Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Pemberitahuan...!



Hai semuanya, ini Angelia Putri (^ ^)/
Minggu ini Putri kembali mem-posting RE, Angel’s Lullaby, dan mohon maaf karena minggu ini Putri belum bisa mem-posting cerpen yang sudah Putri janjikan sebelumnya. Putri mohon maaf yang sebesar-besarnya! m(T o T)m

Anyway, Putri berencana mem-posting cerbung baru, judulnya tentu saja masih rahasia, dan yang istimewanya, cerbung yang bakal Putri posting ini adalah cerbung yang ‘mengendap’ cukup lama di folder laptop Putri. Bahkan Putri baru sadar kalo cerbung yang (mungkin) Putri posting ini ide ceritanya sedikit mirip bertema kerajaan, tapi tentu saja, Putri masih memakai bumbu fantasi seperti The Chronos Sapphire, RE, dan juga Hunter Academy. Dan ketika Putri membaca ulang cerbung baru ini, Putri langsung mikir: ‘Ini beneran aku yang bikin ya?’.

Pokoknya cerbung yang satu ini benar-benar beda dari yang pernah Putri buat selama ini. Apalagi cerbung itu Putri edit lebih dari setahun yang lalu.

Dan ada satu cerbung lagi yang akan Putri tampilkan preview-nya di sini. Nanti bakalan ada dua cerbung baru yang akan menghiasi portal Aria’s Journal ini, termasuk yang Putri minta para pembaca untuk memilih satu cerbung yang memiliki dua ide tadi.

Yang jelas, Putri harap para pembaca dan pengunjung blog Putri ini menerima cerbung baru yang akan menghiasi Aria’s Journal mulai minggu depan dengan senang hati. (^o^)

Putri bakal kasih preview-nya di sini. Dan… sebenarnya cerbung baru ini ada dua, hanya saja ide cerita, nama tokoh, dan setting tempat nyaris semuanya sama. Jadi Putri pengen tahu mana yang membuat para pembaca merasakan feel dalam cerbung tersebut. Tolong bantu Putri untuk memilih ya! (> <”)

Ngomong-ngomong, ini ada gambar dari laptop Putri, dan silakan lihat notes yang Putri perlihatkan pada kalian di gambar ini dan silakan tunggu informasi selanjutnya.


Putri juga bakal berpartisipasi dalam proyek kolaborasi ilustrasi yang diadakan di sini, lho!



Sekian dulu dari Putri, selamat membaca lanjutan cerbung di blog ini, dan jangan lupa, kritik, saran, dan komentar kalian Putri tunggu dengan senang hati.

Happy Reading!

Angelia Putri
Preview Cerbung Pertama - Ide 1

Malam yang dihiasi bintang dan bulan purnama terdengar tenang dan sunyi. Nyaris tidak ada suara apa pun selain suara burung hantu yang beruhu-uhu riang menyambut malam yang semakin menggelap. Hutan lebat di pinggir ibukota Velveria, Edenia, terlihat lebih sunyi daripada malam. Hutan itu adalah Hutan Kenangan, tempat di mana pohon-pohon yang ada di sana adalah pohon yang ditanam oleh sepasang kekasih yang berjanji akan bertemu lagi walau takdir memisahkan mereka.
Seorang gadis berjalan pelan menyusuri hutan. Gaun biru muda yang dikenakannya tampak melambai seiring langkahnya. Rambutnya yang berwarna coklat dikepang dan disampirkan di bahu kiri. Wajahnya tampak tenang menyusuri hutan yang gelap itu tanpa perlindungan sedikit pun, padahal hutan itu—walau terkenal sebagai hutan yang menyimpan kenangan, tapi juga disebut sebagai Hutan Liar, karena banyaknya hewan-hewan liar yang berdiam di sana.
Setelah memasuki hutan cukup dalam, gadis itu berhenti dan mengangkat sebelah tangannya.
Lhigh.
Sebuah bola api berwarna biru terbentuk di tangannya dan menerangi sekitarnya. Gadis itu menoleh ke balik punggungnya dan memicingkan mata. Matanya mengawasi salah satu pohon yang paling tua dan cukup besar untuk menyembunyikan keberadaan seseorang.
“Kalau kamu bermaksud sembunyi dariku, percuma saja.” katanya tenang, “Keluarlah dari tempat persembunyianmu atau api ini akan membakarmu.”
Tidak ada jawaban dari balik pohon, namun beberapa saat kemudian sesosok tubuh keluar dari balik pohon. Sosok itu berjalan mendekati si gadis dan berhenti sekitar dua meter di hadapannya. Si gadis menatap sosok yang ternyata adalah seorang cowok tampan, dengan rambut pirang dan mata sebiru laut. Si cowok balas menatap balik, dengan mata sedikit disipitkan.
“Kukira si Nenek Lampir yang mengikutiku,” ucap si gadis setelah terdiam cukup lama, “Ternyata kamu, toh…”
“Apakah itu masalah untukmu?”
“Tidak juga. Hanya saja kamu sudah mengetahui terlalu banyak tentang diriku.” Kata si gadis sambil membalikkan badannya. “Tapi, kalau kamu memang sebegitu inginnya masuk lebih dalam ke dalam kehidupanku, aku tidak akan menjamin kamu akan selamat.”
Cowok itu hanya menatap si gadis yang membelakanginya. Sebelah tangannya terulur, menyentuh bahu telanjang si gadis dan merasakan bahu itu sedikit gemetar.
“Mia, apa kamu masih menyangsikan perasaanku?” tanyanya pelan. Bahkan saking pelannya, si gadis mengira suara cowok itu adalah suara hantu.
Rasa dingin mulai mengaliri tengkuknya sebelum semua yang ada di pandangannya ditelan kegelapan.
 
