Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Unmei Gokko - Chapter 15

Tiga bulan kemudian
Tidur. Mungkin kegiatan itu adalah kegiatan paling menyenangkan yang akan dipilih oleh orang-orang. Menghabiskan waktu berbaring di kasur, dengan selimut yang menghalau hawa dingin dari pendingin ruangan atau udara pagi yang berhembus dari jendela kamar yang sengaja dibuka. Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tidur, itu adalah kegiatan yang sangat menyenangkan.

Itulah yang sedang dilakukan Sakura sekarang. Matanya masih terpejam erat dan selimut menutupi tubuhnya sampai ke dagu. Gadis itu bahkan tidak peduli pada cahaya matahari yang memaksa masuk dari gorden kamarnya yang tebal dan berwarna merah muda.
Namun gerakannya terhenti ketika dia merasakan sesuatu atau lebih tepatnya seseorang, sedang memeluknya dari belakang. Sepasang tangan melingkari pinggangnya dan membuat Sakura membuka matanya sedikit dan menoleh ke belakang bahunya. Wajah Minato langsung membuatnya terbelalak kaget dan duduk tegak. Ditatapnya wajah Minato yang masih tertidur pulas lekat-lekat.
Tetapi sepertinya Minato tahu kalau dia sedang diperhatikan sehingga dia membuka sebelah matanya dan tersenyum lebar pada Sakura.
“Selamat pagi.” kata Minato sambil menguap. “Tidurmu nyenyak?”
“Sejak kapan kamu tidur di ranjangku?” tanya Sakura tanpa menjawab sapaan Minato.
“Sejak kemaren malam. Apa kamu lupa kalau kamu kemarin mimpi buruk lagi?”
Kening Sakura berkerut. Dia memang bermimpi buruk kemarin malam, tetapi dia tidak ingat Minato ada di kamarnya saat itu…
… tunggu dulu.
“Kamu menyelinap masuk ke dalam kamarku ketika aku bermimpi buruk?” tanya Sakura lagi, kali ini sambil menyipitkan matanya.
“Benar.” Minato tersenyum lebar, “Dan sepertinya aku mendapat bonus karena selain berhasil menenangkanmu untuk tidur kembali, aku jadi punya guling gratis.”
Pipi Sakura langsung memerah. Diambilnya bantal di dekatnya dan melemparkannya ke wajah Minato.
“Dasar mesum!”
Minato malah tertawa melihat reaksi Sakura. Gadis itu menghembuskan nafas kesal dan berniat meninggalkan tempat tidur ketika tangan Minato menariknya dan malahan memeluknya lagi.
“Minato, lepas!”
“Tidak mau. Aku masih mengantuk. Lagipula ini masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah.” Ujar Minato.
“Tetapi aku harus menyiapkan sarapan. Memangnya kamu mau makan roti dari kantin saja?”
“Kalau itu memungkinkan. Ayolah, aku masih mengantuk, nih…”
“Tidur saja sendiri!”
Sakura berhasil melepaskan diri dari pelukan Minato dan buru-buru meninggalkan kamarnya dengan pipi memerah karena pemuda itu baru saja mencium bibirnya.

