Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Unmei Gokko - Chapter 13

Queen menatap Ace dengan mata terbelalak, kemudian laki-laki itu.
“Kau gila, Ace? Dan kau juga, kenapa kamu ingin dibunuh?” tanya Queen. “Tidak ada Senshu yang sukarela menyerahkan nyawanya pada para Master seperti kami, tapi kenapa kamu—”
“Kamu lupa aku juga seorang Master?” kata laki-laki itu, membuat Queen terdiam.
“Tapi kenapa kamu ingin dibunuh, Jack?” tanya Deuce. “Apa kamu tidak bahagia dengan kehidupanmu sekarang?”
“Aku bahagia dengan kehidupanku sekarang, sungguh. Tapi aku tidak bisa menahannya lagi. Aku perlu kalian untuk membunuhku.”

“Tapi atas dasar apa?” tanya Queen lagi.
“Kamu akan mengetahuinya, Queen.” Ujar Jack, “Kamu akan tahu ketika menyerangku… tubuhku bergerak dengan sendirinya.”
“Itu memang insting manusia untuk mempertahankan diri, kan? Jadi kenapa—”
“Queen, berhenti.” kata Ace, “Dia memintaku membunuhnya juga ada alasan.”
“Apa alasannya!? Bukankah seharusnya yang kita habisi itu Manami? Bukannya dia?”
“Memang kita harus menghabisi Manami. Tapi kita harus tahu, Manami tidak mungkin bisa dikalahkan hanya dengan kekuatan Sakura dan juga Minato.” Ujar Ace, “Kita memerlukan Jack untuk itu.”
“Dengan… membunuhnya?”
“Ya.”
“Tapi… tapi kenapa?”
“Karena aku punya sesuatu yang seharusnya dimiliki Manami.” Kata Jack.
“Sesuatu yang seharusnya dimiliki Manami?”
Jack mengangguk mendengar pertanyaan Deuce.
“Apa itu?”
“Setengah jiwanya.” Jawab Jack, “Setengah jiwa dari Master Shigi ada padaku, dan dia mempercayakannya pada orang yang salah.”

