Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Angel's Lullaby - Chapter 17 Bag.1



Arisa merasa menghabiskan waktu dengan Reno benar-benar menyenangkan. Reno seringkali membuatnya tertawa ataupun tersenyum sendiri ketika cowok itu menceritakan pengalamannya berkeliling ke berbagai negeri untuk konser atau sekedar menjadi pengisi acara atau event yang diadakan dalam skala nasional.

“Bulan depan aku juga akan pergi lagi.” kata Reno, “Tur selama dua bulan.”
“Apa Kakak tidak bosan?”
“Tidak. Selama orang-orang masih ingin mendengarkan lagu buatanku, aku akan tetap berkarya dan memenuhi keinginan mereka untuk bertemu denganku.” jawab Reno sambil tersenyum, “Kamu ditunjuk sebagai Nishizu oleh Haruto, kan? Tidak lama lagi kamu akan merasakan seperti yang kurasakan.”
Arisa mengangguk-angguk dan meminum susu coklatnya pelan-pelan.
“Oh ya, Kak, aku boleh bertanya?”
“Mau bertanya apa?”
“Err… mungkin ini terdengar aneh, tapi… apa Haruto yang menyuruh Kakak kemari?”
“Tidak, kok. Aku datang karena memang ingin melihat keadaanmu. Haruto menceritakan kejadian kemarin, dan aku cukup khawatir dengan keadaanmu.”
“Seperti yang Kak Reno lihat, aku baik-baik saja.” Arisa tersenyum, “Pasti Haruto menceritakannya secara berlebihan, iya kan?”
Reno hanya tersenyum.
“Setelah ini kamu ingin melakukan apa, Arisa?”
“Hmm… mungkin aku akan di rumah saja. Aku berencana untuk membaca semua koleksi buku yang belum sempat kubaca… memangnya kenapa, Kak?”
“Bagaimana kalau kita berjalan-jalan di luar? Atau mungkin kamu ingin pergi ke suatu tempat?”
“Kurasa tidak, Kak. Aku… aku tidak mau keluar rumah dulu sekarang ini.”
“Begitu…”
“Mungkin lain kali ya, Kak.” Kata Arisa melihat raut wajah Reno sedikit kecewa, “Aku sedang tidak berselera pergi keluar, makanya—”
“Tidak apa-apa, Arisa. Aku tahu kok.” Reno tersenyum, “Tidak perlu meminta maaf, sebagai gantinya bagaimana kalau kita membuat sesuatu untuk makan siang?”
“Makan siang?”
“Kira-kira dua jam lagi sudah waktunya makan siang, kan?” kata Reno sambil melihat jam tangannya.
Arisa ikut melihat jam yang tergantung di dinding di ruang tamu dan mengakui Reno benar.
“Kurasa Mama belum akan pulang.” kata Arisa, “Mama pergi membeli bahan-bahan untuk membuat tartlet, tapi sepertinya beliau sedang bergosip dengan ibu-ibu tetangga.”
“Nah, bagaimana kalau kita membuat sesuatu untuk makan siang kita?”
“Boleh juga. Tapi, apa Kakak benar-benar mau membuat makan siang?”
“Tentu saja. Biarpun aku laki-laki aku juga bisa memasak.” Kata Reno, “Bahkan Haruto sering menjadi kelinci percobaanku.”
Arisa tertawa membayangkan perkataan Reno barusan.
“Haruto memang cocok dijadikan kelinci percobaan.” kata Reno lagi, ikut tertawa, “Dan walaupun dia lelah karena baru pulang sekolah atau berkutat dengan hobinya, dia tidak akan segan-segan membantuku juga orang lain.”
Reno menatap Arisa lekat-lekat hingga gadis itu akhirnya tersadar dan terdiam.
“Kenapa, Kak?”
“Tidak apa-apa. Pasti menyenangkan kalau melihatmu selalu tertawa lepas seperti tadi.” ujar Reno, “Haruto sudah menceritakan semuanya… juga soal kamu yang selalu terkena serangan.”
Arisa makin diam. Dia menundukkan kepalanya dan berusaha untuk tidak terlihat gemetar. Matanya mengerjap ketika dirasakannya tangannya digenggam dan dia melihat tangan Reno-lah yang menggenggam tangannya.
“Tidak perlu menyembunyikan rasa takut. Hal itu wajar karena semua orang juga memiliki rasa takut.”
“Tapi soal serangan itu…” Arisa menelan ludah, “… aku selalu dihantui perasaan itu dan berakhir dengan menyusahkan orang lain.”
“Semua orang juga akan selalu bergantung pada orang lain, Arisa.” Reno tersenyum, “Tidak peduli apakah mereka sudah dewasa atau tidak. Setiap manusia akan selalu bergantung pada manusia yang lain terutama untuk mengatasi rasa takut mereka.”
“Tapi…”
“Kamu benar-benar ketakutan, ya?” tanya Reno.
Arisa mengangguk pelan.
Reno beringsut mendekat dan meletakkan kepala Arisa di dadanya. Gadis itu mengerjap beberapa kali sebelum mendongak menatap Reno.
“Kak—”
“Karena sepertinya kamu memerlukan pelukan, kurasa aku bisa melakukannya. Setidaknya itu yang bisa kulakukan untukmu, kan?” kata Reno. “Tidak apa-apa… aku tidak akan melakukan apapun padamu dan kamu boleh bersandar di dadaku sepuasnya.”
Arisa tertawa lemah mendengar ucapan Reno, tapi dia tidak menarik diri. Entah kenapa dia merasakan ketenangan yang sangat diperlukannya dalam pelukan Reno.
“Terima kasih, Kak.” Kata Arisa pelan.
“Sama-sama, Arisa… sama-sama…”

***

Haruto menghembuskan nafasnya dan tersenyum lebar ketika akhirnya berhasil mengerjakan soal ujian hari ini. Yah… setidaknya dia masih bisa bernafas lega karena yakin sebagian besar jawabannya benar.
Saat jam istirahat berlangsung, dia mencoba menghubungi Reno, setidaknya untuk mendapatkan kabar kalau Arisa baik-baik saja dan malah mendapatkan kiriman foto yang menampilkan kakaknya itu dan Arisa sedang memasak bersama.
Harusnya aku membolos saja hari ini. batin Haruto sambil terkekeh pelan.

0 komentar:

Posting Komentar