Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

RE - Chapter 8



Rei’s Side
Aku terbangun dan sempat merasa bingung kenapa di sekelilingku gelap. Tapi kemudian aku tersadar ketika melihat jam digital yang kuletakkan diatas meja di sebelah tempat tidurku sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Gawat. Aku kebablasan tidur lagi. Selalu begini setiap kali aku tidur siang.

Aku menghembuskan nafas dan mengusap wajahku dengan sebelah tangan, dan baru merasakan ada sesuatu yang menindih tubuhku. Ketika aku melihat ke bawah, aku cukup terkejut melihat Runa merebahkan kepalanya di dadaku dan tangannya menggenggam tanganku.
Hal pertama yang kupikirkan ketika melihatnya adalah, kenapa dia bisa berada di sini, di atas tempat tidurku, dan terlebih lagi tertidur di atas dadaku.
Aku mencoba merebahkan kepalanya di sisi tubuhku. Dia bahkan tidak terbangun sedikitpun. Sepertinya dia benar-benar tertidur nyenyak. Dan harus kuakui, wajahnya jadi tampak lebih manis setelah Leia membawanya berjalan-jalan seharian ini. Aku juga baru sadar kalau bulu matanya sangat lebat.
Kujulurkan tanganku menekan lampu tidur di dekatku, tepat ketika dia bergerak dan matanya membuka perlahan.
“Kukira kamu tidak akan bangun.” Kataku.
Dia mengerutkan keningnya bingung, tapi kemudian segera terduduk tegak dan melihat sekeliling.
“Tenang… ini di kamarku. Kamu tadi ketiduran diatas dadaku dan aku tidak tahu kenapa itu bisa terjadi.” ujarku buru-buru ketika wajahnya menampakkan rasa takut. “Kenapa kamu bisa ketiduran di sini?”
“Ah? Eh… aku berusaha membangunkanmu, sore tadi.” katanya, “Tapi kamu lalu ngelindur dan memelukku.”
Aku mengerjapkan mata mendengarnya. Berarti tadi aku setengah mengantuk dan menariknya ke tempat tidur dan memeluknya? Oke. Itu adalah hal paling konyol yang pernah kulakukan ketika ngelindur saat tidur siang. Tidak ada yang tahu selain Leia kalau aku sering ngelindur ketika dibangunkan saat tidur siang.
Well… kalau begitu aku minta maaf karena menarikmu tanpa permisi dan membuatmu ikut ketiduran bersamaku.” Kataku.
Dia mengangguk pelan dan turun dari tempat tidur. Aku sendiri mengikutinya dan meregangkan tubuhku sejenak.
“Tadi siang Leia-san bilang akan kemari,” katanya, “Dia bilang akan datang sebelum makan malam.”
“Leia?”
“Ya. Dan sekarang… sepertinya sudah larut malam?” dia melihat keluar jendela. “Aku akan memeriksa apakah Leia-san datang atau tidak.”
“Tidak perlu. Sepertinya dia sudah berada di sini sejak tadi.”
Dia mengerutkan kening bingung dan kemudian melihat ke belakang, tepat kearah pintu kamarku yang terbuka dan siluet Leia yang tengah menatap kami berdua. Dan walau tidak terlalu kentara, aku tahu dia sedang tersenyum-senyum melihatku dan Runa di satu kamar.
Sial. Dia pasti memikirkan yang bukan-bukan.
“Makan malam sudah siap, kalian berdua.” katanya sambil menyalakan lampu kamarku dengan sebuah cengiran lebar di wajahnya.
Tuh, aku benar, kan?
“L, Leia-san…”
“Runa-chan, bisa bantu aku menata meja makan? Biarkan cowok tampan yang ada di belakangmu itu membersihkan diri terlebih dahulu. Pasti dia ketiduran tanpa mengganti seragamnya lagi.”
Aku menatap pakaian yang kukenakan, dan memang, dari tadi siang aku belum berganti pakaian dan langsung tidur begitu kepalaku menyentuh bantal.
Leia langsung menarik Runa keluar dan mengedipkan mata padaku.
Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat sikapnya yang tampak… mencurigakan, kalau tidak mau kusebut ingin tahu.
Aku lalu berjalan keluar kamar dan langsung menuju kamar mandi. Setelah hampir setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi dan kembali ke kamar untuk berganti baju, aku menuju ruang makan, dan di sana Leia sedang asyik membuat jus apel dan tomat.
“Di mana Runa?” tanyaku sambil duduk di kursi makan.
“Sedang mandi. Aku menyuruhnya mandi ketika melihatmu sudah masuk kembali ke kamar.” jawabnya.
