Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

RE - Chapter 17



Rei’s Side
Dia memanggil Runa dengan sebutan ‘Nona’?
Aku menatap Shion yang menatap Runa lekat-lekat. Dan aku baru sadar, matanya agak berkaca-kaca seperti orang yang ingin menangis.
“A, apa kamu… mengenalku?” tanya Runa.

“Tentu. Tentu saja aku mengenalmu.” Shion mengangguk, “Aku adalah pengawal yang ditugaskan untuk melindungimu dan ibumu dari kejaran Clematis, atas perintah Ragnarok sendiri.”
Berarti apa yang dikatakan Leon waktu itu… benar?
“Shion, inilah yang ingin kami tanyakan padamu.” Leon menepuk bahu Shion dan membuat pria itu menoleh kearahnya.
Namun, pria itu menatap dingin kearah Leon.
“Apa maksud kalian membawa Nona Runa kemari? Seharusnya dia berada di tempatku menitipkannya sampai ibunya mencarinya.” Katanya.
“Tempatku… dititipkan?”
“Panti asuhan Campbell. Di sanalah seharusnya kamu berada.” kata Shion, “Tapi, kenapa kamu ada di sini?”
“Panti asuhan itu sudah lama terbakar.” Kataku menjawabnya, “Kota di mana panti asuhan itu berada juga sudah lama diserang Clematis dan dibakar. Semua orang di sana juga sudah mati.”
“Apa?”
“Aku adalah saksi yang selamat dari pembantaian mereka. Saat pembantaian itu berlangsung, Runa diculik oleh Clematis dan dijadikan Claydoll.” Kataku lagi.
“D, dijadikan Claydoll!?” Shion menatap Runa lagi, “Apa… apa itu benar?”
Runa mengangguk pelan menjawab pertanyaan Shion.
“Jangan-jangan wanita itu…”
“Wanita itu? Siapa yang kamu maksud?” tanya Leon.
“Tidak ada apa-apa.” Shion menggeleng, “Jadi, apa sebenarnya yang ingin kalian tanyakan padaku?”
“Kami ingin menanyakan, apa benar Runa-chan adalah pewaris Ragnarok.” Kata Leia.
“Dia memang pewaris Ragnarok. Tapi ibunya tidak ingin dia menjadi Ragnarok.” Kata Shion, “Ibunya sendiri kabur dari Clematis tepat setelah melahirkannya, dan aku disuruh olehnya untuk mencari tempat yang cocok untuk Nona Runa agar bisa bersembunyi. Panti asuhan Campbell kupilih karena aku sendiri berasal dari sana. Aku juga adalah teman dekat ibumu.”
“Ibuku… apa dia masih hidup?” tanya Runa.
“Ibumu masih hidup, dia bahkan mirip denganmu.”
“Benarkah? Seperti apa rupanya?”
“Dia cantik. Dan dia—”
Suara pintu yang terbuka menarik perhatian kami, dan aku melihat sekelebat rambut pirang panjang masuk ke dalam. Hanae Alice alias Komandan masuk sambil membawa sebuah nampan di tangannya.
“Komandan?”
“Ada apa ini? Kenapa banyak orang di sini?” tanya Komandan sambil mengerutkan kening.
“Kebetulan sekali kamu datang,” ujar Shion, “Ngomong-ngomong Nona Runa, ibumu sekarang sedang berdiri di hadapanmu.”
“Eh?”
Bukan hanya Runa yang kaget dengan ucapan Shion, tapi aku, Leia, dan Leon juga terkejut mendengarnya.
“Komandan…”
“… ibu Runa?”
Komandan menatap kami semua dengan bingung, dia meletakkan nampan yang dibawanya keatas meja dan menatap kami satu-persatu. Tapi tatapannya menjadi lebih tajam dan tampak dingin ketika menatap Shion.
“Hentikan candaanmu sekarang, Shion. Aku tidak berminat dengan—”
“Komandan, kenapa Anda ada di sini?” tanya Leia.
“Aku mengantarkan makanan untuk orang ini, sudah jelas.” Jawab beliau, “Kalian sendiri kenapa ada di sini?”
“Kami…”
“Mereka membawa Nona Runa.” kata Shion, “Hei, dia anakmu, Alice. Kamu tidak mengenalnya?”
Komandan menatap kearah Runa, dan gadis itu langsung beringsut berlindung di belakang punggungku. Memang tidak salah, sih. Tatapan Komandan tampak dingin dan seolah ingin membekukan siapa pun yang berani menatapnya.
