Tiga bulan kemudian
Tidur. Mungkin kegiatan itu adalah kegiatan
paling menyenangkan yang akan dipilih oleh orang-orang. Menghabiskan waktu
berbaring di kasur, dengan selimut yang menghalau hawa dingin dari pendingin
ruangan atau udara pagi yang berhembus dari jendela kamar yang sengaja dibuka.
Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tidur, itu adalah kegiatan
yang sangat menyenangkan.
Itulah yang sedang dilakukan Sakura
sekarang. Matanya masih terpejam erat dan selimut menutupi tubuhnya sampai ke
dagu. Gadis itu bahkan tidak peduli pada cahaya matahari yang memaksa masuk
dari gorden kamarnya yang tebal dan berwarna merah muda.
Namun gerakannya terhenti ketika dia
merasakan sesuatu atau lebih tepatnya seseorang, sedang memeluknya dari
belakang. Sepasang tangan melingkari pinggangnya dan membuat Sakura membuka
matanya sedikit dan menoleh ke belakang bahunya. Wajah Minato langsung
membuatnya terbelalak kaget dan duduk tegak. Ditatapnya wajah Minato yang masih
tertidur pulas lekat-lekat.
Tetapi sepertinya Minato tahu kalau
dia sedang diperhatikan sehingga dia membuka sebelah matanya dan tersenyum
lebar pada Sakura.
“Selamat pagi.” kata Minato sambil
menguap. “Tidurmu nyenyak?”
“Sejak kapan kamu tidur di
ranjangku?” tanya Sakura tanpa menjawab sapaan Minato.
“Sejak kemaren malam. Apa kamu lupa
kalau kamu kemarin mimpi buruk lagi?”
Kening Sakura berkerut. Dia memang
bermimpi buruk kemarin malam, tetapi dia tidak ingat Minato ada di kamarnya
saat itu…
… tunggu dulu.
“Kamu menyelinap masuk ke dalam
kamarku ketika aku bermimpi buruk?” tanya Sakura lagi, kali ini sambil
menyipitkan matanya.
“Benar.” Minato tersenyum lebar, “Dan
sepertinya aku mendapat bonus karena selain berhasil menenangkanmu untuk tidur
kembali, aku jadi punya guling gratis.”
Pipi Sakura langsung memerah.
Diambilnya bantal di dekatnya dan melemparkannya ke wajah Minato.
“Dasar mesum!”
Minato malah tertawa melihat reaksi
Sakura. Gadis itu menghembuskan nafas kesal dan berniat meninggalkan tempat
tidur ketika tangan Minato menariknya dan malahan memeluknya lagi.
“Minato, lepas!”
“Tidak mau. Aku masih mengantuk.
Lagipula ini masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah.” Ujar Minato.
“Tetapi aku harus menyiapkan sarapan.
Memangnya kamu mau makan roti dari kantin saja?”
“Kalau itu memungkinkan. Ayolah, aku
masih mengantuk, nih…”
“Tidur saja sendiri!”
Sakura berhasil melepaskan diri dari
pelukan Minato dan buru-buru meninggalkan kamarnya dengan pipi memerah karena
pemuda itu baru saja mencium bibirnya.
***
Minato memperhatikan Sakura yang terburu-buru meninggalkan
kamar sambil terkekeh. Dia meregangkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar
Sakura yang dicat dengan warna pink. Yah… sejak mereka tinggal bersama tiga
bulan lalu, entah kenapa Sakura merombak semua interior rumahnya. Sejak
pertarungan terakhir tiga bulan lalu, semuanya kembali normal, bahkan terlalu
normal.
Ya. Otaknya masih mengingat jelas
pertarungan terakhir semua Senshu
dari permainan Shigi. Dia juga masih
mengingat semuanya dengan jelas, seakan semua itu baru terjadi kemarin.
Setelah
Ace, atau kakaknya Setsuna, meminta mereka untuk membunuh para Master termasuk
Manami, cahaya-cahaya kecil mirip kunang-kunang keluar dari tubuh mereka semua.
Tidak hanya dari tubuh para Master yang saat itu sudah tergeletak tak bernyawa,
tetapi juga semua Senshu termasuk Minato dan Sakura.
“Ini
semua adalah ingatan kalian mengenai permainan ini.” kata Shirayuri, “Semuanya
akan benar-benar menghilang dari kehidupan kalian semua. Digantikan dengan
ingatan kalian jauh sebelum permainan ini terjadi.”
