Rei’s Side
Aku terbangun dan sempat merasa bingung kenapa
di sekelilingku gelap. Tapi kemudian aku tersadar ketika melihat jam digital
yang kuletakkan diatas meja di sebelah tempat tidurku sudah menunjukkan pukul 7
malam.
Gawat. Aku kebablasan tidur lagi.
Selalu begini setiap kali aku tidur siang.
Aku menghembuskan nafas dan
mengusap wajahku dengan sebelah tangan, dan baru merasakan ada sesuatu yang
menindih tubuhku. Ketika aku melihat ke bawah, aku cukup terkejut melihat Runa
merebahkan kepalanya di dadaku dan tangannya menggenggam tanganku.
Hal pertama yang kupikirkan ketika
melihatnya adalah, kenapa dia bisa berada di sini, di atas tempat tidurku, dan
terlebih lagi tertidur di atas dadaku.
Aku mencoba merebahkan kepalanya di
sisi tubuhku. Dia bahkan tidak terbangun sedikitpun. Sepertinya dia benar-benar
tertidur nyenyak. Dan harus kuakui, wajahnya jadi tampak lebih manis setelah
Leia membawanya berjalan-jalan seharian ini. Aku juga baru sadar kalau bulu
matanya sangat lebat.
Kujulurkan tanganku menekan lampu
tidur di dekatku, tepat ketika dia bergerak dan matanya membuka perlahan.
“Kukira kamu tidak akan bangun.”
Kataku.
Dia mengerutkan keningnya bingung,
tapi kemudian segera terduduk tegak dan melihat sekeliling.
“Tenang… ini di kamarku. Kamu tadi
ketiduran diatas dadaku dan aku tidak tahu kenapa itu bisa terjadi.” ujarku
buru-buru ketika wajahnya menampakkan rasa takut. “Kenapa kamu bisa ketiduran
di sini?”
“Ah? Eh… aku berusaha membangunkanmu,
sore tadi.” katanya, “Tapi kamu lalu ngelindur dan memelukku.”
Aku mengerjapkan mata mendengarnya.
Berarti tadi aku setengah mengantuk dan menariknya ke tempat tidur dan
memeluknya? Oke. Itu adalah hal paling konyol yang pernah kulakukan ketika
ngelindur saat tidur siang. Tidak ada yang tahu selain Leia kalau aku sering
ngelindur ketika dibangunkan saat tidur siang.
“Well… kalau begitu aku minta maaf karena menarikmu tanpa permisi
dan membuatmu ikut ketiduran bersamaku.” Kataku.
Dia mengangguk pelan dan turun dari
tempat tidur. Aku sendiri mengikutinya dan meregangkan tubuhku sejenak.
“Tadi siang Leia-san bilang akan kemari,” katanya, “Dia
bilang akan datang sebelum makan malam.”
“Leia?”
“Ya. Dan sekarang… sepertinya sudah
larut malam?” dia melihat keluar jendela. “Aku akan memeriksa apakah Leia-san datang atau tidak.”
“Tidak perlu. Sepertinya dia sudah
berada di sini sejak tadi.”
Dia mengerutkan kening bingung dan
kemudian melihat ke belakang, tepat kearah pintu kamarku yang terbuka dan
siluet Leia yang tengah menatap kami berdua. Dan walau tidak terlalu kentara,
aku tahu dia sedang tersenyum-senyum melihatku dan Runa di satu kamar.
Sial. Dia pasti memikirkan yang
bukan-bukan.
“Makan malam sudah siap, kalian
berdua.” katanya sambil menyalakan lampu kamarku dengan sebuah cengiran lebar
di wajahnya.
Tuh, aku benar, kan?
“L, Leia-san…”
“Runa-chan, bisa bantu aku menata meja makan? Biarkan cowok tampan yang
ada di belakangmu itu membersihkan diri terlebih dahulu. Pasti dia ketiduran
tanpa mengganti seragamnya lagi.”
Aku menatap pakaian yang kukenakan,
dan memang, dari tadi siang aku belum berganti pakaian dan langsung tidur
begitu kepalaku menyentuh bantal.
Leia langsung menarik Runa keluar
dan mengedipkan mata padaku.
Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat
sikapnya yang tampak… mencurigakan, kalau tidak mau kusebut ingin tahu.
Aku lalu berjalan keluar kamar dan
langsung menuju kamar mandi. Setelah hampir setengah jam menghabiskan waktu di
kamar mandi dan kembali ke kamar untuk berganti baju, aku menuju ruang makan,
dan di sana Leia sedang asyik membuat jus apel dan tomat.
“Di mana Runa?” tanyaku sambil
duduk di kursi makan.
“Sedang mandi. Aku menyuruhnya
mandi ketika melihatmu sudah masuk kembali ke kamar.” jawabnya.
Aku manggut-manggut. Leia meletakkan
tiga gelas tinggi berisi jus apel dan tomat yang diberi toping krim dan susu.
