Queen menatap Ace dengan mata terbelalak,
kemudian laki-laki itu.
“Kau gila, Ace? Dan kau juga, kenapa
kamu ingin dibunuh?” tanya Queen. “Tidak ada Senshu yang sukarela menyerahkan nyawanya pada para Master seperti
kami, tapi kenapa kamu—”
“Kamu lupa aku juga seorang Master?”
kata laki-laki itu, membuat Queen terdiam.
“Tapi kenapa kamu ingin dibunuh,
Jack?” tanya Deuce. “Apa kamu tidak bahagia dengan kehidupanmu sekarang?”
“Aku bahagia dengan kehidupanku
sekarang, sungguh. Tapi aku tidak bisa menahannya lagi. Aku perlu kalian untuk
membunuhku.”
“Tapi atas dasar apa?” tanya Queen
lagi.
“Kamu akan mengetahuinya, Queen.”
Ujar Jack, “Kamu akan tahu ketika menyerangku… tubuhku bergerak dengan
sendirinya.”
“Itu memang insting manusia untuk
mempertahankan diri, kan? Jadi kenapa—”
“Queen, berhenti.” kata Ace, “Dia
memintaku membunuhnya juga ada alasan.”
“Apa alasannya!? Bukankah seharusnya
yang kita habisi itu Manami? Bukannya dia?”
“Memang kita harus menghabisi Manami.
Tapi kita harus tahu, Manami tidak mungkin bisa dikalahkan hanya dengan
kekuatan Sakura dan juga Minato.” Ujar Ace, “Kita memerlukan Jack untuk itu.”
“Dengan… membunuhnya?”
“Ya.”
“Tapi… tapi kenapa?”
“Karena aku punya sesuatu yang
seharusnya dimiliki Manami.” Kata Jack.
“Sesuatu yang seharusnya dimiliki
Manami?”
Jack mengangguk mendengar pertanyaan
Deuce.
“Apa itu?”
“Setengah jiwanya.” Jawab Jack,
“Setengah jiwa dari Master Shigi ada
padaku, dan dia mempercayakannya pada orang yang salah.”
***
Sakura terpelanting mundur ketika menerima
serangan Manami. Namun dia berhasil berdiri kembali dan mengatur nafasnya yang
tersengal-sengal. Dia merasa aneh, dia tidak pernah merasa lelah seperti ini
sebelumnya. Sepertinya luka di matanya serta luka lain di beberapa bagian
tubuhnya lah yang menjadi penyebab dia cepat lelah.
Kalau
begini terus, bisa-bisa aku duluan yang tewas di tangannya! batin Sakura sambil menatap Minato yang
menggantikannya melawan Manami.
Pertarungan kedua pria itu tampak
sengit. Masing-masing memperlihatkan kemampuan terbaik mereka. Tapi Sakura tahu
dia tidak boleh terus diam di tempatnya.
Teringat permintaan Shirayuri, Sakura
menggigit ujung jari kelingkingnya. Darah mulai menetes dari luka tersebut.
Namun tetesan darah itu tidak membentuk genangan seperti tetesan darah normal,
melainkan membentuk sebuah lingkaran dengan tulisan-tulisan yang tidak
seorangpun bisa memahaminya.
“Wahai
Dewa penguasa bagian Timur, Naga Biru yang memerintah langit bagian Timur,
kuperintahkan untuk mewujud di hadapanku sekarang juga!”
Sakura merasakan desiran yang selalu
dirasakannya ketika memanggil Empat Dewa dan sekujur tubuhnya yang mulai mati
rasa. Tapi dia tidak boleh berhenti di sini.
Dari darah yang membentuk lingkaran
di bawahnya, muncul seekor naga biru yang melayang ke langit. Naga tersebut
berukuran besar, nyaris setinggi gedung berlantai 30 dan memiliki panjang lebih
dari 200 kilometer. Untuk sejenak, Sakura mencoba memaksakan dirinya untuk
menunggu naga itu mewujud menjadi manusia.