***

Minato memperhatikan Sakura yang terburu-buru meninggalkan kamar sambil terkekeh. Dia meregangkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar Sakura yang dicat dengan warna pink. Yah… sejak mereka tinggal bersama tiga bulan lalu, entah kenapa Sakura merombak semua interior rumahnya. Sejak pertarungan terakhir tiga bulan lalu, semuanya kembali normal, bahkan terlalu normal.
Ya. Otaknya masih mengingat jelas pertarungan terakhir semua Senshu dari permainan Shigi. Dia juga masih mengingat semuanya dengan jelas, seakan semua itu baru terjadi kemarin.
Setelah Ace, atau kakaknya Setsuna, meminta mereka untuk membunuh para Master termasuk Manami, cahaya-cahaya kecil mirip kunang-kunang keluar dari tubuh mereka semua. Tidak hanya dari tubuh para Master yang saat itu sudah tergeletak tak bernyawa, tetapi juga semua Senshu termasuk Minato dan Sakura.
“Ini semua adalah ingatan kalian mengenai permainan ini.” kata Shirayuri, “Semuanya akan benar-benar menghilang dari kehidupan kalian semua. Digantikan dengan ingatan kalian jauh sebelum permainan ini terjadi.”
“Apa itu artinya kami juga akan kehilangan ingatan kami?” tanya Minato.
“Ya. Semua pemain akan kehilangan ingatan mereka tentang Shigi dan hal-hal yang berkaitan dengan permainan ini… tetapi ada pengecualian bagi orang-orang yang bertanggung jawab atas kalian seperti Mayumi. Dia tidak akan kehilangan ingatannya, tetapi mereka masih harus mengawasi kalian, memastikan kalian tidak mengingat Shigi dan kembali menjalani hidup normal kalian.”
“Apakah mereka akan baik-baik saja? Dalam permainan ini, ada banyak orang yang tidak bisa kembali ke kehidupan normal mereka bahkan walau ingatan tentang permainan ini sudah dihapus dari ingatan mereka.”
Shirayuri tersenyum tipis. Dia mendekati mereka berdua dan menggenggam tangan mereka masing-masing.
“Karena itulah aku memberikan kalian kemampuan khusus.” ujar wanita itu, “Aku akan memberikan kalian ingatanku dan Kouji pada kalian, juga kekuatan kami yang kusegel dalam diriku sendiri. Kekuatan ini akan tetap membuat kalian mengingat permainan ini dan membantu Mayumi juga yang lain untuk mengawasi para pemain.”
“Itu adalah tugas terakhir kalian. Dan… aku minta maaf, karena tidak pernah bisa menyelesaikan permainan ini sejak awal.”
Minato menghembuskan nafas dan bangkit dari tempat tidur. Dia tidak boleh memikirkan hal satu itu sekarang. Yang harus dipikirkannya kali ini adalah apa Sakura benar-benar pergi ke dapur untuk membuat sarapan atau malah bersembunyi darinya karena takut dia akan memeluk gadis itu lagi.

***

“Minato, kenapa kita tidak pergi ke tempat Mayumi? Dia masih orang yang bertanggung jawab atas pendidikan dan tempat tinggalmu, kan?” tanya Sakura ketika mereka akan pergi ke sekolah.
Minato mengetatkan dasi yang dikenakannya dan meraih tasnya.
“Aku sedang tidak ingin mengunjungi siapapun.” Jawab Minato.
“Tapi dia adalah orang yang berperan menjadi orangtuamu!” kata Sakura, “Kamu seharusnya menengoknya sesekali.”
“Aku tahu itu, tetapi aku butuh waktu untuk… memantapkan hati kalau-kalau teman-temanku di Shigi dulu akan berpapasan denganku.” Minato mengedikkan bahu, “Kebanyakan Senshu di kelompokku saat itu adalah anak-anak yang ditinggal mati kedua orangtuanya atau bahkan terbunuh.”
Sakura terdiam, dia menundukkan kepalanya seolah-olah apa yang dikatakan Minato tadi terjadi di depan matanya.
“Hei, tidak apa.” Minato tersenyum tipis, “Aku akan menemui Mayumi jika aku sempat, aku janji.”
“Benar?”
“Benar. Kenapa malah kamu yang ngotot ingin aku menemui Mayumi, sih?”
“Soalnya aku kangen dengan masakan buatannya.” Ujar Sakura tersenyum lebar, “Aku juga ingin meminta sesuatu pada Mayumi…”
“Hm? Memangnya kamu mau meminta apa darinya?”
“Itu rahasia. Memangnya aku harus selalu memberitahumu?” tanya Sakura balik.
“Kau ini…” Minato menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Oh ya, hari ini hari festival sekolah berlangsung, kan? Kelasmu akan mengadakan apa?” tanya Minato.
“Entahlah. Aku lupa.” Jawab Sakura, “Tapi rasanya… aku diminta teman-teman sekelas untuk mengikuti sesuatu, dan itulah yang kulupakan.”
“Hah?”
“Tidak penting. Aku hanya tidak ingat aku disuruh apa oleh teman-teman sekelasku.” Kata Sakura, “Lagipula aku juga menerimanya dengan setengah hati. Mereka mungkin akan memberitahuku aku harus melakukan apa.”
“Oh, oke. Berarti kamu tidak keberatan kalau aku berkunjung ke kelasmu, kan?”
“Untuk apa?”
“Melihatmu.”
“Kita sudah bertemu setiap hari di rumah, bahkan berpapasan di sekolah. Untuk apa lagi melihatku?”
“Keiko, tidak usah protes. Turuti saja.”
Lagi-lagi Sakura terdiam, tetapi kali ini kedua matanya menyipit menatap Minato.
“Tolong jangan panggil aku Keiko ketika di sekolah. Hanya kamu yang tahu nama asliku itu, Minato.”
“Memang, dan karenanya kamu tidak boleh protes kalau aku mau mengunjungimu nanti. Jadi bersiaplah.”
Sakura membuka mulutnya hendak membalas ucapan Minato, tapi kemudian menutupnya kembali dan menghembuskan nafas jengkel.
“Terserahlah. Kuharap kamu tidak datang ke kelasku dan tidak menggangguku seharian ini.”
“Kejam sekali kamu…”