“Bukankah itu informasi rahasia? Kenapa kamu beberkan di hadapan mereka?” tanya Komandan, walau dari wajahnya kelihatannya dia tidak tampak terganggu.
“Karena kalau tidak, kamu mungkin tidak punya teman untuk berbagi kesedihan yang kamu rasakan?” Shion membalas.
“Komandan, apa yang sebenarnya yang kalian berdua bicarakan?” tanya Leia lagi. “Apa Anda mengenal pria ini?”
“Aku memang mengenalnya. Tapi itu sudah lama sekali.” Kata Komandan, yang disambut dengusan dari Shion.
“Diam kau, Shion. Sekali lagi kutanyakan, kenapa kamu membeberkan informasi soal anakku pada mereka?”
“Sudah kubilang, mereka membawa Nona Runa.” kata Shion lagi, “Itu, yang berdiri di belakang wanita berambut biru itu adalah putrimu, tahu.”
“Aku tahu. Aku bisa melihatnya.” Ujar Komandan, “Dan aku tidak mau bertemu dengannya.”
“Apa?”
Aku menatap Komandan yang memandang datar kearah kami, lalu kearah Shion.
“Habiskan makananmu, Shion. Dan setelahnya, ada yang ingin kubicarakan padamu.” Ujar beliau, kemudian berjalan melewati kami.
“Apa? Membosankan…”
Komandan berjalan melewati kami, bahkan melewati Runa yang menatapnya lekat-lekat. Tiba-tiba saja Runa berlari dan  menghampiri Komandan.
“Mama…”
Runa menggenggam tangan Komandan dan membuat langkah beliau terhenti.
“Mama… kau… ibuku? Ibu kandungku?” tanya Runa agak bergetar.
Komandan menatap tangannya yang digenggam Runa dan melepaskannya perlahan.
“Maaf. Aku tidak bisa menjawabnya.” Kata beliau, lalu kembali berjalan meninggalkan kami.
“T—Mama!!”
Runa menatap kepergian Komandan dengan ekspresi sedih. Aku tahu ekspresi sedih itu. Ekspresi terluka dan sedih yang sering ditunjukkan Runa ketika dia tidak bisa mengingat masa lalunya.
Aku berjalan keluar ruangan dan menghampiri Komandan yang hendak memasuki lift.
“Komandan!”
Beliau menoleh dan menatapku, “Apa?”
“Apa… apa benar Anda ibu kandung Runa?” tanyaku, “Kenapa Anda bersikap dingin padanya?”
“Aku memang ibu kandungnya. Sudah kukatakan pada kalian, kan?” katanya.
“Tapi kenapa—bagaimana Anda bisa…”
“Ada beberapa hal yang tidak bisa kujelaskan sekarang. Tapi, aku tidak bisa menemui Runa sekarang ini.” kata beliau, “Tidak setelah apa yang kuperbuat padanya dan juga ayahnya.”
“Apa?”
“Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang.” kata beliau, kemudian masuk ke dalam lift.
“Tunggu, Komandan!” aku mencegah pintu lift menutup, “Ada… ada satu hal lagi yang ingin aku tanyakan pada Anda.”
“Tanyakan saja.”
“Apa… apa Anda berasal dari Clematis? Anda adalah pewaris Ragnarok sebelum Runa?”
“Itu dua pertanyaan, Rei. Tapi, akan kujawab,” kata beliau, “benar aku berasal dari Clematis. Dan benar aku adalah pewaris Ragnarok yang seharusnya memimpin Clematis saat ini.”
“Tapi, kenapa—”
“Kalau kamu masih sangat ingin mengetahui jawabannya, kuberitahu kuncinya.” Beliau mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya dan memberikannya padaku, “Pakai ini dan semua yang melihat ini akan tahu siapa kamu.”
Aku menatap benda yang kini ada di tanganku. Sebuah kalung perak dengan bandul berbentuk bunga clematis berwarna hijau.
“Ini…”
“Pakai saja itu untuk mendapatkan kebenarannya. Dan… tolong sampaikan pada Runa, kalau aku minta maaf karena tidak bisa menemuinya.”
Dan begitu saja, aku mundur dari lift dan membiarkan pintu itu menutup.

***
Runa’s Side
Aku duduk di kursi dan membiarkan Leia mengelus punggungku. Aku masih sedikit syok karena baru saja bertemu dengan ibu kandungku, yang kuketahui bernama Hanae Alice, pemimpin Raven yang sekarang. Saat pertama kali aku melihat beliau, aku memang merasakan perasaan familiar pada beliau, tapi… sikap beliau tampak dingin dan menjaga jarak.