Naga biru tersebut kemudian mulai
mengeluarkan cahaya dan berubah wujud menjadi pria dengan rambut sewarna
tembaga. Pria itu menatap sekelilingnya dan pandangannya tertuju pada Sakura
yang menatapnya. Seulas senyum terukir di bibir pria itu sembari ia berlutut di
hadapan Sakura.
“Apa gerangan yang membuatmu
memanggilku, dewa dari Timur, penghancur dari segala langit dan lautan dalam?”
“Aku membutuhkan bantuanmu, Seiryu,”
kata Sakura, “Waktu kita tidak banyak. Aku berniat menghancurkan permainan
ini.”
Seiryu mengerjapkan matanya mendengar
ucapan Sakura.
“Apa kamu serius?”
“Tentu saja aku serius.” Kata Sakura,
kemudian menjentikkan jarinya.
Segera saja Kurome, Shirushi,
Vermillion dan Festialle berkumpul di hadapannya. Seiryu menatap keempat
temannya, mereka juga sepertinya bingung kenapa sang Miko memanggil mereka di
tengah pertarungan yang sedang mereka jalani.
“Kalian semua, kembalilah ke wujud
asal kalian, bantu aku mempersembahkan persembahan terakhir untuk Master
Shigi.” Kata Sakura.
“Persembahan terakhir… apa yang akan
kamu lakukan?” tanya Festialle.
“Aku akan menghancurkan permainan
ini. Aku sudah mengatakannya dengan jelas.” Ujar Sakura, “Sekarang, bantu aku,
aku tidak peduli kalau persembahan terakhir ini akan mengancam nyawaku dan juga
Minato, tapi aku harus melakukannya…
“… ini permintaan Shirayuri, dan aku
sebagai keturunannya harus melaksanakan amanat yang diinginkan Miko Shigi
pertama itu dengan segenap jiwa ragaku.”
***
Minato sempat melihat apa yang sedang dilakukan Sakura.
Dia tahu apa yang sebenarnya akan dilakukan gadis itu, tapi dia tidak menyangka
Sakura akan melakukannya di saat kondisi gadis itu masih cukup lemah…
… oke. Sakura mungkin mengatakan dia
baik-baik saja. Tapi Minato yakin, setelah beberapa kali terkena serangan telak
dari Manami tadi, luka di beberapa bagian tubuh Sakura yang belum sempat kering
akhirnya terbuka lagi.
“Lihat ke mana kau!?”
Minato nyaris terkena serangan dari
Manami. Dengan cepat dia bersalto ke belakang dan menarik nafas dalam-dalam.
“Kukira aku bisa dengan mudah
menghabisimu seperti apa yang kulakukan pada Kouji.” Kata Manami sambil
memain-mainkan senjatanya, “Tapi ternyata aku harus memutar otak untuk bisa
melakukannya. Kau dan kakakmu benar-benar mirip dengan laki-laki sialan itu.”
“Oh, jadi sekarang kau menghina
leluhurku?” kata Minato.
Minato menyerang lagi. Kali ini
serangannya lebih terarah. Minato menggunakan kemarahannya pada Manami sebagai
bahan focus pikirannya. Manami mengelak dari serangan Minato. Mereka berdua
sama-sama sangat kuat, dan beberapa orang yang melihat mereka tidak berani
mendekat hanya untuk sekedar ikut campur.
“Aku rasa cukup sudah main-mainnya!”
Manami menendang kearah perut Minato,
dan mengenai pemuda itu dengan telak. Minato mundur beberapa langkah dan mendecih.
Walau tendangan itu tidak berarti apa-apa baginya, tapi tetap saja rasa sakit
yang dirasakannya cukup mengganggu.
Manami tersenyum mengejek padanya dan
memainkan senjata Minato yang kini berpindah tangan pada Manami.
