Hai semuanya, ini
Angelia Putri (^ ^)/
Minggu ini Putri
kembali mem-posting RE, Angel’s Lullaby, dan mohon maaf karena minggu ini
Putri belum bisa mem-posting cerpen yang sudah Putri janjikan sebelumnya. Putri
mohon maaf yang sebesar-besarnya! m(T o T)m
Anyway,
Putri berencana mem-posting cerbung baru, judulnya tentu saja masih rahasia,
dan yang istimewanya, cerbung yang bakal Putri posting ini adalah cerbung yang
‘mengendap’ cukup lama di folder
laptop Putri. Bahkan Putri baru sadar kalo cerbung yang (mungkin) Putri posting
ini ide ceritanya sedikit mirip bertema kerajaan, tapi tentu saja, Putri masih
memakai bumbu fantasi seperti The
Chronos Sapphire, RE, dan juga Hunter
Academy. Dan ketika Putri membaca ulang cerbung baru ini, Putri langsung
mikir: ‘Ini beneran aku yang bikin ya?’.
Pokoknya cerbung
yang satu ini benar-benar beda dari yang pernah Putri buat selama ini. Apalagi
cerbung itu Putri edit lebih dari
setahun yang lalu.
Dan ada satu
cerbung lagi yang akan Putri tampilkan preview-nya
di sini. Nanti bakalan ada dua cerbung baru yang akan menghiasi portal Aria’s
Journal ini, termasuk yang Putri minta para pembaca untuk memilih satu cerbung
yang memiliki dua ide tadi.
Yang jelas, Putri
harap para pembaca dan pengunjung blog Putri ini menerima cerbung baru yang
akan menghiasi Aria’s Journal mulai minggu depan dengan senang hati. (^o^)
Putri bakal kasih preview-nya di sini. Dan… sebenarnya
cerbung baru ini ada dua, hanya saja ide cerita, nama tokoh, dan setting tempat
nyaris semuanya sama. Jadi Putri pengen tahu mana yang membuat para pembaca
merasakan feel dalam cerbung
tersebut. Tolong bantu Putri untuk memilih ya! (> <”)
Ngomong-ngomong, ini ada gambar dari laptop Putri, dan silakan lihat notes yang Putri perlihatkan pada kalian di gambar ini dan silakan tunggu informasi selanjutnya.
Ngomong-ngomong, ini ada gambar dari laptop Putri, dan silakan lihat notes yang Putri perlihatkan pada kalian di gambar ini dan silakan tunggu informasi selanjutnya.
Sekian dulu dari
Putri, selamat membaca lanjutan cerbung di blog ini, dan jangan lupa, kritik,
saran, dan komentar kalian Putri tunggu dengan senang hati.
Happy
Reading!
Angelia
Putri
Malam yang dihiasi bintang dan bulan purnama
terdengar tenang dan sunyi. Nyaris tidak ada suara apa pun selain suara burung
hantu yang beruhu-uhu riang menyambut malam yang semakin menggelap. Hutan lebat
di pinggir ibukota Velveria, Edenia, terlihat lebih sunyi daripada malam. Hutan
itu adalah Hutan Kenangan, tempat di mana pohon-pohon yang ada di sana adalah
pohon yang ditanam oleh sepasang kekasih yang berjanji akan bertemu lagi walau
takdir memisahkan mereka.
Seorang gadis berjalan pelan menyusuri hutan.
Gaun biru muda yang dikenakannya tampak melambai seiring langkahnya. Rambutnya
yang berwarna coklat dikepang dan disampirkan di bahu kiri. Wajahnya tampak
tenang menyusuri hutan yang gelap itu tanpa perlindungan sedikit pun, padahal
hutan itu—walau terkenal sebagai hutan yang menyimpan kenangan, tapi juga
disebut sebagai Hutan Liar, karena banyaknya hewan-hewan liar yang berdiam di
sana.
Setelah memasuki hutan cukup dalam, gadis itu
berhenti dan mengangkat sebelah tangannya.
“Lhigh.”
Sebuah bola api berwarna biru terbentuk di
tangannya dan menerangi sekitarnya. Gadis itu menoleh ke balik punggungnya dan
memicingkan mata. Matanya mengawasi salah satu pohon yang paling tua dan cukup
besar untuk menyembunyikan keberadaan seseorang.
“Kalau kamu bermaksud sembunyi dariku, percuma
saja.” katanya tenang, “Keluarlah dari tempat persembunyianmu atau api ini akan
membakarmu.”