Aku manggut-manggut. Leia meletakkan tiga gelas tinggi berisi jus apel dan tomat yang diberi toping krim dan susu. Dia tahu kalau aku suka mencampur-campurkan krim dan susu di setiap minuman.
Apa? Aku memang terdengar seperti anak kecil, tapi aku suka krim dan susu. Lagipula, itu adalah minuman kesukaanku sejak kecil dan tidak pernah berubah walau aku mulai menyukai kopi dan alcohol.
Leia duduk di seberangku dan memasang senyum lebar saat dia menatapku.
“Apa?” tanyaku.
“Katakan padaku, apa tadi kalian bermesraan di kamarmu?” tanyanya balik. “Karena ketika aku menanyakannya pada Runa-chan, dia tampak malu-malu ketika menjawab.”
“Memangnya dia menjawab apa?”
“Dia bilang dia mencoba membangunkanmu tadi sore dan berakhir dipeluk olehmu karena kamu ngelindur. Serius, deh Rei sayang, kalau lain kali kamu tidur siang, sebaiknya kunci pintu kamarmu. Untungnya yang tahu kebiasaanmu ngelindur setiap tidur siang itu hanya aku… dan sekarang Runa-chan. Kalau Leon yang tahu, kamu tahu, kan apa yang terjadi?”
Ya. Kalau Leon tahu, dia pasti akan mengejekku habis-habisan. Dan aku bakal mati saking malunya kalau hal itu sampai ketahuan.
“Kamu harus mengubah kebiasaanmu itu.” kata Leia lagi. “Kalau kamu melakukan itu pada setiap gadis, mungkin mereka akan gembira bukan main, tapi padaku atau Runa, well… aku akan menghajarmu.”
Yes, Ma’am.” Kataku sambil menyesap jus apelku pelan-pelan.
Runa keluar dari kamar mandi dan dia langsung menuju kamarnya. Beberapa menit kemudian, dia keluar dengan sebuah dress yang cukup manis. Warna nila lembut. Sepertinya Leia yang memilihkan dress itu karena kudengar Leia langsung berseru memuji Runa.
“Kamu manis sekali dengan dress itu. Pilihanku memang tidak salah.” katanya.
Runa hanya tersenyum dan menatap meja makan. Keningnya agak berkerut dan aku menarik kursi di sebelahku. Dia lalu duduk di sana dan Leia lagi-lagi memasang cengir lebar di wajahnya.
“Nah, mari kita makan.” Kata Leia, “Aku memasak hamburg daging dan juga sup telur andalanku. Aku yakin kamu akan menyukainya, Runa-chan. Makan yang banyak, ya?”
“Iya,” Runa tersenyum dan mengangguk.
Kami bertiga makan dalam diam. Sesekali Leia dan aku membicarakan masalah pekerjaan, terkadang Leia juga mengajak Runa berbicara tentang jalan-jalan bersama lain kali.
“Di dekat sini ada taman yang indah,” ujar Leia, “Tapi taman itu terbengkalai karena sekarang ada taman yang lebih besar dan bagus daripada taman itu. Rei sering ke taman itu daripada taman yang baru dibangun, lho.”
“Benarkah?” Runa tampak tidak tertarik, “Aku belum pernah ke taman sebelumnya, karena…”
Aku langsung mengerling padanya, dan dia buru-buru menutup mulut.
“Karena apa, Runa-chan?” tanya Leia.
“Err… karena… karena aku tidak pernah ke taman karena… tuntutan pekerjaanku, kan? Aku seorang penjaga, jadi… begitulah.” Kata Runa. “Selain itu, aku lupa apakah aku pernah ke taman atau tidak.”
“Hmm… benar juga. Dan karena kamu juga hilang ingatan, pasti berat bagimu untuk mengingatnya.” Leia tersenyum, “Tapi, jangan khawatir. Rei pasti akan membawamu ke taman itu. Iya, kan Rei?”
Aku hanya mengangguk dan memakan makan malamku.
Setelah selesai makan malam dan mencuci piring, Leia mengobrol bersama Runa di ruang tamu ditemani minuman coklat hangat buatanku. Sekarang sudah hampir mendekati musim dingin, dan cuaca pada malam hari lebih dingin daripada di siang hari.
Aku memperhatikan mereka mengobrol dan menyesap coklat hangatku. Pandanganku sesekali tertuju pada TV yang menyala di depan kami. Tidak ada yang menarik dari apa yang ditayangkan di TV, tapi aku juga tidak tahu mau melakukan apa karena aku masih harus mengawasi Runa.
Gadis itu tampak diam dan mendengarkan dengan tekun, seperti yang dilakukannya tadi pagi. Sesekali ia menjawab kalau ditanya. Tapi, dia lebih banyak diam. Terkadang dia juga mengerutkan kening dan tampak kesakitan. Namun, Leia tidak memperhatikan raut kesakitan Runa, justru aku yang memperhatikannya.
Aneh. Kenapa dia tampak kesakitan seperti itu?

0 komentar:

Posting Komentar