“Sudah kubilang kalau komandan kalian itu adalah ibu kandung Nona Runa,” kudengar suara Shion, pria yang dikatakan Leon adalah pengawal pribadi dari bayi yang dibawa kabur dari Clematis.
Yang artinya, bayi itu adalah aku.
“Tapi, bagaimana bisa? Beliau adalah pemimpin Raven, dan…”
“Ceritanya cukup panjang. Tapi memang benar Hanae Alice adalah ibu kandung Nona Runa sekaligus pewaris Clematis sebelum Nona Runa.” kata Shion, “Dia kabur dari Clematis karena tidak tahan berada di sana.”
“Tidak tahan?”
“Kau mungkin tidak tahu seperti apa Clematis, lady. Tapi aku yakin Nona Runa tahu seperti apa tempat itu kalau dia memang dijadikan Claydoll.”
Aku mendongak menatap Shion, “Tempat itu seperti neraka.” Kataku.
“Memang. Dan karena wanita itu, tempat itu jadi lebih dari sekedar neraka, kan?” katanya, “Wanita bernama Diva itu.”
“Kau kenal Profesor Diva?” tanyaku kaget.
“Siapa yang tidak mengenalnya? Dia adalah kakak tirimu.”
“Kakak… tiri?”
Shion kelihatan salah tingkah setelah mengucapkan itu dan berpura-pura focus pada makanan di hadapannya.
“Runa-chan, Profesor Diva itu siapa?” tanya Leia.
“Dia orang yang membuatku menjadi Claydoll. Satu-satunya ilmuwan wanita yang ada di sana.” jawabku. “Dia disebut sebagai ilmuwan paling jenius yang pernah ada di Clematis. Kecerdasannya dalam memprogram Claydoll dan membuat semua senjata kami adalah yang nomor satu. Ia juga dihormati dan disanjung layaknya pemimpin.”
“Dan dia juga kejam. Kuduga dia mewarisi sifat ibunya.” kata Shion menyahut.
“Seberapa banyak kamu mengetahui tentang Clematis, Shion?” tanya Leon.
“Sebanyak umurku sekarang.” jawab Shion, “Nyaris sepanjang hidupku aku berada di Clematis. Namun aku tidak mengikuti siapa pun di sana kecuali Alice, karena dialah yang menemukanku, dan selamanya aku akan loyal padanya.”
“Aku tidak mengerti apa maksudmu, tapi aku ingin kamu menceritakan semua yang kamu tahu.”
Kami semua menoleh kearah pintu dan melihat Rei kembali.
“Rei,”
Rei berjalan menghampiriku dan memelukku, “Tidak apa-apa. Komandan tidak benar-benar tidak ingin bertemu denganmu.” bisiknya.
“Eh?”
“Aku tidak bisa menceritakan semuanya, anak muda.” Kata Shion. “Aku sudah berjanji pada Alice untuk tidak—”
“Aku diberi kewenangan oleh Komandan untuk mencari kebenarannya.”
Rei menggenggam seuntai kalung dengan bandul berbentuk bunga berwarna hijau. Dari mana dia mendapatkan kalung itu aku tidak tahu. Namun, raut wajah Shion berubah ketika dia melihat kalung itu.
“Kalung itu…”
“Ini kalung milik Komandan, dan katanya aku hanya tinggal memperlihatkan kalung ini padamu dan kamu akan menceritakan segalanya padaku.” kata Rei, “Dan aku ingin kamu menjawab beberapa pertanyaanku.”

***
Runa’s Side
Shion menceritakan semua yang diinginkan oleh Rei dengarkan. Maksudku semuanya ya… semuanya. Termasuk soal bagaimana aku bisa lahir dan kenapa aku dititipkan di panti asuhan tempatku betemu dengan Rei.
“Nona Runa lahir sebagai orang kedua yang berhak mewarisi gelar Ragnarok dalam Clematis. Namun, posisinya tidak cukup memungkinkan karena diantara kedua istri Ragnarok terjadi perselisihan.” Kata Shion, “Sebenarnya yang diharapkan oleh Ragnarok pada saat itu adalah seorang putra, tapi sayangnya yang lahir adalah anak perempuan. Kedua istrinya sama-sama melahirkan anak perempuan.
“Perselisihan yang terjadi memaksa Hanae Alice untuk kabur. Sejak awal dia tidak pernah berniat menjadi istri Ragnarok, bahkan melahirkan keturunannya. Apalagi dengan ancaman dari istri pertama yang mengatakan bahwa ia akan membunuh Alice untuk mempertegas posisi putrinya, Diva, sebagai pewaris tunggal Clematis. Saat mengandungmu, Alice sudah memikirkan berbagai rencana untuk kabur, dan ketika Nona Runa lahir, dia menjalankan rencana pelariannya. Aku ditugaskan untuk membawa Nona Runa pergi sementara dia mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.”
