Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Angel's Lullaby - Chapter 15 Bag.2



Arisa terbangun ketika dia merasakan sesuatu mengelus pipinya. Ketika dia membuka mata dilihatnya ibunya sedang mengelus pipinya.
“Ma…”

“Sudah bangun?” ibunya tersenyum.
Arisa duduk dan mengucek matanya pelan.
“Haruto di mana?”
“Sudah pulang saat Mama baru pulang tadi.” ujar ibunya, “Kamu sudah agak mendingan? Haruto bilang kamu dikirimi surat kaleng atau semacamnya itu lagi.”
“Sudah… agak mendingan kok.” Kata Arisa, “Aku membuat Mama cemas, ya?”
“Satu-satunya dan yang paling besar.” ibunya tersenyum lagi, “Tapi kamu baik-baik saja, kan?”
“Iya, Ma. Arisa baik-baik saja kok.” Arisa membalas senyum ibunya. “Papa mana? Kak Yuya dan Ken?”
“Mungkin sedang berada di ruang makan. Tadi Mama mampir ke restoran China milik teman Mama dan di sana kami membeli Kungpou Chicken favoritmu.”
“Benarkah?” Arisa tersenyum lebar.
“Ya. Kamu mau makan sekarang?”
“Tentu saja! Aku tidak mau Kak Yuya menghabiskan jatah bagianku!”
Arisa cepat-cepat berdiri dari kasurnya dan berlari kearah ruang makan. Ibunya hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihatnya. Beliau lalu mengikuti Arisa menuju ruang makan dan melihat gadis itu sudah duduk di samping Yuya dan sedang berebut Kungpou Chicken di meja makan.
“Aku mau yang itu! Itu yang paling banyak!” kata Arisa.
“Bagianmu yang ini, Arisa. Jangan rakus, dong!” balah Yuya sambil tertawa geli, “Tidak akan ada yang menyangka kalau nafsu makanmu sebesar ini padahal kamu tidak juga tambah tinggi atau gemuk.”
“Hei!!”
“Ayo, sudah-sudah…” sela ayahnya sambil terkekeh, “Yuya, berikan saja mangkuk itu pada Arisa, dan Arisa, jangan terlalu banyak makan. Kamu tahu efek dari kebanyakan makan, kan?”
“Aku tahu kok.” Kata Arisa sambil tersenyum penuh kemenangan ketika menerima mangkuk dari tangan Yuya.
Yutaka hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan putra-putrinya. Nina lalu menuangkan nasi ke atas piring suaminya dan ikut tersenyum geli melihat kelakuan Yuya dan Arisa.
“Bagaimana keadaan Arisa, Ma?” tanya Yutaka.
“Dia bilang sudah mendingan. Papa lihat sendiri dia sekarang sudah bisa berebut makanan dengan Yuya, kan?”
“Kamu benar.” Yutaka tersenyum, “Tapi, apa Arisa benar-benar sudah tidak apa-apa?”
“Mama harap demikian.” Kata Nina, “Kejadian itu masih membekas pada diri Arisa, terutama hati dan pikirannya. Tentu tidak mudah menghilangkan bekas luka itu semudah membalikkan telapak tangan.”
“Untuk saat ini kita hanya perlu mendukung dan memberi dorongan agar Arisa mau bangkit dari traumanya. Haruto bilang dia juga akan membantu, jadi kita tidak perlu terlalu mengkhawatirkan Arisa sekarang.”
Yutaka manggut-manggut dan menatap Arisa yang asyik berceloteh dengan Yuya. Pria paruh baya itu mengangkat sebelah alisnya melihat Arisa berbicara. Ya. Ini pertama kalinya Arisa berbicara banyak di meja makan, di saat seperti ini. Apa karena keputusan Arisa untuk berdamai dan menghadapi traumanya?
Yutaka berharap itulah jawaban atas pertanyaannya.

