Runa’s Side
Di pusat perbelanjaan, Rei mengajakku, mengajak
kami semua, pergi menuju lantai atas salah satu gedung tertinggi di sana. Rei
mengajak kami menaiki sebuah lift yang sepertinya diperuntukkan untuk orang-orang
yang memiliki akses khusus ke gedung ini.
“Rei, memangnya kita mau ke mana?”
tanya Alex, “Bukankah ini gedung pusat perbelanjaan yang lama?”
“Memang. Tapi kita kemari bukan
untuk berbelanja.” Kata Rei, lalu menoleh kearah Leia. “Kamu sudah membawa semua
yang kuminta, kan?”
“Tentu saja.” Leia menunjukkan
keranjang besar yang dibawanya. “Semuanya ada di dalam sini.”
Aku menatap bingung keranjang besar
di tangannya, tapi tidak bertanya apa-apa.
Pintu lift terbuka dan kami semua
keluar. Ketika itulah mataku menangkap warna hijau di hadapan kami, dan aku
terkejut melihat ada sebuah lapangan rumput hijau terbentang di hadapanku. Ada
beberapa bangku di lapangan ini, dan pohon-pohon yang rindang.
“Wow,” Leon bersiul di sebelahku, “Tempat
ini keren!”
“Dari mana kamu tahu tempat seperti
ini, Rei?” tanya Alex.
“Kebetulan aku pernah mendengar
kalau atap gedung ini dijadikan sebuah taman.” kata Rei, “Dan aku sudah
beberapa kali berkunjung ke sini.”
“Kau selalu bisa menemukan tempat
yang bagus di semua distrik. Pasti karena koneksimu, kan?” ujar Leon, “Lalu,
sebenarnya apa yang kamu bawa dalam keranjang itu, Leia?”
“Bekal makanan.” Leia tersenyum
lebar, “Kemarin malam Rei meneleponku dan menyuruhku untuk membuat bekal
makanan yang cukup untuk kita berlima. Dan aku membawa tikar juga, jadi tidak
perlu khawatir kita akan duduk di mana.”
Jadi itu sebabnya kemarin malam Rei
menelepon ketika Leia baru saja pulang?
“Dingin-dingin begini kita piknik?”
Alex mengangkat sebelah alisnya kearah Rei, “Kadang kalau kau berkemauan memang
tidak main-main, ya?”
Rei hanya tersenyum lebar dan
menggamit tanganku, “Kalau begitu, silakan kalian mencari tempat yang cocok
untuk piknik kita sementara aku mau menunjukkan sesuatu pada Runa.”
“Memangnya kita akan ke mana?”
“Rahasia. Ikut saja aku.” katanya.
“Hei, Rei, boleh aku ikut?” tanya
Leon.
“Sebaiknya kau bantu Leia dan
jangan mengikuti kami.” Balas Rei, “Ayo, Runa, sebelum playboy ini mengikuti kita.”
Rei langsung membawaku menjauh dari
mereka bertiga. Aku menatap tanganku yang digenggamnya dan merasakan pipiku
memanas.
Dia membawaku ke sisi atap gedung
yang berpagarkan teralis setinggi pinggangku. Aku agak menjauh dari tepi atap
karena aku takut dengan ketinggian. Memang selama aku menjadi Claydoll aku tidak memiliki perasaan
apapun kecuali kesenangan membunuh, dan itupun karena pengaruh obat. Kalau
dalam keadaan sadar sepenuhnya seperti ini?
Tentu saja aku takut.
“Rei, aku takut ketinggian.” Kataku
memegang tangannya erat-erat.
“Tidak perlu takut. Lagipula yang
mau kutunjukkan bukan ketinggian ini, tapi itu.”
Aku menatap kearah yang ditunjuknya
dan terpana melihat pemandangan di semua distrik. Gedung-gedung di Distrik Tiga
seakan bercampur dengan padang rumput di perbatasan dan walau dibatasi garis
tipis yang aku tahu sebagai dinding pembatas semua distrik, semuanya tampak
menyatu. Aku bahkan bisa melihat kabut awan yang menyelimuti Distrik Enam yang
dikenal sebagai distrik penghasil bahan dan kain terbaik.
“Wah…”
“Keren, kan? Dari sini kita bisa
melihat semua distrik tanpa terhalangi apapun. Mungkin sedikit terhalangi
karena awan kabut ini, tapi setidaknya kita bisa melihat pemandangan ini tanpa
terhalangi apapun.” Ujar Rei, “Ini adalah salah satu tempat favoritku.”