Tidak ada jawaban dari balik pohon, namun
beberapa saat kemudian sesosok tubuh keluar dari balik pohon. Sosok itu
berjalan mendekati si gadis dan berhenti sekitar dua meter di hadapannya. Si
gadis menatap sosok yang ternyata adalah seorang cowok tampan, dengan rambut
pirang dan mata sebiru laut. Si cowok balas menatap balik, dengan mata sedikit
disipitkan.
“Kukira si Nenek Lampir yang mengikutiku,” ucap
si gadis setelah terdiam cukup lama, “Ternyata kamu, toh…”
“Apakah itu masalah untukmu?”
“Tidak juga. Hanya saja kamu sudah mengetahui
terlalu banyak tentang diriku.” Kata si gadis sambil membalikkan badannya.
“Tapi, kalau kamu memang sebegitu inginnya masuk lebih dalam ke dalam
kehidupanku, aku tidak akan menjamin kamu akan selamat.”
Cowok itu hanya menatap si gadis yang
membelakanginya. Sebelah tangannya terulur, menyentuh bahu telanjang si gadis
dan merasakan bahu itu sedikit gemetar.
“Mia, apa kamu masih menyangsikan perasaanku?”
tanyanya pelan. Bahkan saking pelannya, si gadis mengira suara cowok itu adalah
suara hantu.
Rasa dingin mulai mengaliri tengkuknya sebelum
semua yang ada di pandangannya ditelan kegelapan.
=========
Preview Cerbung Pertama - Ide 2
Lenneth menghembuskan nafas dan menatap
orang-orang yang berlalu lalang di stasiun kereta Enkhtopia. Hari ini adalah
hari keberangkatannya ke Edenia untuk menempuh pendidikan sebagai seorang
mahasiswa. Kedua orangtua dan kakaknya, Savannah mengantarkannya ke stasiun.
Namun, Lenneth tidak melihat sosok yang selalu dia tunggu-tunggu.
“Ada apa, Lenneth?” tanya kakaknya, “Apa kamu
khawatir pada Claire?”
Lenneth hanya mengangguk tanpa suara.
“Seharusnya aku tidak mengajaknya berlama-lama
di dermaga. Tapi, dia juga ngotot ingin melihat bintang.” Kata Lenneth.
Savannah tersenyum. Dia tahu Lenneth sangat
menyayangi Claire seperti seorang adik… atau mungkin lebih dari sekedar cinta
pada adik. Lenneth selalu memperhatikan Claire, dari hal terkecil sampai hal
yang terbesar sekalipun yang menyangkut gadis itu.
“Aku heran kenapa ayahnya sangat melarangnya
untuk bermain di luar, bahkan untuk ke sekolah pun dia tidak diperbolehkan.”
Ujar Lenneth, “Beliau orang yang sangat kejam.”
Bunyi dari speaker
yang menandakan bahwa para penumpang kereta diharapkan untuk naik kembali
berkumandang.
“Sudah waktunya,” ujar Savannah memeluk Lenneth,
“Kami sekeluarga akan sangat merindukanmu, Lenneth kecil.”
“Aku juga,” Lenneth tersenyum. Dia lalu
bergantian memeluk ayah dan ibunya.
“Lenneth!!”
Lenneth yang baru saja akan menaiki kereta
tertegun melihat sosok Claire berlari kearahnya. Claire berlari secepat yang ia
bisa dan berhenti di dekat Savannah yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh
saking cepatnya tadi ia berlari.
“Claire? Kenapa—bukannya kamu tidak
diperbolehkan keluar dari rumah?”
Lenneth ingat di hari mereka pulang larut malam
dari dermaga, ayah Claire memarahi mereka dan menghukum Claire tidak
diperbolehkan pergi keluar selama sebulan tanpa mendengarkan alasan dari
Claire. Lenneth sangat mengenal watak ayah Claire yang keras itu dari kedua
orangtuanya, tapi dia tidak menyangka beliau ternyata amat keras terhadap
satu-satunya anak perempuan yang dimilikinya, Claire.
“Aku… aku kabur…” kata Claire saat berdiri di
hadapan Lenneth, “Aku… tidak mungkin tidak mengantarkanmu, kan?”
“I, itu… apa tidak apa-apa? Bagaimana kamu bisa
kabur?”
“Tidak penting bagaimana aku bisa kabur.” kata
Claire tersenyum lebar. Tapi, Lenneth tahu di sana ada sedikit kecemasan.
“Jadi… kamu akan pergi sekarang?”
Lenneth mengangguk. “Tapi, aku janji akan
kembali. Sahabat tidak akan pernah melupakan satu sama lain, kan?”