“Apa
itu artinya kami juga akan kehilangan ingatan kami?” tanya Minato.
“Ya.
Semua pemain akan kehilangan ingatan mereka tentang Shigi dan hal-hal yang
berkaitan dengan permainan ini… tetapi ada pengecualian bagi orang-orang yang
bertanggung jawab atas kalian seperti Mayumi. Dia tidak akan kehilangan
ingatannya, tetapi mereka masih harus mengawasi kalian, memastikan kalian tidak
mengingat Shigi dan kembali menjalani hidup normal kalian.”
“Apakah
mereka akan baik-baik saja? Dalam permainan ini, ada banyak orang yang tidak
bisa kembali ke kehidupan normal mereka bahkan walau ingatan tentang permainan
ini sudah dihapus dari ingatan mereka.”
Shirayuri
tersenyum tipis. Dia mendekati mereka berdua dan menggenggam tangan mereka
masing-masing.
“Karena
itulah aku memberikan kalian kemampuan khusus.” ujar wanita itu, “Aku akan
memberikan kalian ingatanku dan Kouji pada kalian, juga kekuatan kami yang
kusegel dalam diriku sendiri. Kekuatan ini akan tetap membuat kalian mengingat
permainan ini dan membantu Mayumi juga yang lain untuk mengawasi para pemain.”
“Itu
adalah tugas terakhir kalian. Dan… aku minta maaf, karena tidak pernah bisa
menyelesaikan permainan ini sejak awal.”
Minato menghembuskan nafas dan
bangkit dari tempat tidur. Dia tidak boleh memikirkan hal satu itu sekarang.
Yang harus dipikirkannya kali ini adalah apa Sakura benar-benar pergi ke dapur
untuk membuat sarapan atau malah bersembunyi darinya karena takut dia akan
memeluk gadis itu lagi.
***
“Minato, kenapa kita tidak pergi ke tempat
Mayumi? Dia masih orang yang bertanggung jawab atas pendidikan dan tempat
tinggalmu, kan?” tanya Sakura ketika mereka akan pergi ke sekolah.
Minato mengetatkan dasi yang
dikenakannya dan meraih tasnya.
“Aku sedang tidak ingin mengunjungi
siapapun.” Jawab Minato.
“Tapi dia adalah orang yang berperan
menjadi orangtuamu!” kata Sakura, “Kamu seharusnya menengoknya sesekali.”
“Aku tahu itu, tetapi aku butuh waktu
untuk… memantapkan hati kalau-kalau teman-temanku di Shigi dulu akan berpapasan denganku.” Minato mengedikkan bahu,
“Kebanyakan Senshu di kelompokku saat
itu adalah anak-anak yang ditinggal mati kedua orangtuanya atau bahkan
terbunuh.”
Sakura terdiam, dia menundukkan
kepalanya seolah-olah apa yang dikatakan Minato tadi terjadi di depan matanya.
“Hei, tidak apa.” Minato tersenyum
tipis, “Aku akan menemui Mayumi jika aku sempat, aku janji.”
“Benar?”
“Benar. Kenapa malah kamu yang ngotot
ingin aku menemui Mayumi, sih?”
“Soalnya aku kangen dengan masakan
buatannya.” Ujar Sakura tersenyum lebar, “Aku juga ingin meminta sesuatu pada
Mayumi…”
“Hm? Memangnya kamu mau meminta apa
darinya?”
“Itu rahasia. Memangnya aku harus
selalu memberitahumu?” tanya Sakura balik.
“Kau ini…” Minato
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Oh ya, hari ini hari festival
sekolah berlangsung, kan? Kelasmu akan mengadakan apa?” tanya Minato.
“Entahlah. Aku lupa.” Jawab Sakura,
“Tapi rasanya… aku diminta teman-teman sekelas untuk mengikuti sesuatu, dan
itulah yang kulupakan.”
“Hah?”
“Tidak penting. Aku hanya tidak ingat
aku disuruh apa oleh teman-teman sekelasku.” Kata Sakura, “Lagipula aku juga
menerimanya dengan setengah hati. Mereka mungkin akan memberitahuku aku harus
melakukan apa.”
“Oh, oke. Berarti kamu tidak
keberatan kalau aku berkunjung ke kelasmu, kan?”
“Untuk apa?”
“Melihatmu.”
“Kita sudah bertemu setiap hari di
rumah, bahkan berpapasan di sekolah. Untuk apa lagi melihatku?”