***

Sakura terpelanting mundur ketika menerima serangan Manami. Namun dia berhasil berdiri kembali dan mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Dia merasa aneh, dia tidak pernah merasa lelah seperti ini sebelumnya. Sepertinya luka di matanya serta luka lain di beberapa bagian tubuhnya lah yang menjadi penyebab dia cepat lelah.
Kalau begini terus, bisa-bisa aku duluan yang tewas di tangannya! batin Sakura sambil menatap Minato yang menggantikannya melawan Manami.
Pertarungan kedua pria itu tampak sengit. Masing-masing memperlihatkan kemampuan terbaik mereka. Tapi Sakura tahu dia tidak boleh terus diam di tempatnya.
Teringat permintaan Shirayuri, Sakura menggigit ujung jari kelingkingnya. Darah mulai menetes dari luka tersebut. Namun tetesan darah itu tidak membentuk genangan seperti tetesan darah normal, melainkan membentuk sebuah lingkaran dengan tulisan-tulisan yang tidak seorangpun bisa memahaminya.
Wahai Dewa penguasa bagian Timur, Naga Biru yang memerintah langit bagian Timur, kuperintahkan untuk mewujud di hadapanku sekarang juga!
Sakura merasakan desiran yang selalu dirasakannya ketika memanggil Empat Dewa dan sekujur tubuhnya yang mulai mati rasa. Tapi dia tidak boleh berhenti di sini.
Dari darah yang membentuk lingkaran di bawahnya, muncul seekor naga biru yang melayang ke langit. Naga tersebut berukuran besar, nyaris setinggi gedung berlantai 30 dan memiliki panjang lebih dari 200 kilometer. Untuk sejenak, Sakura mencoba memaksakan dirinya untuk menunggu naga itu mewujud menjadi manusia.
Naga biru tersebut kemudian mulai mengeluarkan cahaya dan berubah wujud menjadi pria dengan rambut sewarna tembaga. Pria itu menatap sekelilingnya dan pandangannya tertuju pada Sakura yang menatapnya. Seulas senyum terukir di bibir pria itu sembari ia berlutut di hadapan Sakura.
“Apa gerangan yang membuatmu memanggilku, dewa dari Timur, penghancur dari segala langit dan lautan dalam?”
“Aku membutuhkan bantuanmu, Seiryu,” kata Sakura, “Waktu kita tidak banyak. Aku berniat menghancurkan permainan ini.”
Seiryu mengerjapkan matanya mendengar ucapan Sakura.
“Apa kamu serius?”
“Tentu saja aku serius.” Kata Sakura, kemudian menjentikkan jarinya.
Segera saja Kurome, Shirushi, Vermillion dan Festialle berkumpul di hadapannya. Seiryu menatap keempat temannya, mereka juga sepertinya bingung kenapa sang Miko memanggil mereka di tengah pertarungan yang sedang mereka jalani.
“Kalian semua, kembalilah ke wujud asal kalian, bantu aku mempersembahkan persembahan terakhir untuk Master Shigi.” Kata Sakura.
“Persembahan terakhir… apa yang akan kamu lakukan?” tanya Festialle.
“Aku akan menghancurkan permainan ini. Aku sudah mengatakannya dengan jelas.” Ujar Sakura, “Sekarang, bantu aku, aku tidak peduli kalau persembahan terakhir ini akan mengancam nyawaku dan juga Minato, tapi aku harus melakukannya…
“… ini permintaan Shirayuri, dan aku sebagai keturunannya harus melaksanakan amanat yang diinginkan Miko Shigi pertama itu dengan segenap jiwa ragaku.”
***
Minato sempat melihat apa yang sedang dilakukan Sakura. Dia tahu apa yang sebenarnya akan dilakukan gadis itu, tapi dia tidak menyangka Sakura akan melakukannya di saat kondisi gadis itu masih cukup lemah…
… oke. Sakura mungkin mengatakan dia baik-baik saja. Tapi Minato yakin, setelah beberapa kali terkena serangan telak dari Manami tadi, luka di beberapa bagian tubuh Sakura yang belum sempat kering akhirnya terbuka lagi.
“Lihat ke mana kau!?”
Minato nyaris terkena serangan dari Manami. Dengan cepat dia bersalto ke belakang dan menarik nafas dalam-dalam.
“Kukira aku bisa dengan mudah menghabisimu seperti apa yang kulakukan pada Kouji.” Kata Manami sambil memain-mainkan senjatanya, “Tapi ternyata aku harus memutar otak untuk bisa melakukannya. Kau dan kakakmu benar-benar mirip dengan laki-laki sialan itu.”
“Oh, jadi sekarang kau menghina leluhurku?” kata Minato.
Minato menyerang lagi. Kali ini serangannya lebih terarah. Minato menggunakan kemarahannya pada Manami sebagai bahan focus pikirannya. Manami mengelak dari serangan Minato. Mereka berdua sama-sama sangat kuat, dan beberapa orang yang melihat mereka tidak berani mendekat hanya untuk sekedar ikut campur.
“Aku rasa cukup sudah main-mainnya!”
Manami menendang kearah perut Minato, dan mengenai pemuda itu dengan telak. Minato mundur beberapa langkah dan mendecih. Walau tendangan itu tidak berarti apa-apa baginya, tapi tetap saja rasa sakit yang dirasakannya cukup mengganggu.
Manami tersenyum mengejek padanya dan memainkan senjata Minato yang kini berpindah tangan pada Manami.
“Aku yakin leluhurmu yang kamu hormati itu akan malu melihat keturunannya kalah di tanganku.” Kata Manami dengan nada mengejek, “Apa kamu punya kata terakhir sebelum aku mencabut nyawamu sekarang?”
“Kaulah yang akan kucabut nyawanya, Manami!”
Minato tiba-tiba melancarkan tendangan ke wajah Manami dan membuat pria itu melangkah mundur. Minato melirik kearah Sakura yang juga menatapnya. Persiapan yang dilakukan gadis itu sudah selesai.
Minato berjongkok dan meletakkan telapak tangannya di tempatnya berpijak sekarang. Sebuah lingkaran berwarna kebiruan terbentuk di lantai atap di sekitarnya dan membesar setiap Minato berkonsentrasi penuh.
Sakura melihat lingkaran cahaya yang dibuat Minato dan menari di atasnya. Gadis itu menari dan menyanyikan sebuah lagu yang membuat langit bergemuruh dan awan gelap yang menutupi bintang dan bulan mulai nampak. Sakura menengadahkan tangannya keatas tepat ketika sebuah cahaya kuning dari langit terarah padanya.
“A-apa yang kalian lakukan!?” kata Manami tidak percaya, “Jangan-jangan kalian berdua…”
“Seperti yang kamu tebak, Manami.” Minato tersenyum dengan sebelah bibir, “Ini akhir untukmu, untuk kita, untuk semuanya!”
Manami menatap Minato dengan tatapan marah, lalu kearah Sakura yang terus bernyanyi dan menengadahkan kedua tangannya kearah langit.
“Kalian benar-benar minta dihancurkan rupanya!”
Manami bergerak cepat kearah Sakura, sasaran pertamanya. Namun usahanya terhalang oleh Festialle dan juga Vermillion yang memblokir jalannya. Kedua dewa burung itu menyerangnya, menggantikan Minato yang masih berada di tengah-tengah lingkaran cahaya biru dan merapalkan sesuatu semacam mantra di sana.
“Kalian tidak akan bisa membunuhku dengan mudah!” kata Manami, “Aku sudah mempersiapkan segalanya, dan aku pastikan kalian akan menderita, terutama kau, Sakura!!”
Sakura tidak mendengarkan ucapan Manami. Perhatiannya terfokus pada apa yang dinyanyikannya, juga rasa sakit dan kebas yang mulai menggerogoti tubuhnya. Tetapi dia tidak bisa mundur. Dia harus menyelesaikannya, tidak peduli nyawa taruhannya.
When this song reach the sky,
I hope you heard this song, reach towards your heart
Oh, my dearest, hear my song, hear my prays…
Please show yourself in this world once again,