***

Sakura baru saja masuk ke dalam kelasnya ketika teman-temannya langsung mengerubunginya. Tentu saja itu membuat Sakura kaget, apalagi beberapa teman perempuannya malah menarik-nariknya kearah pojok ruangan yang entah kapan sudah disulap menjadi ruang ganti sederhana.
“H-hei, ada apa ini? Kenapa kalian menarikku ke sini, sih?”
“Bukannya kamu berjanji akan ikut pemilihan Raja dan Ratu Festival? Kami sudah menunggumu dari tadi untuk mendandanimu, tahu!”
“Eh??”
“Ayo cepat! Kamu tidak punya waktu lagi, beberapa jam lagi pemilihannya akan dimulai!”
Sakura hanya bisa pasrah ketika teman-temannya mendandaninya dan memakaikannya sebuah gaun berwarna pink, nyaris putih, ke tubuhnya. Awalnya Sakura menolak memakai gaun itu, tapi karena teman-temannya memohon dengan tampang memelas (menurut Sakura) akhirnya dia mau memakainya. Beberapa temannya menatap kagum ketika gaun itu sudah terpasang di tubuhnya. Sakura sendiri hanya berharap kalau gaun yang dipakainya tidak menarik perhatian orang terlalu banyak.
Ketika rambutnya sedang ditata, salah seorang siswi masuk ke ruang ganti dan menghampiri Sakura.
“Hanae-san, ada yang mau bertemu denganmu.” katanya.
“Siapa?” Sakura mengerutkan kening, “Kurogane-senpai?”
“Bukan. Dia perempuan. Tinggi, putih, dan berambut pendek.” Ujar siswi itu, “Katanya dia mencarimu.”
Perempuan tinggi, putih, dan berambut pendek? Siapa? Tanya Sakura dalam hati.
“Aku akan segera menemuinya.” Balas Sakura.
Sakura segera keluar dari ruang ganti dan berjalan kearah pintu kelas. Dia sempat melihat kerumunan siswa laki-laki di kelasnya yang sedang bergerombol di dekat pintu masuk. Ia harus bersusah payah untuk menerobos kerumunan itu, walau dia adalah salah satu siswi paling terkenal di kalangan siswa laki-laki, tapi kalau itu adalah siswa di kelasnya, jelas mereka menganggapnya sebagai orang biasa.
Ketika berhasil menerobos kerumunan, mata Sakura sedikit membesar melihat siapa perempuan yang ingin menemuinya.
Neo.
“Kamu…”
Neo menoleh kearah Sakura. Gadis itu tampak persis seperti yang Sakura ingat. Masih dengan penampilan yang sama, dan juga tatapan mata yang sama. Tatapan penuh rasa iri.
“Kamu yang bernama Hanae Sakura?” tanya Neo.
Sakura mengangguk.
“Namaku Natsumi Chifuyu. Aku mahasiswa, universitasku tidak jauh dari sini.” ujar Neo—Chifuyu.
“Hanae Sakura.” Kata Sakura, “Lalu, ada urusan apa mencariku?”
“Kamu Miko Sakura, kan?”
Sakura sudah tahu dia akan mendapatkan pertanyaan itu dari bekas Senshu yang kemungkinan besar masih mengingat sedikit ingatannya selama menjadi Senshu, dan dia sudah mempersiapkan diri.
Tetapi dia tidak pernah menyangka yang menanyakan hal itu pertama kali adalah Neo alias Natsumi Chifuyu yang berasal dari Kelompok Phoenix.
Sakura sempat mendengar nada kebingungan dari teman-temannya di belakang punggungnya. Permainan Shigi memang sudah dihapuskan dari ingatan orang-orang yang berkaitan dengan permainan itu kecuali beberapa orang termasuk Sakura dan Minato.
“Kamu Miko Sakura, kan?” tanya Chifuyu lagi.
“Kalau iya, lantas kenapa?” balas Sakura, “Kamu masih mengingat dirimu sebagai Senshu?”
