Sudah, dan mereka memberikanku
rincian di mana Leia dan Komandan berada.” jawabku. “Runa, apa benar… nama pria
yang disebut-sebut Diva tadi adalah Yuzuki?”
“Ya. Dia bilang pria itu jugalah
yang mengambil tubuh Hanamura Fuyuki darinya.” Kata Runa, “Rei, kamu mengenal
pria itu?”
“Err… ya.” aku mengangguk, “Dia
salah satu dokter yang dipercaya menangani mutasi DNA-ku bersama saudara
kembarnya, tapi… aku tidak tahu kalau dia seperti itu.”
Aku menghela nafas dan
menggelengkan kepala, “Sebaiknya kita segera pergi. Kalau benar seperti katamu
Leia dan Komandan dalam bahaya, kita tidak punya banyak waktu.”
“Mm.”
“Kalau begitu…”
Aku melingkarkan lenganku di
belakang punggung dan kedua kakinya, lalu mengangkatnya. Dia sempat memekik dan
menatapku bingung.
“Kenapa… kamu menggendongku?”
“Kamu pasti kelelahan karena
bertarung dengan Diva. Lagipula aku takut sindrom di tubuhmu malah makin
memburuk kalau kamu bergerak lagi sekarang.” kataku, “Jadi satu-satunya
pilihanku adalah menggendongmu, kan?”
“A, aku bisa berjalan sendiri. Kamu
tidak perlu menggendongku.”
“Tidak apa-apa. Lagipula aku juga
sangat ingin menggendongmu.” Aku membalas dengan senyum lebar, “Nah, pegangan
yang erat, karena aku akan berlari dengan sangat
cepat.”
***
Leia’s Side
Aku menghabisi satu robot lagi dan menarik
nafas dengan cepat, kemudian menyerang satu robot lagi. Begitu seterusnya sejak
Yuzuki memerintahkan para robotnya menyerangku dan Alice.
“Ini tidak akan ada habisnya.”
Kataku, “Kita harus menghentikan Yuzuki sebelum dia melakukan hal yang lebih
buruk dari ini.”
“Tapi, bagaimana? Robot-robot ini
terus menyerang dan tidak memberikan sedikit celah pada kita.” balas Alice di
sebelahku.
“Aku akan memikirkan caranya.”
Ujarku.
Aku kembali menyerang satu robot
dan menarik nafas. Aku melihat kearah Yuzuki yang sedang mengutak-atik sesuatu
di komputernya. Aku mencoba melihat lebih jelas apa yang sedang dilakukannya
dan melihat di layar komputer itu terdapat angka-angka yang menunjukkan waktu.
Sepertinya dari sanalah Yuzuki akan meledakkan reactor nuklir di sini. Dan… di
samping monitor terdapat sebuah kotak hitam yang lebih mirip seperti hard-cover novel…
“Itu tempat untuk meletakkan semua
bandul kalung itu.” kataku, “Alice, aku perlu bantuanmu!”
“Apa?”
“Incar kotak hitam itu.” aku
menunjuk kotak hitam di dekat layar monitor komputer, “Itu adalah tempat di
mana semua bandul itu akan diletakkan.”
Alice melihat kearah layar monitor,
dan juga kotak hitam itu. Dia mengangguk padaku dan merentangkan kedua
tangannya, menciptakan semacam tombak dari debu yang ada di sekitarnya.
Dugaanku tepat, kekuatan Alice memang tepat digunakan di saat seperti ini.
Alice melemparkan tombak itu tepat
kearah kotak hitam yang kutunjuk. Tapi bukannya mengenai tepat sasaran, tombak
itu justru seakan menghilang begitu saja saat hendak menyentuh kotak hitam itu.
Aku menoleh kearah Alice dan melihatnya menggeleng, pertanda tidak tahu.
“Sepertinya kotak itu dilindungi
oleh pelindung tak kasat mata.” kata Alice, “Senjataku tidak bisa
menyentuhnya.”
“Sial,” umpatku pelan, “Kalau
begini bagaimana kita menghentikan robot-robot pengganggu ini?”
Aku melirik kearah inkubator di
mana Hanamura Fuyuki yang asli sedang tertidur. Walau sudah lebih dari seratus
tahun, wajahnya masih sangat muda, hampir mirip seperti Runa.
Aku menyerang lagi. Kali ini aku
harus bisa mendekati komputer itu. Kalau tidak, ya…
… aku akan memikirkan cara lain.
Sial. Kondisi seperti ini tidak
akan membuatku bisa berpikir jernih!
Tengah aku memikirkan sesuatu agar
kami bisa menang, pintu penghubung tempat ini dan permukaan tiba-tiba terbuka
lebar.
Dan… seperti film pahlawan murahan,
putra kesayanganku datang, di saat yang benar-benar tepat.
Maaf, bukan berarti aku mau
menjelek-jelekkan putraku sendiri. Tapi kalau memang begitu kenyatannya, ya…
mau diapakan lagi?
***
Rei’s Side
Sepertinya kami tidak benar-benar terlambat
sampai ke tempat ini. Tapi aku melihat Leia dan Komandan sedang sibuk melawan
sekelompok robot berpakaian serba hitam sementara Yuzuki tengah sibuk dengan
komputer di hadapannya.
Dan aku menebak, apa yang
dikerjakan oleh Yuzuki adalah sesuatu yang berbahaya.
“Rei, inkubator itu…”
Aku melihat kearah inkubator di
samping komputer dan melihat seorang gadis berambut coklat di dalamnya.
“Hanamura Fuyuki,” kataku.
“Apa yang akan dilakukan pria itu
pasti sesuatu yang dimaksud Profesor Diva.” Kata Runa, “Aku akan menghentikan
apa yang akan dilakukannya, Rei bantu Mama dan Leia-san.”
“Baiklah,”
Aku menurunkannya dari gendonganku
dan dia dengan cepat berlari kearah Yuzuki.
Sementara aku, membantu dua wanita
yang penting bagi kami berdua.
0 komentar:
Posting Komentar