Rei’s Side
Dia memanggil Runa dengan sebutan ‘Nona’?
Aku menatap Shion yang menatap Runa
lekat-lekat. Dan aku baru sadar, matanya agak berkaca-kaca seperti orang yang
ingin menangis.
“A, apa kamu… mengenalku?” tanya
Runa.
“Tentu. Tentu saja aku mengenalmu.”
Shion mengangguk, “Aku adalah pengawal yang ditugaskan untuk melindungimu dan
ibumu dari kejaran Clematis, atas perintah Ragnarok sendiri.”
Berarti
apa yang dikatakan Leon waktu itu… benar?
“Shion, inilah yang ingin kami
tanyakan padamu.” Leon menepuk bahu Shion dan membuat pria itu menoleh
kearahnya.
Namun, pria itu menatap dingin
kearah Leon.
“Apa maksud kalian membawa Nona
Runa kemari? Seharusnya dia berada di tempatku menitipkannya sampai ibunya
mencarinya.” Katanya.
“Tempatku… dititipkan?”
“Panti asuhan Campbell. Di sanalah
seharusnya kamu berada.” kata Shion, “Tapi, kenapa kamu ada di sini?”
“Panti asuhan itu sudah lama
terbakar.” Kataku menjawabnya, “Kota di mana panti asuhan itu berada juga sudah
lama diserang Clematis dan dibakar. Semua orang di sana juga sudah mati.”
“Apa?”
“Aku adalah saksi yang selamat dari
pembantaian mereka. Saat pembantaian itu berlangsung, Runa diculik oleh
Clematis dan dijadikan Claydoll.”
Kataku lagi.
“D, dijadikan Claydoll!?” Shion menatap Runa lagi, “Apa… apa itu benar?”
Runa mengangguk pelan menjawab
pertanyaan Shion.
“Jangan-jangan wanita itu…”
“Wanita itu? Siapa yang kamu
maksud?” tanya Leon.
“Tidak ada apa-apa.” Shion
menggeleng, “Jadi, apa sebenarnya yang ingin kalian tanyakan padaku?”
“Kami ingin menanyakan, apa benar
Runa-chan adalah pewaris Ragnarok.”
Kata Leia.
“Dia memang pewaris Ragnarok. Tapi
ibunya tidak ingin dia menjadi Ragnarok.” Kata Shion, “Ibunya sendiri kabur
dari Clematis tepat setelah melahirkannya, dan aku disuruh olehnya untuk
mencari tempat yang cocok untuk Nona Runa agar bisa bersembunyi. Panti asuhan
Campbell kupilih karena aku sendiri berasal dari sana. Aku juga adalah teman
dekat ibumu.”
“Ibuku… apa dia masih hidup?” tanya
Runa.
“Ibumu masih hidup, dia bahkan
mirip denganmu.”
“Benarkah? Seperti apa rupanya?”
“Dia cantik. Dan dia—”
Suara pintu yang terbuka menarik
perhatian kami, dan aku melihat sekelebat rambut pirang panjang masuk ke dalam.
Hanae Alice alias Komandan masuk sambil membawa sebuah nampan di tangannya.
“Komandan?”
“Ada apa ini? Kenapa banyak orang
di sini?” tanya Komandan sambil mengerutkan kening.
“Kebetulan sekali kamu datang,”
ujar Shion, “Ngomong-ngomong Nona Runa, ibumu sekarang sedang berdiri di
hadapanmu.”
“Eh?”
Bukan hanya Runa yang kaget dengan
ucapan Shion, tapi aku, Leia, dan Leon juga terkejut mendengarnya.
“Komandan…”
“… ibu Runa?”
Komandan menatap kami semua dengan
bingung, dia meletakkan nampan yang dibawanya keatas meja dan menatap kami
satu-persatu. Tapi tatapannya menjadi lebih tajam dan tampak dingin ketika
menatap Shion.