Help the humanity, bringin’ back the feeling of joy
Oh, my dearest, hear my song, my prays…
Only you can stop this fight, yet…
You’re the one who  bringin’ this fight into real…

Hear my songs, hear my prays,
My dearest…
Come to me…
Cahaya di langit semakin terang dan membuat para Shigi yang sedang bertarung menghentikan pertarungan dan melindungi mata mereka dari cahaya yang sangat menyilaukan tersebut. Manami juga menutupi kedua matanya. Dan ketika cahaya itu berangsur menghilang dan dia bisa membuka matanya, Manami terkejut melihat sosok yang sangat dikenalnya, Shirayuri, berdiri di hadapan Sakura dan menatap kearahnya dengan mata biru yang tampak menyala-nyala.
“Shirayuri…”
Shirayuri menatap Manami dan kemudian kearah Sakura yang sedang berusaha berdiri tegak dengan tubuh gemetar menahan sakit. Mata gadis itu yang terluka sepertinya kembali terbuka dan mengeluarkan darah. Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Sakura.
Terima kasih sudah memanggil jiwaku kemari, sekarang beristirahatlah, biar aku yang mengurus sisanya.” Kata Shirayuri.
Sakura mengerjapkan matanya, tetapi pandangannya mengabur seiring setiap kata yang diucapkan Shirayuri. Tubuh gadis itu limbung dan kemudian jatuh pingsan karena tidak kuat lagi menahan setiap luka yang terbuka di tubuhnya dan membuatnya semakin lemah.
“Keiko!”
Minato segera menghampiri Sakura dan memeriksa keadaan gadis itu. Dia menatap Shirayuri yang menatapnya balik.
Jaga dia baik-baik, keturunan Kouji. Tugas kalian sudah selesai sampai di sini.” kata Shirayuri.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Minato, sambil melihat kearah Manami yang menatap kearah mereka dengan amarah yang sepertinya siap meledak setiap saat.
Shirayuri tersenyum dan melangkah kearah Manami, yang seakan sedang menunggunya.
Sudah lama sekali aku ingin melakukan ini, King, tapi kekuatanku kau kurung sehingga aku tidak bisa mengalahkanmu dengan mudah waktu itu.” kata Shirayuri, “Aku tidak akan memaafkanmu karena membunuh Kouji. Aku tidak akan memaafkanmu karena memanfaatkan semua Senshu ini untuk kepentinganmu sendiri.
“Hah! Ucapan yang diucapkan oleh arwah sepertimu tidak akan berpengaruh untukku!” kata Manami. “Sakura adalah wadahmu, kan? Aku hanya perlu membunuhnya dan kau akan menghilang selamanya!”
Sayangnya aku tidak akan membiarkanmu.” Balas Shirayuri.
Ia kemudian mengangkat sebelah tangannya dan mengeluarkan sebuah pedang dari dimensi lain di tangannya.
Baiklah, King. Pertarungan terakhir kita, bagaimana kalau kita mulai sekarang?