“Aku yakin leluhurmu yang kamu hormati
itu akan malu melihat keturunannya kalah di tanganku.” Kata Manami dengan nada
mengejek, “Apa kamu punya kata terakhir sebelum aku mencabut nyawamu sekarang?”
“Kaulah yang akan kucabut nyawanya,
Manami!”
Minato tiba-tiba melancarkan
tendangan ke wajah Manami dan membuat pria itu melangkah mundur. Minato melirik
kearah Sakura yang juga menatapnya. Persiapan yang dilakukan gadis itu sudah
selesai.
Minato berjongkok dan meletakkan
telapak tangannya di tempatnya berpijak sekarang. Sebuah lingkaran berwarna
kebiruan terbentuk di lantai atap di sekitarnya dan membesar setiap Minato
berkonsentrasi penuh.
Sakura melihat lingkaran cahaya yang
dibuat Minato dan menari di atasnya. Gadis itu menari dan menyanyikan sebuah
lagu yang membuat langit bergemuruh dan awan gelap yang menutupi bintang dan
bulan mulai nampak. Sakura menengadahkan tangannya keatas tepat ketika sebuah
cahaya kuning dari langit terarah padanya.
“A-apa yang kalian lakukan!?” kata
Manami tidak percaya, “Jangan-jangan kalian berdua…”
“Seperti yang kamu tebak, Manami.”
Minato tersenyum dengan sebelah bibir, “Ini akhir untukmu, untuk kita, untuk
semuanya!”
Manami menatap Minato dengan tatapan
marah, lalu kearah Sakura yang terus bernyanyi dan menengadahkan kedua
tangannya kearah langit.
“Kalian benar-benar minta dihancurkan
rupanya!”
Manami bergerak cepat kearah Sakura,
sasaran pertamanya. Namun usahanya terhalang oleh Festialle dan juga Vermillion
yang memblokir jalannya. Kedua dewa burung itu menyerangnya, menggantikan
Minato yang masih berada di tengah-tengah lingkaran cahaya biru dan merapalkan
sesuatu semacam mantra di sana.
“Kalian tidak akan bisa membunuhku
dengan mudah!” kata Manami, “Aku sudah mempersiapkan segalanya, dan aku
pastikan kalian akan menderita, terutama kau, Sakura!!”
Sakura tidak mendengarkan ucapan
Manami. Perhatiannya terfokus pada apa yang dinyanyikannya, juga rasa sakit dan
kebas yang mulai menggerogoti tubuhnya. Tetapi dia tidak bisa mundur. Dia harus
menyelesaikannya, tidak peduli nyawa taruhannya.
When
this song reach the sky,
I
hope you heard this song, reach towards your heart
Oh,
my dearest, hear my song, hear my prays…
Please
show yourself in this world once again,
Help
the humanity, bringin’ back the feeling of joy
Oh,
my dearest, hear my song, my prays…
Only
you can stop this fight, yet…
You’re
the one who bringin’ this fight into
real…
Hear
my songs, hear my prays,
My
dearest…
Come
to me…
Cahaya di langit semakin terang dan
membuat para Shigi yang sedang
bertarung menghentikan pertarungan dan melindungi mata mereka dari cahaya yang
sangat menyilaukan tersebut. Manami juga menutupi kedua matanya. Dan ketika
cahaya itu berangsur menghilang dan dia bisa membuka matanya, Manami terkejut
melihat sosok yang sangat dikenalnya, Shirayuri, berdiri di hadapan Sakura dan
menatap kearahnya dengan mata biru yang tampak menyala-nyala.
“Shirayuri…”
Shirayuri menatap Manami dan kemudian
kearah Sakura yang sedang berusaha berdiri tegak dengan tubuh gemetar menahan
sakit. Mata gadis itu yang terluka sepertinya kembali terbuka dan mengeluarkan
darah. Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Sakura.