“Hentikan candaanmu sekarang,
Shion. Aku tidak berminat dengan—”
“Komandan, kenapa Anda ada di
sini?” tanya Leia.
“Aku mengantarkan makanan untuk
orang ini, sudah jelas.” Jawab beliau, “Kalian sendiri kenapa ada di sini?”
“Kami…”
“Mereka membawa Nona Runa.” kata
Shion, “Hei, dia anakmu, Alice. Kamu tidak mengenalnya?”
Komandan menatap kearah Runa, dan
gadis itu langsung beringsut berlindung di belakang punggungku. Memang tidak
salah, sih. Tatapan Komandan tampak dingin dan seolah ingin membekukan siapa
pun yang berani menatapnya.
“Bukankah itu informasi rahasia?
Kenapa kamu beberkan di hadapan mereka?” tanya Komandan, walau dari wajahnya
kelihatannya dia tidak tampak terganggu.
“Karena kalau tidak, kamu mungkin
tidak punya teman untuk berbagi kesedihan yang kamu rasakan?” Shion membalas.
“Komandan, apa yang sebenarnya yang
kalian berdua bicarakan?” tanya Leia lagi. “Apa Anda mengenal pria ini?”
“Aku memang mengenalnya. Tapi itu
sudah lama sekali.” Kata Komandan, yang disambut dengusan dari Shion.
“Diam kau, Shion. Sekali lagi
kutanyakan, kenapa kamu membeberkan informasi soal anakku pada mereka?”
“Sudah kubilang, mereka membawa
Nona Runa.” kata Shion lagi, “Itu, yang berdiri di belakang wanita berambut
biru itu adalah putrimu, tahu.”
“Aku tahu. Aku bisa melihatnya.”
Ujar Komandan, “Dan aku tidak mau bertemu dengannya.”
“Apa?”
Aku menatap Komandan yang memandang
datar kearah kami, lalu kearah Shion.
“Habiskan makananmu, Shion. Dan
setelahnya, ada yang ingin kubicarakan padamu.” Ujar beliau, kemudian berjalan
melewati kami.
“Apa? Membosankan…”
Komandan berjalan melewati kami, bahkan
melewati Runa yang menatapnya lekat-lekat. Tiba-tiba saja Runa berlari dan menghampiri Komandan.
“Mama…”
Runa menggenggam tangan Komandan
dan membuat langkah beliau terhenti.
“Mama… kau… ibuku? Ibu kandungku?”
tanya Runa agak bergetar.
Komandan menatap tangannya yang
digenggam Runa dan melepaskannya perlahan.
“Maaf. Aku tidak bisa menjawabnya.”
Kata beliau, lalu kembali berjalan meninggalkan kami.
“T—Mama!!”
Runa menatap kepergian Komandan
dengan ekspresi sedih. Aku tahu ekspresi sedih itu. Ekspresi terluka dan sedih
yang sering ditunjukkan Runa ketika dia tidak bisa mengingat masa lalunya.
Aku berjalan keluar ruangan dan
menghampiri Komandan yang hendak memasuki lift.
“Komandan!”
Beliau menoleh dan menatapku,
“Apa?”
“Apa… apa benar Anda ibu kandung Runa?”
tanyaku, “Kenapa Anda bersikap dingin padanya?”
“Aku memang ibu kandungnya. Sudah
kukatakan pada kalian, kan?” katanya.
“Tapi kenapa—bagaimana Anda bisa…”
“Ada beberapa hal yang tidak bisa
kujelaskan sekarang. Tapi, aku tidak bisa menemui Runa sekarang ini.” kata
beliau, “Tidak setelah apa yang kuperbuat padanya dan juga ayahnya.”
“Apa?”
“Aku tidak bisa menjelaskannya
sekarang.” kata beliau, kemudian masuk ke dalam lift.
“Tunggu, Komandan!” aku mencegah
pintu lift menutup, “Ada… ada satu hal lagi yang ingin aku tanyakan pada Anda.”
