Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Angel's Lullaby - Chapter 15 bag.1



Haruto menghembuskan nafas dan melirik kearah Arisa yang tidur di tempat tidur di kamarnya. Setelah menceritakan apa yang terjadi di masa lalunya, Haruto harus berusaha untuk menenangkan Arisa yang gemetar ketakutan dan menangis karena mengingat masa lalunya.
Masa lalu yang kelam… Haruto tidak pernah menyangka Arisa akan mengalaminya. Tidak banyak orang yang memiliki pengalaman pahit dalam hidup walau tidak semua orang memiliki pengalaman seperti Arisa.

Setelah Arisa menceritakan semuanya, sekarang dia bisa paham kenapa gadis itu menjadi lebih pendiam sebelum mendapat trauma. Sikap pendiam itu diciptakan Arisa sebagai tameng untuk melindungi masa lalunya. Hal yang cukup biasa terjadi pada semua orang, tapi…
Ponsel di saku celananya tiba-tiba berbunyi. Haruto cepat-cepat menyingkir dari kamar Arisa dan mengeluarkan ponselnya. Di layar ponsel tertera nama Reno.
“Kak Reno?” Haruto mengerutkan kening dan mengangkat telepon dari Reno, “Ada apa, Kak?”
Haruto, kamu ada di mana?
“Di rumah Arisa.” Jawab Haruto, “Memeangnya kenapa, Kak? Apa Kakak butuh bantuan?”
Tidak juga… aku hanya ingin tahu di mana kamu karena, ya… aku memang perlu bantuan.” Kata Reno sambil tertawa, “Aku ingin kamu membawa Arisa kemari. Hari ini aku memasak omelet keju dan daging dan aku ingin kalian mencicipinya.
“Kau masih memasak padahal masakanmu sendiri rasanya meragukan?” kata Haruto tertawa geli, “Kau memang tidak pernah kapok, ya?”
Diamlah adik kecil. Jadi, bisakah kamu membawa Arisa ikut dan mencicipi masakanku?
“Hari ini tidak bisa. Arisa sedang tidur sekarang.” ujar Haruto.
Tidur? Bukannya sekarang masih belum larut malam?” tanya Reno, “Apa… apa terjadi sesuatu pada Arisa?
“Bagaimana kau bisa tahu?”
Insting saudara kandung.” Jawab Reno asal, “Jadi, apa yang terjadi?
“Ceritanya panjang. Nanti akan kuceritakan saat aku ke apartemenmu. Sekarang aku sedang menunggu Yuya pulang. Arisa sendirian di rumah dan orangtuanya belum pulang, jadi aku harus menungguinya dulu.”
Oke, baiklah. Tapi setelah Yuya atau orangtuanya pulang, cepatlah kemari dan beritahu aku apa yang terjadi.
“Aku mengerti, Kak. Sampai jumpa.”
Ya, sampai jumpa.
Haruto menutup telepon dan memasukkannya ke dalam saku celana. Dia baru akan masuk kembali ke kamar Arisa ketika dia mendengar suara mobil dari depan rumah. Beberapa detik kemudian dia mendengar bunyi pintu yang terbuka disusul suara adik Arisa, Ken, yang sepertinya berlari masuk ke kamarnya sendiri.
“Ah, Haruto, selamat malam.” Ibu Arisa, Nyonya Nina menaiki tangga dan menyapa Haruto, “Arisa ada di dalam kamarnya?”
“Ya. Sedang tidur.” kata Haruto.
“Tidur? Baru kali ini dia tidur cepat.” ujar beliau.
“Tadi ada sesuatu yang terjadi, dan Arisa kusuruh untuk beristirahat.”
“Apa ada sesuatu yang terjadi padanya?”
“Seseorang mengiriminya sesuatu yang… menakutkan saat dia menghadiri meet and greet Yuya di toko buku.” Kata Haruto mencoba mencari kata yang tepat.
“Ah… maksudnya surat-surat kaleng dan kotak berisikan mayat binatang, ya?” kata Nyonya Nina, lalu menghela nafas, “Lagi-lagi ada yang mengiriminya benda-benda itu, kan?”
Haruto mengangguk.
Nyonya Nina tersenyum tipis dan berjalan mendekati pintu kamar Arisa.
“Haruto, apa kamu menganggap Arisa sebagai gadis yang menakutkan?” tanya beliau tiba-tiba.
“Apa?”
“Aku tahu teman-teman sekelas Arisa dulu mengejeknya dan mengata-ngatainya. Sikap Arisa yang pendiam juga terbentuk karena perlakuan itu. Mereka semua menganggap Arisa adalah gadis yang menakutkan dan tidak pantas dijadikan teman…” Nyonya Nina menghela nafas lagi, “… butuh waktu yang cukup lama untuk membawa Arisa kembali menjadi dirinya sendiri. Walau sekarang dia masih belum menjadi seperti yang dulu, tapi setidaknya dia tidak pernah lagi tertutup pada kami sebagai keluarganya.
“Haruto, aku boleh meminta sesuatu darimu?”
“Anda ingin meminta apa?” tanya Haruto.
“Bisakah kamu membantunya untuk menjadi dirinya sendiri lagi?” kata Nyonya Nina, “Aku lebih suka Arisa menjadi periang dan cerewet dibandingkan ketika dia diam dan tidak bicara nyaris seharian penuh.”
“Dia sering melakukannya?” tanya Haruto lagi.
“Kamu mungkin tidak percaya, tapi itulah kenyataannya.” Nyonya Nina tersenyum, “Aku akan menjaga Arisa kalau-kalau dia bangun nanti. Kamu bisa pergi ke dapur untuk makan malam. Ada kungpou chicken dan juga mi goreng.”
“Tidak perlu repot-repot. Saya tadi berniat menunggui Arisa sampai Yuya pulang setelah itu pergi ke apartemen Kak Reno.”
“Oh ya, Reno bagaimana kabarnya? Aku belum pernah bertemu lagi dengannya. Terakhir kali bertemu… mungkin sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu.”
“Dia baik-baik saja. Dan sekarang sedang mencoba menjadi chef amatir.” Kata Haruto sambil tertawa.
Nyonya Nina juga ikut tertawa.
“Baiklah kalau kamu memang ingin ke tempat Reno. Terima kasih karena sudah menunggui Arisa.”
“Sama-sama, Nyonya. Kalau begitu saya pamit dulu.”
“Hati-hati di jalan.”
Haruto mengangguk dan berjalan menuruni tangga. Dia sempat berpapasan dengan ayah Arisa dan menuju mobilnya yang terparkir di luar rumah. Bersamaan dengan itu, Haruto melihat mobil Yuya yang terlihat di ujung jalan. Dia mengangguk kearah Yuya yang melambai kearahnya dan segera masuk ke mobil.
Haruto lalu menyalakan mesin mobil dan kemudian meninggalkan rumah Arisa.

***

0 komentar:

Posting Komentar