“Lalu, apa yang terjadi setelahnya hingga Hanae Alice menjadi bagian dan bahkan pemimpin Raven?” tanya Rei.
“Saat dalam pelarian, Alice berpesan padaku untuk membawa Nona Runa jauh dari jangkauan Clematis dan agar dia bisa hidup selayaknya anak normal, mengesampingkan kenyataan bahwa dia adalah keturunan pewaris organisasi criminal berpengaruh.” Jawab Shion, “Alice berhasil kabur dari Clematis, namun dia terluka karena harus bertarung melawan Claydoll. Saat itulah dia bertemu dengan pemimpin Raven sebelumnya, Alfredo. Alfredo lalu merawat Alice yang saat itu terluka parah dan Alice merasa berhutang budi pada Alfredo dan menganggapnya seperti ayah sendiri. Alice lalu bergabung dengan Raven setahun setelah dirawat oleh Alfredo. Karena kepiawaiannya dalam bertarung serta rasa tanggung jawabnya yang besarlah, Alfredo menunjuknya sebagai pemimpin Raven yang baru.”
“Darimana kamu tahu itu? Bukankah itu informasi yang bisa dikatakan cukup… rahasia?” kata Leia yang duduk di sebelahku.
“Sudah kubilang kalau aku adalah orang kepercayaan Hanae Alice. Saat aku dibawa kemari setelah menitipkan Nona Runa di panti asuhan Campbell, dia langsung mengajukan diri untuk menjadi pengawasku secara khusus.”
“Tapi, kenapa dia harus menitipkan Runa di panti asuhan?” tanya Rei lagi, “Kenapa dia tidak membawa serta Runa?”
“Ah… soal itu,” Shion berdeham, “Itu karena dia… tidak ingin kembali teringat dengan masa lalunya. Tapi, bukan berarti dia  membenci Nona Runa. Dia hanya… mungkin dia belum siap untuk menemui Nona Runa karena kesalahannya di masa lalu.”
“Kesalahan apa yang kamu maksud?”
“Melahirkanmu dengan takdir… seperti ini? Dia tidak ingin kamu tahu kalau kamu adalah pewaris Ragnarok, pemimpin Clematis. Sebenarnya, kemudahan-kemudahan yang kamu dapatkan selama berada di panti asuhan itu adalah berkat Alice. Walau dia tidak pernah ingin menemuimu karena takut, tapi dia tetap memperhatikanmu. Di lubuk hatinya yang terdalam, dia sangat menyayangimu. Walau dia tidak pernah ingin melahirkanmu, namun perasaannya sebagai seorang ibu tidak bisa disangkal.”
Aku menunduk mendengar ucapan Shion. Aku berusaha menahan genangan air mata yang akan tumpah dari sudut mataku.
“Tapi… tapi kenapa dia tidak mau menemuiku? Dan kenapa sikapnya dingin seperti itu?” tanyaku lagi.
“Sudah kubilang, dia merasa bersalah. Alice gampang merasa bersalah dan dia sangat menyesal melahirkanmu dengan takdir sebagai pewaris Clematis, organisasi criminal berpengaruh di dunia.”
“Tapi seharusnya dia tidak… tidak…”
Aku yakin aku menangis dan tidak sanggup mengatakan apa-apa lagi. Aku cepat-cepat berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
Aku berlari tanpa tahu arah. Aku tidak ingin mendengarkan apapun lagi, terutama, karena hatiku sakit mendengar ibu kandungku sendiri tidak benar-benar mengharapkan aku lahir.
Lantas, kenapa aku harus dilahirkan? Kenapa aku harus lahir dan masih hidup sampai hari ini? Seharusnya aku meminta Rei membunuhku saja saat pertama kali bertemu kalau hidupku bakal seperti ini.
Aku ingin berteriak juga percuma. Aku yakin teriakanku tidak akan didengar oleh siapapun. Tapi… kurasa itu hal yang bagus. Aku tidak ingin ada orang lain yang mendengarku, atau menemukanku.
Aku berhenti berlari saat nafasku tersengal-sengal dan kedua kakiku mulai lelah. Aku menatap ke sekeliling dan berjengit takut ketika menyadari kalau aku berada di tengah-tengah kegelapan. Traumaku dengan kegelapan kembali menyeruak dan membuatku menggigil ketakutan. Di sini tidak ada cahaya dan aku merasa aku bahkan tidak bisa bernafas dengan baik.