=========

Preview Cerbung Pertama - Ide 2

Lenneth menghembuskan nafas dan menatap orang-orang yang berlalu lalang di stasiun kereta Enkhtopia. Hari ini adalah hari keberangkatannya ke Edenia untuk menempuh pendidikan sebagai seorang mahasiswa. Kedua orangtua dan kakaknya, Savannah mengantarkannya ke stasiun. Namun, Lenneth tidak melihat sosok yang selalu dia tunggu-tunggu.
“Ada apa, Lenneth?” tanya kakaknya, “Apa kamu khawatir pada Claire?”
Lenneth hanya mengangguk tanpa suara.
“Seharusnya aku tidak mengajaknya berlama-lama di dermaga. Tapi, dia juga ngotot ingin melihat bintang.” Kata Lenneth.
Savannah tersenyum. Dia tahu Lenneth sangat menyayangi Claire seperti seorang adik… atau mungkin lebih dari sekedar cinta pada adik. Lenneth selalu memperhatikan Claire, dari hal terkecil sampai hal yang terbesar sekalipun yang menyangkut gadis itu.
“Aku heran kenapa ayahnya sangat melarangnya untuk bermain di luar, bahkan untuk ke sekolah pun dia tidak diperbolehkan.” Ujar Lenneth, “Beliau orang yang sangat kejam.”
Bunyi dari speaker yang menandakan bahwa para penumpang kereta diharapkan untuk naik kembali berkumandang.
“Sudah waktunya,” ujar Savannah memeluk Lenneth, “Kami sekeluarga akan sangat merindukanmu, Lenneth kecil.”
“Aku juga,” Lenneth tersenyum. Dia lalu bergantian memeluk ayah dan ibunya.