“Tanyakan saja.”
“Apa… apa Anda berasal dari
Clematis? Anda adalah pewaris Ragnarok sebelum Runa?”
“Itu dua pertanyaan, Rei. Tapi,
akan kujawab,” kata beliau, “benar aku berasal dari Clematis. Dan benar aku
adalah pewaris Ragnarok yang seharusnya memimpin Clematis saat ini.”
“Tapi, kenapa—”
“Kalau kamu masih sangat ingin
mengetahui jawabannya, kuberitahu kuncinya.” Beliau mengeluarkan sesuatu dari
saku jasnya dan memberikannya padaku, “Pakai ini dan semua yang melihat ini akan
tahu siapa kamu.”
Aku menatap benda yang kini ada di
tanganku. Sebuah kalung perak dengan bandul berbentuk bunga clematis berwarna
hijau.
“Ini…”
“Pakai saja itu untuk mendapatkan
kebenarannya. Dan… tolong sampaikan pada Runa, kalau aku minta maaf karena
tidak bisa menemuinya.”
Dan begitu saja, aku mundur dari
lift dan membiarkan pintu itu menutup.
***
Runa’s Side
Aku duduk di kursi dan membiarkan Leia mengelus
punggungku. Aku masih sedikit syok karena baru saja bertemu dengan ibu
kandungku, yang kuketahui bernama Hanae Alice, pemimpin Raven yang sekarang.
Saat pertama kali aku melihat beliau, aku memang merasakan perasaan familiar
pada beliau, tapi… sikap beliau tampak dingin dan menjaga jarak.
“Sudah kubilang kalau komandan
kalian itu adalah ibu kandung Nona Runa,” kudengar suara Shion, pria yang
dikatakan Leon adalah pengawal pribadi dari bayi yang dibawa kabur dari
Clematis.
Yang artinya, bayi itu adalah aku.
“Tapi, bagaimana bisa? Beliau
adalah pemimpin Raven, dan…”
“Ceritanya cukup panjang. Tapi memang
benar Hanae Alice adalah ibu kandung Nona Runa sekaligus pewaris Clematis
sebelum Nona Runa.” kata Shion, “Dia kabur dari Clematis karena tidak tahan
berada di sana.”
“Tidak tahan?”
“Kau mungkin tidak tahu seperti apa
Clematis, lady. Tapi aku yakin Nona
Runa tahu seperti apa tempat itu kalau dia memang dijadikan Claydoll.”
Aku mendongak menatap Shion,
“Tempat itu seperti neraka.” Kataku.
“Memang. Dan karena wanita itu,
tempat itu jadi lebih dari sekedar neraka, kan?” katanya, “Wanita bernama Diva
itu.”
“Kau kenal Profesor Diva?” tanyaku
kaget.
“Siapa yang tidak mengenalnya? Dia
adalah kakak tirimu.”
“Kakak… tiri?”
Shion kelihatan salah tingkah
setelah mengucapkan itu dan berpura-pura focus pada makanan di hadapannya.
“Runa-chan, Profesor Diva itu siapa?” tanya Leia.
“Dia orang yang membuatku menjadi Claydoll. Satu-satunya ilmuwan wanita
yang ada di sana.” jawabku. “Dia disebut sebagai ilmuwan paling jenius yang
pernah ada di Clematis. Kecerdasannya dalam memprogram Claydoll dan membuat semua senjata kami adalah yang nomor satu. Ia
juga dihormati dan disanjung layaknya pemimpin.”
“Dan dia juga kejam. Kuduga dia
mewarisi sifat ibunya.” kata Shion menyahut.
“Seberapa banyak kamu mengetahui
tentang Clematis, Shion?” tanya Leon.
“Sebanyak umurku sekarang.” jawab
Shion, “Nyaris sepanjang hidupku aku berada di Clematis. Namun aku tidak
mengikuti siapa pun di sana kecuali Alice, karena dialah yang menemukanku, dan
selamanya aku akan loyal padanya.”