Claire tersenyum dan mengeluarkan sesuatu dari
saku jaketnya.
“Ini,” kedua tangan Claire melingkari leher Lenneth
dan memasangkan sesuatu, “Saat kamu kesepian, pegang liontin ini dan sebut
namaku tiga kali, pasti kamu akan bisa mengatasi rasa rindumu ketika di
Edenia.”
Lenneth menatap liontin kalung yang melingkari
lehernya yang berbentuk sayap malaikat berwarna merah hati.
“Kalung ini aku sendiri yang membuatnya.” Ujar
Claire, “Ini kalung pertama yang kubuat untuk seseorang. Dan kamu menjadi orang
pertama yang mendapat kalung khusus itu.”
“Kalung khusus?”
Claire tersenyum penuh arti tanpa menjawab. Dia
melepas satu kancing atas kemejanya dan memperlihatkan kalung yang serupa,
hanya saja kalung yang melingkari leher gadis itu berwarna biru malam.
Tunggu… sepertinya dia pernah melihat bentuk
liontin yang seperti itu. Tapi, di mana dia pernah melihatnya.
“Ini kalung pasangannya.” Kata Claire, “Kalung
ini, dan juga kalung milikmu adalah tiruan dari kalung Velveria Legacy yang
berhasil kubuat.”
“Apa!?”
“Ssstt!!” Claire menempelkan jari telunjuknya
di bibir Lenneth. “Jangan keras-keras. Aku tahu ini berbahaya. Tapi, aku merasa
aku harus membuat kalung ini. Karena itulah aku membuatnya.”
Lenneth tidak mengerti apa yang dimaksud
Claire. Tapi, dia menurut diam dan membiarkan jari telunjuk Claire masih
menempel di bibirnya.
Claire menatap wajah Lenneth. Wajah bocah kecil
yang dulu sering menolong dan menemaninya kini sudah dewasa. Mendadak Claire
merasa malu, terutama ketika dia sadar jarinya masih menempel di bibir Lenneth.
Buru-buru dia menyingkirkan tangannya dan mundur selangkah.
“Y, yah… pokoknya jangan lupakan aku.” kata
Claire tersenyum kikuk. “Aku akan mendoakanmu agar mendapat pekerjaan yang
keren dan bisa kau banggakan ketika pulang dan mencariku.”
“Ah… ya. Tentu saja.” Lenneth tersenyum.
“Sampai bertemu lagi, Claire.”
Claire mengangguk. Tepat saat itu pintu kereta
tertutup dan membawa Lenneth ke Edenia.
Claire termenung melihat kereta itu terus
melaju meninggalkan stasiun kota Enkhtopia. Dan dia baru menitikkan airmata
saat kereta itu sudah hilang dari pandangannya.
“Maaf, Lenneth,” gumamnya, “Maaf, aku sudah
berbohong padamu…”
Dua orang berpakaian militer coklat menghampiri
Claire. Kedua orang itu tidak memerdulikan tatapan kaget dan heran dari orang-orang
di stasiun dan terus berjalan kearah Claire. Gadis itu menyadari kehadiran
kedua orang itu dan menoleh. Tatapannya kini berubah dingin.
“Nona…”
“Kita kembali.” ujar Claire, “Urusanku sudah
selesai di sini.”
=======
Preview Cerbung Kedua
Ren mengetikkan kata terakhir dari laporan yang
dikerjakannya dan menghela nafas. Sudah berjam-jam dia berada di Ruang OSIS
hanya untuk mengetik ulang laporan yang dibuat oleh Minami Koujiro sejak jam
pulang sekolah tadi. Dia melirik jendela di dekatnya dan melihat langit sudah
sangat gelap. Sepertinya dia terlalu asyik bekerja sampai-sampai tidak
menyadari sekarang sudah malam.
Ren menatap laporan yang terpampang
di layar laptopnya dan sekali lagi menghela nafas. Dia sering mendapatkan tugas
tambahan dari Minami Koujiro untuk mengetik ulang seluruh laporannya selama
bertugas sebagai pemimpin Kurohane. Walau dia juga seorang anggota Kurohane,
atau lebih tepatnya, bawahan Minami Koujiro, tapi Ren hanya beberapa kali ikut
pria itu bertugas di ‘lapangan’, selebihnya dia mengerjakan laporan yang
diberikan oleh Koujiro. Asuka dan juga Aoki juga sering diberi tugas untuk
menulis laporan seperti yang dilakukannya, tapi mereka tidak mendapatkan tugas
itu sesering dirinya. Kalau Ryuuji mungkin sedikit berbeda karena dia adalah
kakak kelas mereka dan juga lebih tua, sehingga Ryuuji-lah yang mendampingi
Koujiro di setiap pria itu bertugas.