“Lenneth!!”
Lenneth yang baru saja akan menaiki kereta tertegun melihat sosok Claire berlari kearahnya. Claire berlari secepat yang ia bisa dan berhenti di dekat Savannah yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh saking cepatnya tadi ia berlari.
“Claire? Kenapa—bukannya kamu tidak diperbolehkan keluar dari rumah?”
Lenneth ingat di hari mereka pulang larut malam dari dermaga, ayah Claire memarahi mereka dan menghukum Claire tidak diperbolehkan pergi keluar selama sebulan tanpa mendengarkan alasan dari Claire. Lenneth sangat mengenal watak ayah Claire yang keras itu dari kedua orangtuanya, tapi dia tidak menyangka beliau ternyata amat keras terhadap satu-satunya anak perempuan yang dimilikinya, Claire.
“Aku… aku kabur…” kata Claire saat berdiri di hadapan Lenneth, “Aku… tidak mungkin tidak mengantarkanmu, kan?”
“I, itu… apa tidak apa-apa? Bagaimana kamu bisa kabur?”
“Tidak penting bagaimana aku bisa kabur.” kata Claire tersenyum lebar. Tapi, Lenneth tahu di sana ada sedikit kecemasan.
“Jadi… kamu akan pergi sekarang?”
Lenneth mengangguk. “Tapi, aku janji akan kembali. Sahabat tidak akan pernah melupakan satu sama lain, kan?”
Claire tersenyum dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.
“Ini,” kedua tangan Claire melingkari leher Lenneth dan memasangkan sesuatu, “Saat kamu kesepian, pegang liontin ini dan sebut namaku tiga kali, pasti kamu akan bisa mengatasi rasa rindumu ketika di Edenia.”
Lenneth menatap liontin kalung yang melingkari lehernya yang berbentuk sayap malaikat berwarna merah hati.
“Kalung ini aku sendiri yang membuatnya.” Ujar Claire, “Ini kalung pertama yang kubuat untuk seseorang. Dan kamu menjadi orang pertama yang mendapat kalung khusus itu.”
“Kalung khusus?”
Claire tersenyum penuh arti tanpa menjawab. Dia melepas satu kancing atas kemejanya dan memperlihatkan kalung yang serupa, hanya saja kalung yang melingkari leher gadis itu berwarna biru malam.
Tunggu… sepertinya dia pernah melihat bentuk liontin yang seperti itu. Tapi, di mana dia pernah melihatnya.
“Ini kalung pasangannya.” Kata Claire, “Kalung ini, dan juga kalung milikmu adalah tiruan dari kalung Velveria Legacy yang berhasil kubuat.”
“Apa!?”
“Ssstt!!” Claire menempelkan jari telunjuknya di bibir Lenneth. “Jangan keras-keras. Aku tahu ini berbahaya. Tapi, aku merasa aku harus membuat kalung ini. Karena itulah aku membuatnya.”
Lenneth tidak mengerti apa yang dimaksud Claire. Tapi, dia menurut diam dan membiarkan jari telunjuk Claire masih menempel di bibirnya.
Claire menatap wajah Lenneth. Wajah bocah kecil yang dulu sering menolong dan menemaninya kini sudah dewasa. Mendadak Claire merasa malu, terutama ketika dia sadar jarinya masih menempel di bibir Lenneth. Buru-buru dia menyingkirkan tangannya dan mundur selangkah.
“Y, yah… pokoknya jangan lupakan aku.” kata Claire tersenyum kikuk. “Aku akan mendoakanmu agar mendapat pekerjaan yang keren dan bisa kau banggakan ketika pulang dan mencariku.”
“Ah… ya. Tentu saja.” Lenneth tersenyum. “Sampai bertemu lagi, Claire.”
Claire mengangguk. Tepat saat itu pintu kereta tertutup dan membawa Lenneth ke Edenia.
Claire termenung melihat kereta itu terus melaju meninggalkan stasiun kota Enkhtopia. Dan dia baru menitikkan airmata saat kereta itu sudah hilang dari pandangannya.
“Maaf, Lenneth,” gumamnya, “Maaf, aku sudah berbohong padamu…”
Dua orang berpakaian militer coklat menghampiri Claire. Kedua orang itu tidak memerdulikan tatapan kaget dan heran dari orang-orang di stasiun dan terus berjalan kearah Claire. Gadis itu menyadari kehadiran kedua orang itu dan menoleh. Tatapannya kini berubah dingin.
“Nona…”
“Kita kembali.” ujar Claire, “Urusanku sudah selesai di sini.”