Dia tahu kalau aku suka mencampur-campurkan krim dan susu di setiap minuman.
Apa? Aku memang terdengar seperti
anak kecil, tapi aku suka krim dan susu. Lagipula, itu adalah minuman
kesukaanku sejak kecil dan tidak pernah berubah walau aku mulai menyukai kopi
dan alcohol.
Leia duduk di seberangku dan
memasang senyum lebar saat dia menatapku.
“Apa?” tanyaku.
“Katakan padaku, apa tadi kalian
bermesraan di kamarmu?” tanyanya balik. “Karena ketika aku menanyakannya pada
Runa-chan, dia tampak malu-malu
ketika menjawab.”
“Memangnya dia menjawab apa?”
“Dia bilang dia mencoba
membangunkanmu tadi sore dan berakhir dipeluk olehmu karena kamu ngelindur.
Serius, deh Rei sayang, kalau lain kali kamu tidur siang, sebaiknya kunci pintu
kamarmu. Untungnya yang tahu kebiasaanmu ngelindur setiap tidur siang itu hanya
aku… dan sekarang Runa-chan. Kalau
Leon yang tahu, kamu tahu, kan apa yang terjadi?”
Ya. Kalau Leon tahu, dia pasti akan
mengejekku habis-habisan. Dan aku bakal mati saking malunya kalau hal itu
sampai ketahuan.
“Kamu harus mengubah kebiasaanmu
itu.” kata Leia lagi. “Kalau kamu melakukan itu pada setiap gadis, mungkin
mereka akan gembira bukan main, tapi padaku atau Runa, well… aku akan menghajarmu.”
“Yes, Ma’am.” Kataku sambil menyesap jus apelku pelan-pelan.
Runa keluar dari kamar mandi dan
dia langsung menuju kamarnya. Beberapa menit kemudian, dia keluar dengan sebuah
dress yang cukup manis. Warna nila
lembut. Sepertinya Leia yang memilihkan dress
itu karena kudengar Leia langsung berseru memuji Runa.
“Kamu manis sekali dengan dress itu. Pilihanku memang tidak
salah.” katanya.
Runa hanya tersenyum dan menatap
meja makan. Keningnya agak berkerut dan aku menarik kursi di sebelahku. Dia lalu
duduk di sana dan Leia lagi-lagi memasang cengir lebar di wajahnya.
“Nah, mari kita makan.” Kata Leia,
“Aku memasak hamburg daging dan juga
sup telur andalanku. Aku yakin kamu akan menyukainya, Runa-chan. Makan yang banyak, ya?”
“Iya,” Runa tersenyum dan
mengangguk.
Kami bertiga makan dalam diam.
Sesekali Leia dan aku membicarakan masalah pekerjaan, terkadang Leia juga
mengajak Runa berbicara tentang jalan-jalan bersama lain kali.
“Di dekat sini ada taman yang
indah,” ujar Leia, “Tapi taman itu terbengkalai karena sekarang ada taman yang
lebih besar dan bagus daripada taman itu. Rei sering ke taman itu daripada
taman yang baru dibangun, lho.”
“Benarkah?” Runa tampak tidak
tertarik, “Aku belum pernah ke taman sebelumnya, karena…”
Aku langsung mengerling padanya,
dan dia buru-buru menutup mulut.
“Karena apa, Runa-chan?” tanya Leia.
“Err… karena… karena aku tidak
pernah ke taman karena… tuntutan pekerjaanku, kan? Aku seorang penjaga, jadi…
begitulah.” Kata Runa. “Selain itu, aku lupa apakah aku pernah ke taman atau
tidak.”
“Hmm… benar juga. Dan karena kamu
juga hilang ingatan, pasti berat bagimu untuk mengingatnya.” Leia tersenyum,
“Tapi, jangan khawatir. Rei pasti akan membawamu ke taman itu. Iya, kan Rei?”
Aku hanya mengangguk dan memakan
makan malamku.
Setelah selesai makan malam dan
mencuci piring, Leia mengobrol bersama Runa di ruang tamu ditemani minuman
coklat hangat buatanku. Sekarang sudah hampir mendekati musim dingin, dan cuaca
pada malam hari lebih dingin daripada di siang hari.
Aku memperhatikan mereka mengobrol
dan menyesap coklat hangatku. Pandanganku sesekali tertuju pada TV yang menyala
di depan kami. Tidak ada yang menarik dari apa yang ditayangkan di TV, tapi aku
juga tidak tahu mau melakukan apa karena aku masih harus mengawasi Runa.
Gadis itu tampak diam dan
mendengarkan dengan tekun, seperti yang dilakukannya tadi pagi. Sesekali ia
menjawab kalau ditanya. Tapi, dia lebih banyak diam. Terkadang dia juga
mengerutkan kening dan tampak kesakitan. Namun, Leia tidak memperhatikan raut
kesakitan Runa, justru aku yang memperhatikannya.
Aneh. Kenapa dia tampak kesakitan
seperti itu?
0 komentar:
Posting Komentar