“Keiko, tidak usah protes. Turuti
saja.”
Lagi-lagi Sakura terdiam, tetapi kali
ini kedua matanya menyipit menatap Minato.
“Tolong jangan panggil aku Keiko
ketika di sekolah. Hanya kamu yang tahu nama asliku itu, Minato.”
“Memang, dan karenanya kamu tidak
boleh protes kalau aku mau mengunjungimu nanti. Jadi bersiaplah.”
Sakura membuka mulutnya hendak
membalas ucapan Minato, tapi kemudian menutupnya kembali dan menghembuskan
nafas jengkel.
“Terserahlah. Kuharap kamu tidak
datang ke kelasku dan tidak menggangguku seharian ini.”
“Kejam sekali kamu…”
***
Sakura baru saja masuk ke dalam kelasnya ketika
teman-temannya langsung mengerubunginya. Tentu saja itu membuat Sakura kaget,
apalagi beberapa teman perempuannya malah menarik-nariknya kearah pojok ruangan
yang entah kapan sudah disulap menjadi ruang ganti sederhana.
“H-hei, ada apa ini? Kenapa kalian
menarikku ke sini, sih?”
“Bukannya kamu berjanji akan ikut
pemilihan Raja dan Ratu Festival? Kami sudah menunggumu dari tadi untuk
mendandanimu, tahu!”
“Eh??”
“Ayo cepat! Kamu tidak punya waktu
lagi, beberapa jam lagi pemilihannya akan dimulai!”
Sakura hanya bisa pasrah ketika
teman-temannya mendandaninya dan memakaikannya sebuah gaun berwarna pink,
nyaris putih, ke tubuhnya. Awalnya Sakura menolak memakai gaun itu, tapi karena
teman-temannya memohon dengan tampang memelas (menurut Sakura) akhirnya dia mau
memakainya. Beberapa temannya menatap kagum ketika gaun itu sudah terpasang di
tubuhnya. Sakura sendiri hanya berharap kalau gaun yang dipakainya tidak
menarik perhatian orang terlalu banyak.
Ketika rambutnya sedang ditata, salah
seorang siswi masuk ke ruang ganti dan menghampiri Sakura.
“Hanae-san, ada yang mau bertemu denganmu.” katanya.
“Siapa?” Sakura mengerutkan kening,
“Kurogane-senpai?”
“Bukan. Dia perempuan. Tinggi, putih,
dan berambut pendek.” Ujar siswi itu, “Katanya dia mencarimu.”
Perempuan
tinggi, putih, dan berambut pendek? Siapa?
Tanya Sakura dalam hati.
“Aku akan segera menemuinya.” Balas
Sakura.
Sakura segera keluar dari ruang ganti
dan berjalan kearah pintu kelas. Dia sempat melihat kerumunan siswa laki-laki
di kelasnya yang sedang bergerombol di dekat pintu masuk. Ia harus bersusah
payah untuk menerobos kerumunan itu, walau dia adalah salah satu siswi paling
terkenal di kalangan siswa laki-laki, tapi kalau itu adalah siswa di kelasnya,
jelas mereka menganggapnya sebagai orang biasa.
Ketika berhasil menerobos kerumunan,
mata Sakura sedikit membesar melihat siapa perempuan yang ingin menemuinya.
Neo.
“Kamu…”
Neo menoleh kearah Sakura. Gadis itu
tampak persis seperti yang Sakura ingat. Masih dengan penampilan yang sama, dan
juga tatapan mata yang sama. Tatapan
penuh rasa iri.
“Kamu yang bernama Hanae Sakura?”
tanya Neo.
Sakura mengangguk.
“Namaku Natsumi Chifuyu. Aku
mahasiswa, universitasku tidak jauh dari sini.” ujar Neo—Chifuyu.
“Hanae Sakura.” Kata Sakura, “Lalu,
ada urusan apa mencariku?”
“Kamu Miko Sakura, kan?”
Sakura sudah tahu dia akan
mendapatkan pertanyaan itu dari bekas Senshu
yang kemungkinan besar masih mengingat sedikit ingatannya selama menjadi Senshu, dan dia sudah mempersiapkan
diri.
Tetapi dia tidak pernah menyangka
yang menanyakan hal itu pertama kali adalah Neo alias Natsumi Chifuyu yang
berasal dari Kelompok Phoenix.