“Terima
kasih sudah memanggil jiwaku kemari, sekarang beristirahatlah, biar aku yang
mengurus sisanya.” Kata Shirayuri.
Sakura mengerjapkan matanya, tetapi
pandangannya mengabur seiring setiap kata yang diucapkan Shirayuri. Tubuh gadis
itu limbung dan kemudian jatuh pingsan karena tidak kuat lagi menahan setiap
luka yang terbuka di tubuhnya dan membuatnya semakin lemah.
“Keiko!”
Minato segera menghampiri Sakura dan
memeriksa keadaan gadis itu. Dia menatap Shirayuri yang menatapnya balik.
“Jaga
dia baik-baik, keturunan Kouji. Tugas kalian sudah selesai sampai di sini.”
kata Shirayuri.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya
Minato, sambil melihat kearah Manami yang menatap kearah mereka dengan amarah
yang sepertinya siap meledak setiap saat.
Shirayuri tersenyum dan melangkah
kearah Manami, yang seakan sedang menunggunya.
“Sudah
lama sekali aku ingin melakukan ini, King, tapi kekuatanku kau kurung sehingga
aku tidak bisa mengalahkanmu dengan mudah waktu itu.” kata Shirayuri, “Aku tidak akan memaafkanmu karena membunuh
Kouji. Aku tidak akan memaafkanmu karena memanfaatkan semua Senshu ini untuk kepentinganmu sendiri.”
“Hah! Ucapan yang diucapkan oleh
arwah sepertimu tidak akan berpengaruh untukku!” kata Manami. “Sakura adalah
wadahmu, kan? Aku hanya perlu membunuhnya dan kau akan menghilang selamanya!”
“Sayangnya
aku tidak akan membiarkanmu.” Balas Shirayuri.
Ia kemudian mengangkat sebelah
tangannya dan mengeluarkan sebuah pedang dari dimensi lain di tangannya.
“Baiklah,
King. Pertarungan terakhir kita, bagaimana kalau kita mulai sekarang?”
***
Ace menatap Jack yang berdiri di hadapannya.
Pemuda itu benar-benar melaksanakan ucapannya, menyerahkan sebagian
jiwanya—jiwa Manami—yang sekarang berwujud bulu-bulu sayap berwarna hitam legam
yang terdapat dalam sebuah bola Kristal transparan dari dalam tubuhnya..
“Sejak awal, Manami memang ingin
menjadikanku wadah jiwanya. Sepertinya dia sudah mempersiapkan segalanya untuk
menghadapi kemungkinan terburuk yang bisa saja menimpanya.” Kata Jack,
“Sayangnya dia mempercayakan hal penting seperti ini pada orang sepertiku, yang
memang mengincar kelemahan terbesarnya.”
“Kau… tapi bagaimana bisa?” kata
Deuce. “Kenapa bisa kamu mengkhianati Manami?”
“Keluargaku tewas dibunuh olehnya.
Itu saja sudah cukup menjadi alasanku untuk berkhianat padanya, kan?
Membalaskan dendam keluargaku.” Balas Jack.
“Tapi itu… hanya hal kecil bagi
Master seperti kita.” kini Queen yang berbicara.
“Memang hal kecil, tapi bagiku itu
adalah seluruh duniaku.” Kata Jack dengan raut wajah yang menggelap, “Aku tidak
akan memaafkan Manami karena membunuh seluruh keluargaku. Karena itulah aku
bekerja keras agar bisa membuatnya mempercayaiku dan kemudian memberikan
sesuatu yang menjadi kelemahan terbesarnya ketika aku sudah dianggapnya sebagai
tangan kanan kepercayaannya.”
“Rencana yang benar-benar…” kata
Deuce sambil menggeleng-geleng, “Lalu apa yang akan terjadi jika benda ini kami
hancurkan? Apa yang akan terjadi padamu?”