Di luar dugaan, Chifuyu menggelengkan kepalanya.
“Tidak. Aku tidak ingat apakah aku adalah Senshu.” Ujar gadis itu, “Tetapi aku ingat kamu adalah orang yang harus kubunuh!”
Tahu-tahu saja Chifuyu menggenggam sebuah pisau lipat yang kelihatan tajam dan hendak menusuk perut Sakura. Dia sempat mendengar teman-temannya memekik kaget dan menjerit di belakangnya…
… tepat ketika Minato datang dan menghentikan gerakan Chifuyu yang berbahaya.
“Argh!!”
“Hampir saja…” Minato menghembuskan nafas.
“Mina—Kurogane-senpai? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Sakura.
“Membereskan sedikit kekacauan.” Minato mengedikkan bahu. “Aku baru saja dikirimi email dari Mayumi, yang mengatakan kalau Neo akan datang menemuimu.”
“Mayumi?”
“Ceritanya panjang. Aku harus membawanya ke tempat Mayumi dulu.” Kata Minato, kemudian mendongak dan melihat penampilan Sakura, “Wow, kamu cantik sekali. Apa kamu berdandan untukku?”
Sempat-sempatnya cowok ini mengatakan hal itu di saat seperti ini!
“Aku diminta teman-teman sekelasku untuk ikut pemilihan Raja dan Ratu Festival.” Jawab Sakura, “Dan… katamu kamu mau membawanya ke Mayumi?”
“Yup. Bersyukurlah sekarang tidak ada guru yang lewat dan masalahnya hanya pada teman-temanmu yang berdiri di belakang—” Minato mengangguk.
“Lepaskan aku! Aku harus membunuh gadis itu!” teriak Chifuyu sambil berusaha melepaskan diri dari Minato.
“Maaf, Neo. Kamu tidak akan bisa menyentuhnya selama aku masih hidup.” Jawab Minato tenang, “Aku lupa kamu adalah pembunuh bayaran sebelum menjadi Senshu.”
“Pembunuh bayaran?” Sakura mengerutkan kening, “Dia pembunuh bayaran?”
“Lebih tepatnya mantan pembunuh bayaran.” Ujar Minato, “Sudahlah, aku akan membawanya ke tempat Mayumi dulu. Dia menunggu di luar gerbang sekolah.”
Minato berusaha keras untuk menahan setiap gerakan yang dilakukan Chifuyu. Untungnya tubuhnya cukup kuat untuk menahan Chifuyu. Sakura sempat meliaht Minato mengedipkan mata kearahnya sesaat sebelum dia berjalan pergi bersama Chifuyu. Sakura tidak sempat membalas kedipan mata Minato karena teman-temannya tahu-tahu sudah mengerubunginya. Menanyakan apa dia baik-baik saja atau tidak.
“Sakura-sama, Anda baik-baik saja?”
“Hanae-san, tadi itu hampir saja!”
“Siapa gadis tadi? Kenapa dia bisa masuk ke sini dengan pisau itu?”
“Syukurlah Anda tidak terluka, Sakura-sama.”
Dan masih banyak lagi ucapan yang keluar dari teman-temannya, tetapi tidak bisa ia tangkap dengan benar karena mereka mengucapkannya bersamaan.
“Err… aku harus pergi ke lapangan sekarang. Permisi.” Kata Sakura sambil berusaha keluar dari orang-orang yang mengerubunginya.
Mereka seakan mengerti dan langsung memberikan jalan pada Sakura. Kadang-kadang Sakura berpikir, enak juga menjadi seseorang yang terkenal. Hanya satu kata darinya dan mereka akan mematuhinya. Namun tetap saja, Sakura tetap tidak menyukai semua orang mengenalnya…

… dan dia baru ingat hari ini adalah hari yang paling dia takutkan. Dan dari sekian kecerobohannya selama ini, kenapa dia memilih untuk pergi ke sekolah hari ini!?

0 komentar:

Posting Komentar