“Ini keren sekali.” Kataku, “Aku
belum pernah berada di tempat setinggi ini dan melihat pemandangan seluruh
distrik.”
“Jadi, ini pengalaman baru yang
menyenangkan atau tidak?”
“Tentu saja ini menyenangkan.” Aku
tersenyum lebar, “Kurasa kamu akan menang dari pertandinganmu dengan Leia-san.”
Dia tertawa dan merengkuh bahuku,
“Kuharap demikian.” Katanya.
Aku yakin pipiku kembali memanas
ketika Rei menyandarkan pipinya di atas kepalaku. Dan rengkuhannya di bahuku…
Tiba-tiba angin berhembus kencang
dan membuatku harus menutup mata karena takut ada sesuatu yang masuk ke mataku.
Topiku tiba-tiba ikut terbang bersama angin dan aku refleks mencoba
menangkapnya. Namun, tanpa sengaja aku tersandung sesuatu dan kehilangan
keseimbanganku dan jatuh keatas rumput.
“Kyaa!!”
“Runa!”
Kami berdua terjatuh, dengan tangan
Rei menahan kepalaku agar tidak terantuk tanah. Sebelah tangannya memeluk
pinggangku.
“Kenapa kamu—”
“Topiku diterbangkan angin…” kataku
sambil menatapnya.
Dan saat itulah aku melakukan
kesalahan. Aku menatap mata birunya dan lagi-lagi merasa terbius dengan warna
matanya yang sewarna langit biru. Mataku nyaris tidak berkedip menatap matanya
yang balas menatapku balik.
Jantungku berdebar keras ketika
merasakan hembusan nafasnya di pipiku. Astaga… wajah kami bahkan sangat dekat!
Sebelah tangan Rei yang tadi
memeluk pinggangku kini menyentuh wajahku dan mengelusnya perlahan. Matanya
tidak lepas dari wajahku dan ini membuatku bertambah gugup. Dia mengelus
wajahku dengan lembut dan aku tidak kuasa menahan diri untuk menutup mata dan
membiarkan sensasi yang ditimbulkan oleh sentuhannya padaku.
“Runa,”
Aku membuka mataku dan melihat Rei
mendekatkan wajahnya lebih padaku.
Dan entah siapa yang memulai, bibir
kami berdua sudah bertaut. Awalnya aku terkejut dan hendak melepaskan diri,
namun tangannya yang menyangga kepalaku menahanku dan dia memiringkan
kepalanya, menciumku lebih dalam. Aku hanya bisa pasrah dan membiarkannya.
Lama bibir kami bertaut, dan ketika
Rei melepaskan ciumannya, dia tersenyum dan membuat pipiku merah.
“Manis,” katanya sambil mencium
singkat bibirku dan menjilat bibirnya sendiri, “Bibirmu rasanya manis.”
Ucapan itu malah makin membuat
pipiku memanas. Dan aku yakin wajahku sudah sewarna merah tomat.
Rei tertawa kecil menatap wajahku,
“Aku tidak tahu kamu bisa malu juga.” Katanya.
“T, tentu saja aku bisa malu!”
balasku, “Dan tadi itu…”
“Ciuman pertamamu? Kalau begitu
sama denganku.” katanya lagi, membuatku sedikit terbelalak, “Aku tidak pernah
mencium seseorang sebelumnya, setidaknya sampai saat ini. Dan tadi aku tidak
tahan untuk menggodamu.”
“Apa kamu mulai tertular sifat Leon?”
tanyaku. “Kamu sekarang mirip penggoda wanita.”
“Benarkah?” dia tersenyum lebar,
“Tapi kurasa aku hanya bisa menggodamu. Kalau dengan gadis lain… kurasa tidak.”
Jantungku melonjak ketika
mendengarnya. Rei mencium pipiku dan kemudian membantuku duduk. Kami duduk
saling berhadapan dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menunduk karena
malu.
“Jangan menundukkan wajahmu seperti
itu.” Rei mendongakkan wajahku, “Aku suka melihat wajahmu yang memerah.”
“Kenapa?”
“Kenapa apanya?”
“Kenapa… kamu hanya bisa menggodaku
sementara tidak pada gadis lain?” tanyaku.
“Hmm… mungkin karena aku suka
melihat pipimu memerah seperti ini?” katanya sambil tersenyum lebar.
“Kamu benar-benar menjadi seorang
penggoda, Rei.” kataku gugup.