“Ah…”
Aku merapatkan punggungku pada dinding dingin di belakangku dan gemetar. Suara-suara dari orang-orang di tempat itu, suara Profesor Diva yang terngiang di kepalaku membuatku semakin ketakutan. Kututup telingaku dengan kedua tanganku dan berteriak keras. Aku tidak peduli apakah ada orang yang mendengar.
Aku hanya ingin melampiaskan apa yang kurasakan sekarang ini.
“Kau tidak akan bisa kabur dariku, Fuyuki… di sini tempatmu berada, dan di sinilah kamu akan menghabiskan waktu sepanjang hidupmu.”
“Kau boneka terbaikku, dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja… kau istimewa, karena itu aku menyimpanmu sebagai boneka terbaikku.”
“Ibumu merasa bersalah karena melahirkanmu dengan takdir seperti ini… dia sangat menyesal karena melahirkanmu dalam keadaan seperti ini…”
“AAAHH!!!”
Tubuhku merosot ke lantai karena lemas dan tangisku pecah. Aku tidak tahu harus berpikir bagaimana, aku bahkan tidak sanggup memikirkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya.
“Seseorang… kumohon…” aku terisak, “Rei… tolong…”
“Runa,”
Sebuah tangan menyentuh bahuku dan aku tersentak kaget. Cepat-cepat aku beringsut menjauh dari sentuhan di bahuku dan menatap kalut pada kegelapan di hadapanku.
“S, siapa… ?”
“Ini aku. Rei.” aku merasakan lagi sentuhan di bahuku, dan tubuhku merasakan kehangatan dari tubuh Rei yang selalu kurasakan.
“Rei… Rei…”
“Sshh… tidak apa-apa. Aku ada di sini.” dia mencium puncak kepalaku dan mengelus rambutku, “Aku ada di sini untukmu, bahkan walaupun Komandan tidak mengharapkanmu.”
“Ibuku… Mama… dia tidak pernah meng… harapkanku…” aku menangis dalam pelukannya, “… dia tidak pernah ingin melahirkanku. Lalu… lalu untuk apa… aku lahir?”
Aku menangis sambil mengubur wajahku dalam-dalam di dada Rei. Dia terus mengelus rambutku dan membiarkanku menangis.
“Aku yakin dia punya alasan kenapa dia bersikap seperti tadi padamu.” Kata Rei, “Tapi, aku tahu dia sangat menyayangimu, Runa. Aku sering melihat beliau melamun dan kadang-kadang berbicara sendiri mengenai putrinya.”
“Tapi, kalaupun Komandan tidak mengharapkanmu, setidaknya ada aku yang mengharapkanmu.”
“Eh?”
Aku mendongak dan mencoba menatap wajahnya. Namun susah dalam kegelapan seperti ini. Kurasakan tangannya menghapus airmata yang masih mengalir di pipiku.
“Walaupun Komandan tidak mengharapkan kelahiranmu, tapi, kalau kamu tidak lahir, lantas aku bagaimana?” katanya, “Kalau aku tidak bertemu denganmu, aku tidak akan pernah punya tujuan hidup, Runa.”
“M, maksudmu?”
“Biar saja Komandan tidak menginginkanmu, tapi masih ada aku yang akan menyayangimu.” Aku bisa merasakan senyuman dalam suaranya ketika dia mengatakan itu, “Tidak peduli kalau kamu tidak diinginkan, tapi aku menginginkanmu. Kamu segalanya bagiku.”
“Rei…” aku yakin aku terharu dengan ucapannya dan pipiku memerah.
Rei mencium keningku dan membantuku berdiri. Lengannya memelukku dan aku tidak menolak ketika dia menyembunyikan wajahku di dadanya.
“Hari ini kita akan pulang cepat.” katanya, “Aku akan mengajakmu makan es krim atau apa pun yang kamu inginkan. Jadi jangan bersedih lagi. Ya?”
Aku mengangguk dan merapatkan tubuhku padanya.
“Sebelumnya, kita harus berpamitan dulu pada Leia dan yang lain. Aku juga harus melapor pada Leon kalau aku akan pulang cepat.” katanya lagi. “Kamu… tidak keberatan menemui Shion sebentar lagi, kan?”
“Kurasa… tidak apa.” jawabku, “Jangan tinggalkan aku.”
“Aku tidak akan meninggalkanmu.” Ujarnya, kemudian menuntunku berjalan pelan-pelan.

0 komentar:

Posting Komentar