***

“Apakah kau benar-benar berniat membunuhku, Kak?” tanya Haruto saat melihat hidangan omelet dan juga Caesar salad di atas meja. Tidak ketinggalan salad buah yang terdiri dari buah melon, apel, anggur, dan kiwi yang disiram dengan susu dan parutan keju.
Reno yang sedang mengaduk salad buah dan kemudian menuangkan wine untuk mereka berdua.
“Kurasa ini tidak berlebihan.” Kata Reno polos, “Ayolah, Haruto, aku sudah bersusah payah memasak semua ini dan aku berharap komentar bagus darimu.”
“Kuharap aku masih hidup sampai saat itu terjadi.” Haruto tertawa dan mencicipi sedikit omelet bagiannya, “Kok enak, sih?”
“Kubilang juga apa…” Reno tergelak, “Sekarang ayo kita makan, dan setelahnya kamu bisa menceritakan apa yang terjadi pada Arisa tadi.”
“Dia mendapat semacam surat kaleng.” Kata Haruto, “Dari orang yang menyebabkannya trauma.”
“Trauma? Arisa terkena trauma karena apa?”
“Ah, ya… aku belum menceritakan soal traumanya, ya?” ujar Haruto.
Haruto lalu menceritakan semuanya, dan Reno mendengarkannya dengan seksama. Ketika Haruto selesai bercerita, Reno tidak tahu harus mengatakan apa dan hanya memasang ekspresi marah.
“Kak?”
“Apa orang yang membuatnya trauma berhasil ditangkap?” tanya Reno.
“Menurut Arisa, orang itu sudah tertangkap, dan sejak itu dia tidak pernah tahu seperti apa nasib orang itu.” jawab Haruto, “Tapi trauma yang disebabkan oleh orang itu masih melekat kuat dalam ingatan Arisa.”
“Astaga…” Reno menatap makanannya yang masih bersisa banyak. “Aku tidak pernah tahu dia punya trauma seperti itu. Kenapa kamu tidak menceritakannya lebih cepat?”
“Aku tidak sempat menceritakannya karena saat itu dia masih bersikap curiga dan waspada padaku. Tentu saja aku harus mencairkan sikapnya dulu, kan?”
“Benar juga…”
“Tapi denganmu dia tidak pernah menutup diri.” Kata Haruto, “Dan karena aku sering membawamu kemari dia malah mengira aku berusaha menjodohkanmu dengannya.”
“Benarkah?” Reno menatapnya dengan sebelah alis terangkat dan ekspresi geli.
“Yah… mungkin karena dia lebih mudah dekat denganmu dan tidak merasa tertekan di dekatmu.”
“Memangnya kamu kira aku monster sampai-sampai dia harus merasa tertekan?”
Haruto tertawa dan menyuap makanan ke dalam mulutnya. Mereka berdua memakan makanan mereka dalam diam, tidak ada seorang pun diantara mereka yang berbicara lagi setelah itu.
“Oh ya Haruto,”
“Yup?”
“Besok… aku ingin bertemu Arisa, bisa kamu atur waktunya?” tanya Reno, “Besok dia sekolah atau tidak?”
“Aku tidak tahu. Tapi mengingat hari ini dia sudah dua kali mendapat surat kaleng seperti itu, mungkin besok dia tidak akan pergi ke sekolah.”
“Kalau begitu, aku akan ke rumahnya.”
“Kamu!?”
“Ya. Aku kakaknya, jadi aku berhak untuk mengurusnya, kan?” kata Reno, “Aku yakin Yuya juga tidak akan keberatan.”
“Aku akan berbicara dengan Nyonya Kunisada dan Yuya kalau begitu.” kata Haruto, “Kurasa mereka juga akan tidak akan keberatan kamu berkunjung ke rumah mereka.”
“Benar, kan?” Reno tersenyum, “Nah, sekarang makan makananmu dan setelah itu kita bertarung lagi, seperti biasanya.”
“Ah… kamu masih tidak terima kalah dariku ya?”
“Kali ini aku tidak akan kalah darimu.” Kata Reno, “Lagipula aku sudah belajar beberapa teknik yang berguna dari seorang temanku yang menguasai permainan itu. Kali ini akan kupastikan kamu tidak akan bisa mengalahkanku.”
Haruto hanya tertawa geli. Pertarungan yang mereka maksudkan adalah permaian game konsol yang mereka mainkan sebelum Reno pergi untuk tur keliling dunia, memperlihatkan kemampuannya bermain piano.
“Oke. Kali ini aku juga akan serius mengalahkanmu, Kak.”

***

Arisa masuk ke dalam kamarnya dan menghampiri meja belajarnya ketika ponselnya tiba-tiba berbunyi. Tapi, dia baru akan menerima telepon yang masuk, telepon itu terputus.
“Siapa yang meneleponku malam-malam begini?” gumam gadis itu sambil mengerutkan kening.
Arisa baru meletakkan ponselnya ketika benda itu kembali berbunyi. Kali ini Arisa mengerutkan kening melihat gambar amplop, tanda ada pesan masuk di layar ponselnya.
“Siapa lagi ini?”
Dia membuka pesan itu dan membacanya.
Dan baru sedetik dia selesai membacanya, Arisa menjerit keras.

0 komentar:

Posting Komentar