Sakura sempat mendengar nada
kebingungan dari teman-temannya di belakang punggungnya. Permainan Shigi memang sudah dihapuskan dari
ingatan orang-orang yang berkaitan dengan permainan itu kecuali beberapa orang
termasuk Sakura dan Minato.
“Kamu Miko Sakura, kan?” tanya
Chifuyu lagi.
“Kalau iya, lantas kenapa?” balas
Sakura, “Kamu masih mengingat dirimu sebagai Senshu?”
Di luar dugaan, Chifuyu menggelengkan
kepalanya.
“Tidak. Aku tidak ingat apakah aku
adalah Senshu.” Ujar gadis itu,
“Tetapi aku ingat kamu adalah orang yang harus kubunuh!”
Tahu-tahu saja Chifuyu menggenggam
sebuah pisau lipat yang kelihatan tajam dan hendak menusuk perut Sakura. Dia
sempat mendengar teman-temannya memekik kaget dan menjerit di belakangnya…
… tepat ketika Minato datang dan
menghentikan gerakan Chifuyu yang berbahaya.
“Argh!!”
“Hampir saja…” Minato menghembuskan
nafas.
“Mina—Kurogane-senpai? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Sakura.
“Membereskan sedikit kekacauan.”
Minato mengedikkan bahu. “Aku baru saja dikirimi email dari Mayumi, yang mengatakan kalau Neo akan datang
menemuimu.”
“Mayumi?”
“Ceritanya panjang. Aku harus
membawanya ke tempat Mayumi dulu.” Kata Minato, kemudian mendongak dan melihat
penampilan Sakura, “Wow, kamu cantik sekali. Apa kamu berdandan untukku?”
Sempat-sempatnya
cowok ini mengatakan hal itu di saat seperti ini!
“Aku diminta teman-teman sekelasku
untuk ikut pemilihan Raja dan Ratu Festival.” Jawab Sakura, “Dan… katamu kamu
mau membawanya ke Mayumi?”
“Yup. Bersyukurlah sekarang tidak ada
guru yang lewat dan masalahnya hanya pada teman-temanmu yang berdiri di
belakang—” Minato mengangguk.
“Lepaskan aku! Aku harus membunuh
gadis itu!” teriak Chifuyu sambil berusaha melepaskan diri dari Minato.
“Maaf, Neo. Kamu tidak akan bisa
menyentuhnya selama aku masih hidup.” Jawab Minato tenang, “Aku lupa kamu
adalah pembunuh bayaran sebelum menjadi Senshu.”
“Pembunuh bayaran?” Sakura
mengerutkan kening, “Dia pembunuh bayaran?”
“Lebih tepatnya mantan pembunuh
bayaran.” Ujar Minato, “Sudahlah, aku akan membawanya ke tempat Mayumi dulu.
Dia menunggu di luar gerbang sekolah.”
Minato berusaha keras untuk menahan
setiap gerakan yang dilakukan Chifuyu. Untungnya tubuhnya cukup kuat untuk
menahan Chifuyu. Sakura sempat meliaht Minato mengedipkan mata kearahnya sesaat
sebelum dia berjalan pergi bersama Chifuyu. Sakura tidak sempat membalas
kedipan mata Minato karena teman-temannya tahu-tahu sudah mengerubunginya. Menanyakan
apa dia baik-baik saja atau tidak.
“Sakura-sama, Anda baik-baik saja?”
“Hanae-san, tadi itu hampir saja!”
“Siapa gadis tadi? Kenapa dia bisa
masuk ke sini dengan pisau itu?”
“Syukurlah Anda tidak terluka,
Sakura-sama.”
Dan masih banyak lagi ucapan yang
keluar dari teman-temannya, tetapi tidak bisa ia tangkap dengan benar karena
mereka mengucapkannya bersamaan.
“Err… aku harus pergi ke lapangan
sekarang. Permisi.” Kata Sakura sambil berusaha keluar dari orang-orang yang
mengerubunginya.
Mereka seakan mengerti dan langsung
memberikan jalan pada Sakura. Kadang-kadang Sakura berpikir, enak juga menjadi
seseorang yang terkenal. Hanya satu kata darinya dan mereka akan mematuhinya.
Namun tetap saja, Sakura tetap tidak menyukai semua orang mengenalnya…
… dan dia baru ingat hari ini adalah
hari yang paling dia takutkan. Dan dari sekian kecerobohannya selama ini,
kenapa dia memilih untuk pergi ke sekolah hari ini!?
0 komentar:
Posting Komentar