=======

Preview Cerbung Kedua

Ren mengetikkan kata terakhir dari laporan yang dikerjakannya dan menghela nafas. Sudah berjam-jam dia berada di Ruang OSIS hanya untuk mengetik ulang laporan yang dibuat oleh Minami Koujiro sejak jam pulang sekolah tadi. Dia melirik jendela di dekatnya dan melihat langit sudah sangat gelap. Sepertinya dia terlalu asyik bekerja sampai-sampai tidak menyadari sekarang sudah malam.
Ren menatap laporan yang terpampang di layar laptopnya dan sekali lagi menghela nafas. Dia sering mendapatkan tugas tambahan dari Minami Koujiro untuk mengetik ulang seluruh laporannya selama bertugas sebagai pemimpin Kurohane. Walau dia juga seorang anggota Kurohane, atau lebih tepatnya, bawahan Minami Koujiro, tapi Ren hanya beberapa kali ikut pria itu bertugas di ‘lapangan’, selebihnya dia mengerjakan laporan yang diberikan oleh Koujiro. Asuka dan juga Aoki juga sering diberi tugas untuk menulis laporan seperti yang dilakukannya, tapi mereka tidak mendapatkan tugas itu sesering dirinya. Kalau Ryuuji mungkin sedikit berbeda karena dia adalah kakak kelas mereka dan juga lebih tua, sehingga Ryuuji-lah yang mendampingi Koujiro di setiap pria itu bertugas.
Ren membaca ulang seluruh laporan yang ditulisnya dan mengangguk puas. Sekarang dia hanya perlu mengirimkannya kepada Koujiro dan kemudian dia bisa pulang, dan tidur dengan tenang di rumah. Ia melirik jam di dinding dan melihat waktu belum menunjukkan larut malam, jadi dia bisa dengan santai tidur atau melakukan sesuatu sebelum dia tidur malam ini.
Setelah mengirim laporan yang ditulisnya, Ren mengambil tas sekolahnya dan keluar dari Ruang OSIS menuju ruang loker. Ketika di ruang loker, dia melihat langit dihiasi bulan purnama dan sedikit tertutupi oleh awan abu-abu. Padahal sekarang musim semi, tapi anehnya beberapa hari ini hujan turun, walau tidak sampai deras.
Ren baru melangkah keluar dari ruang loker saat sesuatu melayang jatuh di depannya. Ia menunduk dan mengambil benda itu dan mengerutkan kening. Benda yang ada di tangannya itu adalah kelopak bunga mawar merah.
Dari mana kelopak bunga ini berasal?
Ren mendongak dan melihat kelopak-kelopak bunga mawar merah dan putih melayang turun di sekitarnya. Seolah-olah kelopak-kelopak bunga itu memang ditujukan padanya.
“… Iya… tidak… iya… tidak…”
Ren mengerjap dan memicingkan matanya melihat siluet seseorang yang duduk di tepi atap gedung sekolah. Siluet itu mencabut setiap kelopak bunga di tangannya dan ceceran kelopak bunga itulah yang melayang kearah Ren.
Dia mencoba melihat lebih jelas siluet itu namun cahaya bulan purnama yang cukup terang malah membuat siluet itu tampak misterius karena sosok itu duduk membelakangi cahaya bulan.
“… Iya… tidak… iya… tidak…”
Sedang apa dia? tanya Ren dalam hati.
“… Iya.”
Satu kelopak bunga terakhir melayang kearah Ren dan itu adalah kelopak bunga mawar putih.
Sosok itu berdiri dan menatap kearah Ren.
“Hei…” sosok itu berbicara, “… kamu Kurohane, kan?”
“Apa?”
Sosok itu terjun dari atap dan mendarat dengan mudah di atas tanah di hadapan Ren. Cowok itu menatap sosok itu lekat-lekat. Bagaimana bisa dia terjun dari gedung berlantai tiga dan mendarat dengan mudah di atas tanah?
Sosok itu memiliki rambut panjang berwarna pirang. Tubuhnya yang mungil dibalut oleh kemeja lengan panjang berwarna putih dan rok berwarna merah. Sebuah jas berwarna putih yang panjangnya mencapai lutut menutupi kemeja dan rok yang dikenakannya. Sebagian wajahnya tertutupi oleh sebuah topeng berwarna putih, dan bola mata yang menatap lurus kearah Ren itu berwarna merah pekat seperti darah. Kedua kakinya dibalut oleh stocking berwarna sama seperti jasnya dan dia juga mengenakan sepatu bot berwarna merah.
“Siapa kamu?” tanya Ren. “Aku tidak pernah melihatmu di sini.”
Gadis itu hanya menatap Ren dan tersenyum manis.
“Apakah aku perlu memperkenalkan diriku?” tanya gadis itu balik.
“Ya. Kamu orang asing. Dan aku tidak suka berbicara dengan orang asing.” Balas Ren.
“Apakah setelah kamu melihatku, aku masih orang asing bagimu?”
Ren menyipitkan matanya mendengar ucapan gadis itu.
Gadis berambut pirang itu berjalan mendekati Ren dan kini berdiri hanya satu meter di hadapannya. Ren bisa melihat mata merah gadis itu menatapnya dengan tatapan ramah. Namun aura yang dibawa gadis itu tampak berbahaya.
Dan… tunggu. Saat  terjun dari atap tadi gadis ini bertanya apakah dia Kurohane… kan?
“Sepertinya kamu mulai menyadari sesuatu, ya?” kata gadis itu, “Kalau aku tadi bertanya apakah kamu Kurohane?”
“Siapa kamu?”
 

0 komentar:

Posting Komentar