“Aku tidak mengerti apa maksudmu, tapi
aku ingin kamu menceritakan semua yang kamu tahu.”
Kami semua menoleh kearah pintu dan
melihat Rei kembali.
“Rei,”
Rei berjalan menghampiriku dan
memelukku, “Tidak apa-apa. Komandan tidak benar-benar tidak ingin bertemu
denganmu.” bisiknya.
“Eh?”
“Aku tidak bisa menceritakan
semuanya, anak muda.” Kata Shion. “Aku sudah berjanji pada Alice untuk tidak—”
“Aku diberi kewenangan oleh
Komandan untuk mencari kebenarannya.”
Rei menggenggam seuntai kalung
dengan bandul berbentuk bunga berwarna hijau. Dari mana dia mendapatkan kalung
itu aku tidak tahu. Namun, raut wajah Shion berubah ketika dia melihat kalung
itu.
“Kalung itu…”
“Ini kalung milik Komandan, dan
katanya aku hanya tinggal memperlihatkan kalung ini padamu dan kamu akan
menceritakan segalanya padaku.” kata Rei, “Dan aku ingin kamu menjawab beberapa
pertanyaanku.”
***
Runa’s Side
Shion menceritakan semua yang diinginkan oleh
Rei dengarkan. Maksudku semuanya ya… semuanya.
Termasuk soal bagaimana aku bisa lahir dan kenapa aku dititipkan di panti
asuhan tempatku betemu dengan Rei.
“Nona Runa lahir sebagai orang
kedua yang berhak mewarisi gelar Ragnarok dalam Clematis. Namun, posisinya
tidak cukup memungkinkan karena diantara kedua istri Ragnarok terjadi
perselisihan.” Kata Shion, “Sebenarnya yang diharapkan oleh Ragnarok pada saat
itu adalah seorang putra, tapi sayangnya yang lahir adalah anak perempuan.
Kedua istrinya sama-sama melahirkan anak perempuan.
“Perselisihan yang terjadi memaksa
Hanae Alice untuk kabur. Sejak awal dia tidak pernah berniat menjadi istri
Ragnarok, bahkan melahirkan keturunannya. Apalagi dengan ancaman dari istri
pertama yang mengatakan bahwa ia akan membunuh Alice untuk mempertegas posisi
putrinya, Diva, sebagai pewaris tunggal Clematis. Saat mengandungmu, Alice
sudah memikirkan berbagai rencana untuk kabur, dan ketika Nona Runa lahir, dia
menjalankan rencana pelariannya. Aku ditugaskan untuk membawa Nona Runa pergi
sementara dia mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.”
“Lalu, apa yang terjadi setelahnya
hingga Hanae Alice menjadi bagian dan bahkan pemimpin Raven?” tanya Rei.
“Saat dalam pelarian, Alice
berpesan padaku untuk membawa Nona Runa jauh dari jangkauan Clematis dan agar
dia bisa hidup selayaknya anak normal, mengesampingkan kenyataan bahwa dia
adalah keturunan pewaris organisasi criminal berpengaruh.” Jawab Shion, “Alice
berhasil kabur dari Clematis, namun dia terluka karena harus bertarung melawan Claydoll. Saat itulah dia bertemu dengan
pemimpin Raven sebelumnya, Alfredo. Alfredo lalu merawat Alice yang saat itu
terluka parah dan Alice merasa berhutang budi pada Alfredo dan menganggapnya
seperti ayah sendiri. Alice lalu bergabung dengan Raven setahun setelah dirawat
oleh Alfredo. Karena kepiawaiannya dalam bertarung serta rasa tanggung jawabnya
yang besarlah, Alfredo menunjuknya sebagai pemimpin Raven yang baru.”
“Darimana kamu tahu itu? Bukankah
itu informasi yang bisa dikatakan cukup… rahasia?” kata Leia yang duduk di
sebelahku.