“Karena Manami menanamkan sebagian
jiwanya padaku dan sudah sangat merasuk di dalam jiwaku sendiri, kemungkinan
besar aku akan mati.” Kata Jack sambil tersenyum, “Tapi aku sudah siap. Aku
sudah siap menghadapi kematian sejak lama.”
“Kalian tidak punya banyak waktu.
Cepat musnahkan benda ini dan bebaskan aku. Kurasa Miko yang sekarang sudah
melaksanakan tugasnya. Aku tidak lagi merasakan keberadaannya.”
Ace mengerjap. Dia menatap kearah
gedung yang menjadi tempat pertempuran semua Senshu termasuk Minato dan Sakura. Benar saja, dia melihat cahaya
kuning yang begitu dikenalnya dan merasakan perasaannya tidak enak.
“Biar aku yang menghancurkan benda
itu.” kata Deuce mengajukan diri.
“Siapa pun boleh saja menghancurkannya.
Lagipula benda ini rentan dan mudah hancur.” Kata Jack.
“Tidak, kita harus menghancurkannya
bersama-sama.” Kata Ace, “Deuce, keluarkan kemampuanmu. Seluruh kemampuanmu. Kau juga, Queen.”
“Kami mengerti.”
“Tidak perlu disuruh pun akan
kulakukan.” Kata Queen.
“Jack,” Ace menatap Jack, “Kau siap?”
“Sudah sejak tadi.” balas Jack.
Ace mengangguk pelan. Dia mengangkat
sebelah tangannya dan memunculkan api biru dari telapak tangannya. Sementara
kedua rekannya juga mengeluarkan kemampuan mereka.
Bola kaca di tangan Jack
perlahan-lahan retak. Pemuda itu mengernyit dan mendesis kesakitan ketika
bulu-bulu sayap hitam di dalam bola kaca itu mulai terbakar oleh api biru dari
Ace. Serangan yang dilakukan Deuce dan Queen juga ikut turut andil dalam
prosesnya.
Perlahan namun pasti, bola kaca itu
mulai retak dan semakin retak. Hingga kemudian bola kaca itu benar-benar pecah
dan seluruh bulu sayap hitam di dalamnya terbakar menjadi abu, tubuh Jack
terasa lebih ringan. Tubuh pemuda itu kemudian ambruk ke tanah, sudah tidak
bernyawa lagi setelah semua bulu hitam dan juga bola kacanya menghilang dari
pandangan.
Ace dan rekan-rekannya menatap tubuh
Jack yang terbaring di tanah dan melihatnya memudar dan terpecah menjadi
cahaya-cahaya kuning kecil seperti kunang-kunang dan bertebaran di udara.
“Akhir seorang Master sedikit berbeda
dari Senshu lainnya.” Kata Deuce,
“Ketika mereka mati, tubuh mereka akan memudar dan menjadi cahaya kuning kecil
yang bertebaran di udara. Manami bilang itu adalah keistimewaan.”
“Keistimewaan yang berakibat fatal.”
Kata Queen, “Karena cahaya kecil itu adalah salah satu bagian dari Batu
Keabadian, kan?”
“Dari mana kamu tahu?” tanya Ace.
“Aku hanya menebak. Aku membaca
laporan yang ditulis oleh Kurogane Kouji.” Kata Queen.
“Begitu…”
Ace memperhatikan cahaya kuning
terakhir di hadapannya sebelum cahaya itu lenyap. Dia lalu menoleh kearah
gedung tempat Tatakatta berlangsung.
“Ayo, setengah jiwa Manami sudah kita
hancurkan, dan aku yakin kita juga harus mengambil bagian kita.”
Deuce dan Queen menatap Ace.
“Kita juga harus meminta Miko Sakura
untuk membunuh kita dan membiarkan Manami kalah.” Kata Ace, “Karena dalam
kekuatan kita juga terdapat bagian dari Batu Keabadian yang diincar oleh
Manami.”
0 komentar:
Posting Komentar