“Hanya untukmu.” Dia lagi-lagi
mencium bibirku dan kali ini aku tidak menolak.
***
Rei’s Side
Aku tidak tahu setan apa yang merasukiku untuk
mencium Runa. Tapi aku harus mengakui, aku benar-benar tergoda melihat
penampilannya, terutama ketika kami berdua terjatuh dan mata ungu lebarnya itu menatapku.
Sial. Rasanya aku terbius dengan matanya yang seperti bola kaca itu, yang
ngomong-ngomong, kuterima dengan senang hati.
Setelah menciumnya untuk yang…
ketiga kali (atau empat?) aku tersenyum melihat pipinya memerah. Kuelus
wajahnya dan dia memejamkan matanya.
Ketika aku menyentuh telinga
kanannya, aku merasakan sesuatu yang mengganjal di sana. Kusibakkan sedikit
rambutnya dan melihat ada sebuah anting bulat berwarna biru yang menempel di
sana. Anting bulat itu tampak biasa, namun entah kenapa otakku langsung
merespon sebuah ingatan di masa lalu ketika melihat anting itu.
Ini anting yang sama dengan anting
yang kupakai di telinga kiriku.
“Anting ini…” aku menyentuh anting
itu dan membuat Runa membuka matanya, “… darimana kamu mendapatkannya?”
“Anting ini sudah menempel di
telinga kananku sejak lama.” katanya, “Bahkan mungkin sebelum aku menjadi Claydoll. Anting ini satu-satunya benda
yang menghubungkanku dengan masa laluku yang tidak bisa kuingat.”
Aku tertegun mendengar ucapannya.
Tanganku terdiam di telinganya sementara otakku berpikir keras.
Anting
ini… anting yang sama dengan yang dipakai Runa waktu kecil. Anting yang
diberikan oleh ibu panti asuhan tempat kami tinggal sebagai hadiah ulang tahun
kami yang ke-8.
“Rei? Ada apa?”
“Tidak ada apa-apa,” aku
menggeleng, “Sebaiknya kita kembali ke tempat Leia dan yang lain. Mereka pasti
sudah menunggu kita.”
Aku membantunya berdiri dan
membersihkan rumput yang menempel di pakaiannya. Kemudian mencuri ciuman di
pipinya hingga membuatnya tersentak kaget.
“R, Rei!”
“Hm? Kenapa tidak boleh? Tadi kita
juga sudah berciuman, kan?”
“Iya, sih. Tapi, kan…” pipinya
kembali memerah dan itu membuatku tidak bisa menahan diri untuk tertawa geli.
“Ayo, ohime-sama.” Kataku sambil menggamit lengannya.
***
Rei’s Side
Piknik kami siang itu cukup menyenangkan. Dan
aku senang Runa banyak tertawa hari ini. Dia jadi tampak lebih manis kalau
seperti itu.
Oke… bukan maksudku untuk
menggombal, tapi kalau itu memang faktanya, ya… mau bagaimana lagi?
“Hari ini aku akan ke rumahmu lagi,
Rei.” kata Leia sambil meminum tehnya, “Ada beberapa berkas laporan yang harus
kita bicarakan.”
Aku mengangguk mengerti dan memakan
onigiri[1]
isi ayam goreng di tanganku.
Hmm… masakan Leia memang enak.
Tidak salah aku memintanya menyiapkan bekal piknik kami hari ini. Daripada
membeli di supermarket, lebih baik membuat sendiri, kan?
“Oh ya, setelah ini kita akan ke
mana?” tanya Leon, “Bagaimana kalau kita pergi ke karaoke? Aku tahu tempat
karaoke yang bagus di dekat sini.”
“Kurasa aku tidak bisa ikut. Aku harus
mengantar keponakanku ke Distrik Dua untuk menemui pelatih yang melatihnya
berenang.” Kata Alex.
“Sayang sekali kamu tidak bisa
ikut, Lex.” Kata Leia, “Padahal aku ingin kamu mencicipi resep masakan
terbaruku.”
“Lain kali saja,” Alex tertawa,
kemudian melirik jam tangannya. “Kurasa aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa
besok di tempat kerja.”
Kami mengawasi kepergian Alex, dan
ketika dia sudah menghilang di balik pintu lift, Leon tiba-tiba ‘berkicau’
lagi.
“Jadi… kita mau ke mana lagi
setelah ini?”
[1] Nasi kepal. Biasanya diberi
isian ayam, sayur, dan lain-lain sesuai selera dan dibungkus dengan rumput
laut.
0 komentar:
Posting Komentar