“Sudah kubilang kalau aku adalah
orang kepercayaan Hanae Alice. Saat aku dibawa kemari setelah menitipkan Nona
Runa di panti asuhan Campbell, dia langsung mengajukan diri untuk menjadi
pengawasku secara khusus.”
“Tapi, kenapa dia harus menitipkan
Runa di panti asuhan?” tanya Rei lagi, “Kenapa dia tidak membawa serta Runa?”
“Ah… soal itu,” Shion berdeham,
“Itu karena dia… tidak ingin kembali teringat dengan masa lalunya. Tapi, bukan
berarti dia membenci Nona Runa. Dia
hanya… mungkin dia belum siap untuk menemui Nona Runa karena kesalahannya di
masa lalu.”
“Kesalahan apa yang kamu maksud?”
“Melahirkanmu dengan takdir…
seperti ini? Dia tidak ingin kamu tahu kalau kamu adalah pewaris Ragnarok,
pemimpin Clematis. Sebenarnya, kemudahan-kemudahan yang kamu dapatkan selama
berada di panti asuhan itu adalah berkat Alice. Walau dia tidak pernah ingin
menemuimu karena takut, tapi dia tetap memperhatikanmu. Di lubuk hatinya yang
terdalam, dia sangat menyayangimu. Walau dia tidak pernah ingin melahirkanmu,
namun perasaannya sebagai seorang ibu tidak bisa disangkal.”
Aku menunduk mendengar ucapan
Shion. Aku berusaha menahan genangan air mata yang akan tumpah dari sudut
mataku.
“Tapi… tapi kenapa dia tidak mau
menemuiku? Dan kenapa sikapnya dingin seperti itu?” tanyaku lagi.
“Sudah kubilang, dia merasa
bersalah. Alice gampang merasa bersalah dan dia sangat menyesal melahirkanmu
dengan takdir sebagai pewaris Clematis, organisasi criminal berpengaruh di
dunia.”
“Tapi seharusnya dia tidak… tidak…”
Aku yakin aku menangis dan tidak
sanggup mengatakan apa-apa lagi. Aku cepat-cepat berdiri dan meninggalkan
ruangan itu.
Aku berlari tanpa tahu arah. Aku
tidak ingin mendengarkan apapun lagi, terutama, karena hatiku sakit mendengar
ibu kandungku sendiri tidak benar-benar mengharapkan aku lahir.
Lantas, kenapa aku harus
dilahirkan? Kenapa aku harus lahir dan masih hidup sampai hari ini? Seharusnya
aku meminta Rei membunuhku saja saat pertama kali bertemu kalau hidupku bakal
seperti ini.
Aku ingin berteriak juga percuma.
Aku yakin teriakanku tidak akan didengar oleh siapapun. Tapi… kurasa itu hal
yang bagus. Aku tidak ingin ada orang lain yang mendengarku, atau menemukanku.
Aku berhenti berlari saat nafasku
tersengal-sengal dan kedua kakiku mulai lelah. Aku menatap ke sekeliling dan
berjengit takut ketika menyadari kalau aku berada di tengah-tengah kegelapan.
Traumaku dengan kegelapan kembali menyeruak dan membuatku menggigil ketakutan.
Di sini tidak ada cahaya dan aku merasa aku bahkan tidak bisa bernafas dengan
baik.
“Ah…”
Aku merapatkan punggungku pada
dinding dingin di belakangku dan gemetar. Suara-suara dari orang-orang di
tempat itu, suara Profesor Diva yang terngiang di kepalaku membuatku semakin
ketakutan. Kututup telingaku dengan kedua tanganku dan berteriak keras. Aku
tidak peduli apakah ada orang yang mendengar.
Aku hanya ingin melampiaskan apa
yang kurasakan sekarang ini.
“Kau
tidak akan bisa kabur dariku, Fuyuki… di sini tempatmu berada, dan di sinilah
kamu akan menghabiskan waktu sepanjang hidupmu.”