Ren membaca ulang seluruh laporan
yang ditulisnya dan mengangguk puas. Sekarang dia hanya perlu mengirimkannya
kepada Koujiro dan kemudian dia bisa pulang, dan tidur dengan tenang di rumah.
Ia melirik jam di dinding dan melihat waktu belum menunjukkan larut malam, jadi
dia bisa dengan santai tidur atau melakukan sesuatu sebelum dia tidur malam
ini.
Setelah mengirim laporan yang
ditulisnya, Ren mengambil tas sekolahnya dan keluar dari Ruang OSIS menuju
ruang loker. Ketika di ruang loker, dia melihat langit dihiasi bulan purnama
dan sedikit tertutupi oleh awan abu-abu. Padahal sekarang musim semi, tapi
anehnya beberapa hari ini hujan turun, walau tidak sampai deras.
Ren baru melangkah keluar dari
ruang loker saat sesuatu melayang jatuh di depannya. Ia menunduk dan mengambil
benda itu dan mengerutkan kening. Benda yang ada di tangannya itu adalah
kelopak bunga mawar merah.
Dari
mana kelopak bunga ini berasal?
Ren mendongak dan melihat
kelopak-kelopak bunga mawar merah dan putih melayang turun di sekitarnya.
Seolah-olah kelopak-kelopak bunga itu memang ditujukan padanya.
“… Iya… tidak… iya… tidak…”
Ren mengerjap dan memicingkan
matanya melihat siluet seseorang yang duduk di tepi atap gedung sekolah. Siluet
itu mencabut setiap kelopak bunga di tangannya dan ceceran kelopak bunga itulah
yang melayang kearah Ren.
Dia mencoba melihat lebih jelas
siluet itu namun cahaya bulan purnama yang cukup terang malah membuat siluet
itu tampak misterius karena sosok itu duduk membelakangi cahaya bulan.
“… Iya… tidak… iya… tidak…”
Sedang
apa dia? tanya Ren dalam
hati.
“… Iya.”
Satu kelopak bunga terakhir
melayang kearah Ren dan itu adalah kelopak bunga mawar putih.
Sosok itu berdiri dan menatap
kearah Ren.
“Hei…” sosok itu berbicara, “… kamu
Kurohane, kan?”
“Apa?”
Sosok itu terjun dari atap dan
mendarat dengan mudah di atas tanah di hadapan Ren. Cowok itu menatap sosok itu
lekat-lekat. Bagaimana bisa dia terjun dari gedung berlantai tiga dan mendarat
dengan mudah di atas tanah?
Sosok itu memiliki rambut panjang
berwarna pirang. Tubuhnya yang mungil dibalut oleh kemeja lengan panjang
berwarna putih dan rok berwarna merah. Sebuah jas berwarna putih yang
panjangnya mencapai lutut menutupi kemeja dan rok yang dikenakannya. Sebagian
wajahnya tertutupi oleh sebuah topeng berwarna putih, dan bola mata yang
menatap lurus kearah Ren itu berwarna merah pekat seperti darah. Kedua kakinya
dibalut oleh stocking berwarna sama
seperti jasnya dan dia juga mengenakan sepatu bot berwarna merah.
“Siapa kamu?” tanya Ren. “Aku tidak
pernah melihatmu di sini.”
Gadis itu hanya menatap Ren dan
tersenyum manis.
“Apakah aku perlu memperkenalkan
diriku?” tanya gadis itu balik.
“Ya. Kamu orang asing. Dan aku
tidak suka berbicara dengan orang asing.” Balas Ren.
“Apakah setelah kamu melihatku, aku
masih orang asing bagimu?”
Ren menyipitkan matanya mendengar
ucapan gadis itu.
Gadis berambut pirang itu berjalan
mendekati Ren dan kini berdiri hanya satu meter di hadapannya. Ren bisa melihat
mata merah gadis itu menatapnya dengan tatapan ramah. Namun aura yang dibawa
gadis itu tampak berbahaya.
Dan… tunggu. Saat terjun dari atap tadi gadis ini bertanya
apakah dia Kurohane… kan?
“Sepertinya kamu mulai menyadari
sesuatu, ya?” kata gadis itu, “Kalau aku tadi bertanya apakah kamu Kurohane?”
“Siapa kamu?”
0 komentar:
Posting Komentar