“Sedang menertawakan apa?”
Haruto menoleh dan melihat temannya, Kay,
berdiri di depannya.
“Tidak ada apa-apa. Hanya gambar yang dikirim
kakakku.” Jawab Haruto.
“Hmm… kakakmu Reno, kan?” kata Kay sambil duduk
di kursi di depan Haruto.
“Siapa lagi kalau bukan dia?” Haruto tersenyum,
“Oh ya, apa ada tugas dari guru?”
“Tidak ada guru, buktinya aku bisa duduk di
manapun semauku.” Kay tersenyum lebar, “Ngomong-ngomong, bagaimana kabar
pacarmu?”
“Pacar?”
“Cewek yang datang ke sekolah bersamamu waktu
itu. Rambut panjang, wajah seperti boneka, dan… tubuhnya cukup berisi untuk
ukuran anak SMP.”
“Apa otakmu tidak bisa sedikit saja tidak
berpikiran kotor?” kata Haruto mengerutkan kening, “Dan jangan komentari bentuk
tubuh Arisa. Aku yakin dia tidak akan suka.”
“Ah, jadi namanya Arisa, ya? Dia siswa komplek
SMP, kan?”
“Memang.”
“Dan kamu menyukainya? Lalu teman masa kecilmu
yang… siapa namanya? Yang mirip dengan nama bibimu yang meninggal itu?”
“Keiko?”
“Ya. Dia.” Kay tersenyum lebar, “Dia cantik
juga, lho. Walaupun gaya berpakaiannya seperti laki-laki.”
“Kamu tertarik pada Keiko? Sebaiknya urungkan
niatmu.”
“Hah? Kenapa?”
“Dia tidak suka dengan laki-laki lemah
sepertimu.”
“Hei!!”
Haruto tertawa melihat wajah Kay cemberut. Dia
lalu mengecek ponselnya lagi sebelum memasukkannya ke dalam tas.
“Sepertinya enak ya jadi dirimu, Haruto.” Kata
Kay, “Punya ayah pemilik perusahaan management
artist, pacar yang cantik, juga prestasi cemerlang.”
“Memangnya kamu tidak seperti itu? Lalu
prestasimu di bidang olahraga dan akademik bagaimana?”
“Itu hanya bonus bagiku.”
Haruto hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala
mendengarnya.
“Kita pergi ke kantin, yuk. Aku ingin makan
yakisoba, nih!” kata Kay.
“Pergi saja sendiri. Aku mau ke suatu tempat
sebentar.”
“Mau ke mana?”
“Ke Ruang Musik.”
Haruto lalu berdiri dan berjalan meninggalkan
kelasnya. Koridor tampak sepi saat ini karena memang sekarang sedang jam
belajar. Dan karena di kelasnya tidak ada guru yang mengajar, lebih baik dia
pergi ke ruang music, kan?
Ketika dia melangkah menuju tangga, matanya
sempat melihat seseorang yang cukup dikenalnya, Lisa Miller.
Sedang apa dia di komplek SMA? Dan siapa pula
yang sedang berbicara dengan gadis itu? Dari seragam yang dikenakan siswa yang
bicara dengan Lisa, sudah tentu dia adalah murid dari komplek SMA. Mereka
berdua tampak berbicara serius, dan beberapa saat kemudian Haruto melihat
mereka berdua seperti mendebatkan sesuatu hingga akhirnya Lisa pergi dengan
ekspresi marah. Entah apa yang mereka bicarakan, Haruto tidak mau tahu.
Lebih baik
aku tidak mengurusi masalah orang lain.
kata Haruto dalam hati.
“Aku harus segera pergi ke ruang music.”
Gumamnya sambil menaiki tangga dengan agak terburu-buru.
***
“Sepertinya
aku bakal memakan semuanya sekaligus.” Kata Arisa terkekeh ketika melihat
makanan yang dihidangkan di atas meja makan.
Reno hanya tersenyum lebar dan melepas celemek
yang tadi dipakainya. Arisa cukup kagum dengan cowok itu karena tidak malu
menggunakan celemek atau apron di hadapan lawan jenis. Dan terutama, Reno jago
memasak!
“Kakak sering memasak di apartemen?” tanya
Arisa.
“Kadang-kadang. Aku jarang berada di apartemen
dan biasanya sedang dalam tur.” Jawab Reno, “Tapi aku jamin masakanku bisa
dimakan dan tidak beracun.”
“Baunya enak…” Arisa tersenyum lebar, “Boleh
makan sekarang?”
“Tentu saja.” Reno mengangguk sambil menarik
kursi di dekatnya. “Cobalah. Ini semua menu andalan yang biasanya kubuat kalau
teman-temanku berkunjung ke apartemen.”
Arisa mengangguk dan duduk di hadapan Reno. Dia
mengambil sendok dan mulai menyendok makanan di hadapannya.
“Bagaimana?”
“Enak! Bahkan lebih enak daripada buatan Kak
Yuya.” Kata Arisa.
“Apa Yuya biasanya membuat makanan seperti ini
juga?” tanya Reno sambil tertawa.
“Hanya ketika hari ulang tahunku. Biasanya Kak
Yuya akan membuatkan makanan seperti ini.” jawab Arisa, “Ah, tapi dia juga
membuat kue tart.”
“Oh ya?”
“Dibantu Ibu tentunya.” Arisa terkikik, “Kak
Yuya tidak terlalu mahir membuat kue.”
“Aku tidak bisa membayangkan kalau ada seorang
laki-laki yang pandai membuat kue. Kalau iya, sebaiknya dia menjadi pembuat kue
saja.”
Arisa tertawa mendengarnya.
Mereka kemudian memakan makanan mereka sambil
bercerita, terkadang diselingi senda-gurau, dan Arisa sekali lagi, merasa tidak
bosan kalau Reno menemaninya.
“Oh ya, Arisa,”
“Ya?”
“Bagaimana pendapatmu tentang Haruto? Maksudku
soal hubungan kalian sekarang?”
0 komentar:
Posting Komentar