“Kau
boneka terbaikku, dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja… kau istimewa,
karena itu aku menyimpanmu sebagai boneka terbaikku.”
“Ibumu
merasa bersalah karena melahirkanmu dengan takdir seperti ini… dia sangat
menyesal karena melahirkanmu dalam keadaan seperti ini…”
“AAAHH!!!”
Tubuhku merosot ke lantai karena
lemas dan tangisku pecah. Aku tidak tahu harus berpikir bagaimana, aku bahkan
tidak sanggup memikirkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya.
“Seseorang… kumohon…” aku terisak,
“Rei… tolong…”
“Runa,”
Sebuah tangan menyentuh bahuku dan
aku tersentak kaget. Cepat-cepat aku beringsut menjauh dari sentuhan di bahuku
dan menatap kalut pada kegelapan di hadapanku.
“S, siapa… ?”
“Ini aku. Rei.” aku merasakan lagi
sentuhan di bahuku, dan tubuhku merasakan kehangatan dari tubuh Rei yang selalu
kurasakan.
“Rei… Rei…”
“Sshh… tidak apa-apa. Aku ada di
sini.” dia mencium puncak kepalaku dan mengelus rambutku, “Aku ada di sini
untukmu, bahkan walaupun Komandan tidak mengharapkanmu.”
“Ibuku… Mama… dia tidak pernah
meng… harapkanku…” aku menangis dalam pelukannya, “… dia tidak pernah ingin
melahirkanku. Lalu… lalu untuk apa… aku lahir?”
Aku menangis sambil mengubur
wajahku dalam-dalam di dada Rei. Dia terus mengelus rambutku dan membiarkanku
menangis.
“Aku yakin dia punya alasan kenapa
dia bersikap seperti tadi padamu.” Kata Rei, “Tapi, aku tahu dia sangat
menyayangimu, Runa. Aku sering melihat beliau melamun dan kadang-kadang
berbicara sendiri mengenai putrinya.”
“Tapi, kalaupun Komandan tidak
mengharapkanmu, setidaknya ada aku yang mengharapkanmu.”
“Eh?”
Aku mendongak dan mencoba menatap
wajahnya. Namun susah dalam kegelapan seperti ini. Kurasakan tangannya
menghapus airmata yang masih mengalir di pipiku.
“Walaupun Komandan tidak
mengharapkan kelahiranmu, tapi, kalau kamu tidak lahir, lantas aku bagaimana?”
katanya, “Kalau aku tidak bertemu denganmu, aku tidak akan pernah punya tujuan
hidup, Runa.”
“M, maksudmu?”
“Biar saja Komandan tidak
menginginkanmu, tapi masih ada aku yang akan menyayangimu.” Aku bisa merasakan
senyuman dalam suaranya ketika dia mengatakan itu, “Tidak peduli kalau kamu
tidak diinginkan, tapi aku menginginkanmu. Kamu segalanya bagiku.”
“Rei…” aku yakin aku terharu dengan
ucapannya dan pipiku memerah.
Rei mencium keningku dan membantuku
berdiri. Lengannya memelukku dan aku tidak menolak ketika dia menyembunyikan
wajahku di dadanya.
“Hari ini kita akan pulang cepat.”
katanya, “Aku akan mengajakmu makan es krim atau apa pun yang kamu inginkan.
Jadi jangan bersedih lagi. Ya?”
Aku mengangguk dan merapatkan
tubuhku padanya.
“Sebelumnya, kita harus berpamitan
dulu pada Leia dan yang lain. Aku juga harus melapor pada Leon kalau aku akan
pulang cepat.” katanya lagi. “Kamu… tidak keberatan menemui Shion sebentar
lagi, kan?”
“Kurasa… tidak apa.” jawabku,
“Jangan tinggalkan aku.”
“Aku tidak akan meninggalkanmu.”
Ujarnya, kemudian menuntunku berjalan pelan-pelan.
0 komentar:
Posting Komentar