***

Ace menatap Jack yang berdiri di hadapannya. Pemuda itu benar-benar melaksanakan ucapannya, menyerahkan sebagian jiwanya—jiwa Manami—yang sekarang berwujud bulu-bulu sayap berwarna hitam legam yang terdapat dalam sebuah bola Kristal transparan dari dalam tubuhnya..
“Sejak awal, Manami memang ingin menjadikanku wadah jiwanya. Sepertinya dia sudah mempersiapkan segalanya untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang bisa saja menimpanya.” Kata Jack, “Sayangnya dia mempercayakan hal penting seperti ini pada orang sepertiku, yang memang mengincar kelemahan terbesarnya.”
“Kau… tapi bagaimana bisa?” kata Deuce. “Kenapa bisa kamu mengkhianati Manami?”
“Keluargaku tewas dibunuh olehnya. Itu saja sudah cukup menjadi alasanku untuk berkhianat padanya, kan? Membalaskan dendam keluargaku.” Balas Jack.
“Tapi itu… hanya hal kecil bagi Master seperti kita.” kini Queen yang berbicara.
“Memang hal kecil, tapi bagiku itu adalah seluruh duniaku.” Kata Jack dengan raut wajah yang menggelap, “Aku tidak akan memaafkan Manami karena membunuh seluruh keluargaku. Karena itulah aku bekerja keras agar bisa membuatnya mempercayaiku dan kemudian memberikan sesuatu yang menjadi kelemahan terbesarnya ketika aku sudah dianggapnya sebagai tangan kanan kepercayaannya.”
“Rencana yang benar-benar…” kata Deuce sambil menggeleng-geleng, “Lalu apa yang akan terjadi jika benda ini kami hancurkan? Apa yang akan terjadi padamu?”
“Karena Manami menanamkan sebagian jiwanya padaku dan sudah sangat merasuk di dalam jiwaku sendiri, kemungkinan besar aku akan mati.” Kata Jack sambil tersenyum, “Tapi aku sudah siap. Aku sudah siap menghadapi kematian sejak lama.”
“Kalian tidak punya banyak waktu. Cepat musnahkan benda ini dan bebaskan aku. Kurasa Miko yang sekarang sudah melaksanakan tugasnya. Aku tidak lagi merasakan keberadaannya.”
Ace mengerjap. Dia menatap kearah gedung yang menjadi tempat pertempuran semua Senshu termasuk Minato dan Sakura. Benar saja, dia melihat cahaya kuning yang begitu dikenalnya dan merasakan perasaannya tidak enak.
“Biar aku yang menghancurkan benda itu.” kata Deuce mengajukan diri.
“Siapa pun boleh saja menghancurkannya. Lagipula benda ini rentan dan mudah hancur.” Kata Jack.
“Tidak, kita harus menghancurkannya bersama-sama.” Kata Ace, “Deuce, keluarkan kemampuanmu. Seluruh kemampuanmu. Kau juga, Queen.”
“Kami mengerti.”
“Tidak perlu disuruh pun akan kulakukan.” Kata Queen.
“Jack,” Ace menatap Jack, “Kau siap?”
“Sudah sejak tadi.” balas Jack.
Ace mengangguk pelan. Dia mengangkat sebelah tangannya dan memunculkan api biru dari telapak tangannya. Sementara kedua rekannya juga mengeluarkan kemampuan mereka.
Bola kaca di tangan Jack perlahan-lahan retak. Pemuda itu mengernyit dan mendesis kesakitan ketika bulu-bulu sayap hitam di dalam bola kaca itu mulai terbakar oleh api biru dari Ace. Serangan yang dilakukan Deuce dan Queen juga ikut turut andil dalam prosesnya.
Perlahan namun pasti, bola kaca itu mulai retak dan semakin retak. Hingga kemudian bola kaca itu benar-benar pecah dan seluruh bulu sayap hitam di dalamnya terbakar menjadi abu, tubuh Jack terasa lebih ringan. Tubuh pemuda itu kemudian ambruk ke tanah, sudah tidak bernyawa lagi setelah semua bulu hitam dan juga bola kacanya menghilang dari pandangan.
Ace dan rekan-rekannya menatap tubuh Jack yang terbaring di tanah dan melihatnya memudar dan terpecah menjadi cahaya-cahaya kuning kecil seperti kunang-kunang dan bertebaran di udara.
“Akhir seorang Master sedikit berbeda dari Senshu lainnya.” Kata Deuce, “Ketika mereka mati, tubuh mereka akan memudar dan menjadi cahaya kuning kecil yang bertebaran di udara. Manami bilang itu adalah keistimewaan.”
“Keistimewaan yang berakibat fatal.” Kata Queen, “Karena cahaya kecil itu adalah salah satu bagian dari Batu Keabadian, kan?”
“Dari mana kamu tahu?” tanya Ace.
“Aku hanya menebak. Aku membaca laporan yang ditulis oleh Kurogane Kouji.” Kata Queen.
“Begitu…”
Ace memperhatikan cahaya kuning terakhir di hadapannya sebelum cahaya itu lenyap. Dia lalu menoleh kearah gedung tempat Tatakatta berlangsung.
“Ayo, setengah jiwa Manami sudah kita hancurkan, dan aku yakin kita juga harus mengambil bagian kita.”
Deuce dan Queen menatap Ace.

“Kita juga harus meminta Miko Sakura untuk membunuh kita dan membiarkan Manami kalah.” Kata Ace, “Karena dalam kekuatan kita juga terdapat bagian dari Batu Keabadian yang diincar oleh Manami.”

0 komentar:

Posting Komentar