Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Unmei Gokko - Chapter 12 Bag. 2



Sakura tidak tahu apa yang terjadi ketika dia mendengar suara jeritan yang asalnya cukup dekat dari tempatnya berdiri. Salah seorang Senshu memegangi kepalanya dan jatuh terduduk sementara tubuhnya menggigil seperti ketakutan…
… tunggu. Sepertinya memang benar.

“Lihat di atas!”
Semua orang yang ada di sana mendongak ke atas dan melihat langit yang awalnya tampak gelap berubah warna menjadi seperti pelangi disertai guntur yang bersahutan.
Sakura yang melihat perubahan warna langit yang tidak biasa itu juga terkejut. Dia lebih terkejut lagi ketika melihat Manami seakan-akan berdiri tanpa ada yang menyangganya di langit terbuka. Laki-laki itu menatap tepat kearahnya sambil tersenyum tipis. Sebuah senyuman yang membuat perasaan Sakura yang tidak enak menjadi-jadi.
“Keiko, awas!!”
Sebuah benda berat menimpa tubuhnya, dan dia baru sadar ketika melihat bekas terbakar di tempatnya berdiri tadi. Minato menyelamatkannya tepat ketika petir nyaris menyambarnya.
“Kamu tidak apa-apa?”
Sakura mengangguk dan melihat ada lebih banyak petir yang menyambar sementara dia melihat Manami seakan turun dari langit dan menatap kearahnya.
Perasaan tidak enaknya semakin menjadi-jadi.
“Minato, aku punya perasaan buruk soal ini.” katanya.
“Aku juga memikirkan hal yang sama.”
Minato menatap Neo yang balas menatapnya dengan kening berkerut. Neo pasti tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Manami hanya mengincar kita berdua.” kata Sakura, “Dan kurasa dia mengincarku karena benda ini.”
Sakura menatap pedang pendek di tangannya, yang sepertinya berkedip lemah dengan cahaya keemasan.
“Sejak kapan pedang ini bersinar?” kata Minato, “Apa pedang ini…”
“Aku tidak tahu, Minato. Kamu yang memberikan pedang ini padaku, seharusnya kamu ta—tunggu, ini bukan saatnya membicarakan hal ini.”
“Benar juga.”
“Kita harus pergi dari sini, Minato. Aku tidak ingin mereka semua terluka.” Ujar Sakura.
Minato mengangguk. Dia segera membantu Sakura berdiri.
“Vermillion! Festialle!”
Sakura memanggil kedua Dewa Burung itu dan memunculkan mereka di hadapannya dalam wujud manusia.
“Lindungi semua Senshu yang ada di sini,” kata Sakura, “Lakukan apa pun agar mereka semua tetap selamat,”
“Baik.”
Sakura kemudian menggenggam erat pedang pendek di tangannya dan memejamkan mata.
“Datanglah, Shirushi, Kuroki.”
Dua sosok wanita berpakaian serba putih dan ungu gelap muncul di hadapan mereka. wanita berpakaian putih itu menatap kekacauan yang ditimbulkan oleh Manami dan menghal nafas.
“Saya tahu apa yang sedang terjadi, tapi tidak menyangka akan seperti ini jadinya.” Kata Shirushi. “Apa yang harus kami lakukan, Miko?”
“Bantu Vermillion dan Festialle. Aku akan mencoba memanggil Seiryuu.”
“Baik, Miko.”
Sakura hendak menggenggam kembali pedang pendek di tangannya ketika dia merasakan rasa sakit luar biasa dari matanya yang terluka. Sebuah desisan terlompat keluar dari bibirnya.
“Keiko, kamu kenapa?”
“Tidak apa-apa. Mataku… hanya terasa sedikit sakit.” jawab Sakura, “Tapi tidak apa-apa, aku baik-baik sa—”
Ucapan Sakura terhenti ketika dia melihat sesuatu mengarah kearahnya. Cepat-cepat dia menghindar dari sebuah serangan yang berasal dari Manami yang sedang berjalan kearahnya.
“Sial.” umpat Sakura, “Sepertinya kita tidak punya pilihan selain bertarung dengannya di sini, Minato.”
Minato juga melihat Manami yang berjalan kearah mereka dan mengangguk.
“Kurasa.” Kata Minato, “Kamu berdirilah di belakangku, aku—”
“Tidak. Biar aku yang menghadapinya lebih dulu.” Sela Sakura, “Ada urusan yang harus kuselesaikan dengannya.”
“Tapi, lukamu, Keiko—”
“Tidak apa-apa, Minato. Lagipula… ini permintaan terakhir dari Shirayuri. Aku harus melepaskan Manami dari permainan ini, dan kita semua akan bebas.”

***

Deuce melihat Ace tampak tenang ketika mereka pergi ke tempat di mana Tatakatta berlangsung. Wajah wanita yang sering terlihat sedih itu kini terlihat lebih datar dari biasanya. Dan biasanya jika seperti itu, pastilah ada yang dipikirkan Ace.
“Ace, apa kamu baik-baik saja?”
“Tentu. Aku baik-baik saja.” kata Ace, “Ada apa kamu bertanya begitu?”
“Wajahmu lebih datar dari biasanya.” Ujar Deuce, “Dan jika kamu berwajah seperti itu, itu artinya kamu sedang memikirkan sesuatu.”
Ace diam. Dia berhenti melangkah dan membuat Deuce dan Queen yang mengikutinya juga ikut berhenti.
“Ada apa, Ace?” tanya Queen.
“Aku… aku tidak mungkin bisa ke sana sekarang.” kata Ace, “Ada sesuatu—seseorang, yang ingin bertemu denganku terlebih dulu.”
“Apa? Bukankah kita harus cepat-cepat pergi ke tempat Minato dan menghentikan apa yang sedang berlangsung di sana?” tanya Deuce, “Apa kamu tidak lihat kalau langit di sana lebih gelap daripada yang lain?”
“Aku melihatnya.” Ace mengangguk, “Tapi aku tidak… aku tidak bisa pergi ke sana sekarang.”
“Kenapa?” tanya Deuce lagi.
Karena aku yang memintanya bertemu.
Suara itu membuat mereka menoleh kearah seorang laki-laki muda yang bersandar di dinding tidak jauh dari mereka. Deuce sempat kaget melihat laki-laki itu berdiri dengan santainya dan tiba-tiba padahal tadi jelas-jelas dia tidak melihat seorang pun di sana.
“Kamu…”
“Ternyata kamu selama ini mengikuti kami, ya?” kata Queen, lalu menoleh kearah Ace, “Apa dia yang ingin bertemu denganmu?”
“Ya.” Ace melihat kearah laki-laki itu, “Dia memintaku bertemu dengannya, untuk membunuhnya.

0 komentar:

Posting Komentar