“Aku
tidak menyangka kamu malah ingin pergi ke toko buku.” Kata Haruto sambil
menatap toko buku yang cukup besar di hadapan mereka.
“Setidaknya
itu lebih baik daripada pergi ke mal dan menghabiskan waktu di tempat hiburan
lain.” balas Arisa.
Haruto
hanya menaikkan sebelah alis dan melihat Arisa masuk ke dalam toko buku. Dia
tidak punya pilihan lain selain mengikuti gadis itu.
Di
dalam toko buku, Haruto disambut dengan rak-rak buku yang berjejer rapi di seluruh
penjuru toko. Dindingnya dicat coklat muda dan dihiasi dengan wallpaper kota Paris yang beberapa tahun
belakangan ini sering digandrungi anak-anak muda.
Arisa
berjalan menghampiri sebuah meja yang memuat beberapa buku dan juga papan
bertuliskan “Meet & Greet”.
Seorang laki-laki paruh baya tengah membersihkan meja itu dan sempat mengobrol
sebentar dengan Arisa sebelum pergi ke bagian dalam toko di belakang meja
kasir.
“Meja
apa ini?”
“Meja
untuk meet and greet. Kamu bisa lihat
papannya, kan?” kata Arisa.
“Aku
memang melihatnya, tapi yang kumaksud, siapa yang akan meet and greet di sini?”
“Aku.”
“Apa?”
“Sebenarnya
hari ini aku dan Kak Yuya akan mengadakan meet
and greet di sini.” Arisa menunjuk buku-buku yang ada di atas meja, “Ini
adalah novel-novel buatan Kak Yuya.”
“Kakakmu
bisa membuat novel?”
“Dia
memulai proyek game-nya dengan
menulis cerita, lalu mengembangkannya, kemudian menjadikannya sebuah novel.”
Kata Arisa, “Aku yang membuat ilustrasinya. Memang aku hanya bisa membuat
ilustrasi secara manual dan bukannya digital. Ada orang lain yang kemudian
membuat ilustrasi manualku menjadi ilustrasi digital, dan dia teman Kak Yuya.”
“Bisa
dibilang kami satu tim dalam membuat buku-buku ini.”
“Hee…”
Haruto
mengambil salah satu buku di atas meja dan melihat cover-nya. Ada nama kakak Arisa sebagai penulisnya, dan
ilustratornya…
“Nina
Yamada?” Haruto mendongak, “Nina Yamada ini… bukankah illustrator terkenal yang
sering bekerja membuat video klip penyanyi dalam bentuk komik?”
“Ya.
Kau tahu Kak Nina?” tanya Arisa.
“Dia
teman kuliah Viennie, dan kadang-kadang berkunjung ke studio-ku.”
“Sempit
sekali dunia ini.” kata Arisa, “Yah… aku tidak tahu kalau kamu mengenal Kak
Nina. Dia tidak pernah cerita padaku kalau dia mengenalmu.”
“Mungkin
karena dia tidak tahu kamu juga kenal aku?”
“Mungkin
juga…”
Haruto
meletakkan kembali buku itu keatas meja dan melihat sekeliling.
“Ngomong-ngomong,
kenapa kamu datang lebih awal kemari?” tanya Haruto.
“Aku
tidak mau melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan Kak Nina lagi.” kata
Arisa, “Kata Kak Nina gambarku banyak dipuji, dan aku kemari ke sini juga
karena undangannya. Kak Yuya padahal menyuruhku untuk focus pada latihan trainee-ku di Mirai Entertainment, tapi
aku tetap ingin datang…”
“Karena
ingin melihat penggemar yang menyukai ilustrasimu pada novel Kak Yuya?”
“Bisa
dibilang begitu. Mungkin orang-orang tidak akan menyangka kalau aku dan Kak
Nina-lah yang membuat ilustrasi novel-novel favorit mereka.”
Haruto
hanya tersenyum mendengar ucapan Arisa yang walau diucapkan dengan nada datar,
mengandung ketertarikan yang besar.
Arisa
melirik jam tangannya dan menoleh kearah pintu masuk.
“Seharusnya
Kak Nina sudah datang…”
“Kenapa
kalian harus datang lebih awal?”
“Untuk
memastikan semuanya sesuai rencana.”
“Oh…”
Pintu
masuk toko terbuka dan seorang wanita berambut panjang dan mengenakan jaket
hijau masuk ke dalam. Wanita itu menoleh-noleh dan melihat kearah Haruto dan
Arisa.
“Arisa!”
Wanita
itu berjalan menghampiri mereka dan langsung memeluk Arisa.
“Halo,
Kak Nina.”
“Kamu
makin tinggi saja. Padahal baru minggu lalu kita bertemu, ya?” sapa wanita
bernama Nina Yamada itu sambil tersenyum lebar, “Dan kamu tambah cantik. Apa
Yuya sudah datang?”
“Belum.
Aku baru datang, Kak Yuya masih ada kerjaan di perusahaan.”
“Oh,
begitu…” Nina lalu melirik kearah Haruto, “Siapa dia, Arisa?”
“Ah,
dia… Haruto. Haruto Kirishima.” Kata Arisa.
“Haruto
Kirishima? Ah, ya! Kau teman Viennie, kan?”
“Senang
bertemu denganmu.” kata Haruto sambil tersenyum, “Dan ya, aku memang teman
Viennie.”
“Aku
beberapa kali ikut dia ke studio-mu.” Ujar Nina, “Maaf karena tidak mengenalimu
sebelumnya. Soalnya aku terlalu terfokus pada adik kecil ini sampai-sampai
tidak memperhatikan yang lain.”
“Tidak
apa-apa.” ujar Haruto, “Tapi… adik kecil?”
“Arisa
sudah kuanggap seperti adik sendiri karena aku sering ke rumah Yuya untuk
membahas pekerjaan.” Ujar Nina, “Aku sudah menjadi rekan kerja Yuya selama 8
tahun.”
“Lama
juga, ya… tapi bukankah kau juga menjadi illustrator untuk penyanyi?”
“Ya.
Itu pekerjaan utamaku. Tapi pekerjaan menjadi illustrator untuk Yuya adalah
pekerjaan khusus.” Kata Nina, “Dia akan membunuhku kalau aku tidak ikut
membantunya mengerjakan ilustrasi yang dibuat oleh adiknya.”
Haruto
tampak tidak mengerti apa maksud Nina dan menoleh kearah Arisa.
“Kak
Yuya dan Kak Nina adalah tunangan.” Kata Arisa seolah-olah mengerti kerutan di
kening Haruto.
“Tunangan!?”
Nina
tersenyum lebar dan memperlihatkan cincin dengan batu permata kecil berwarna
merah muda di jari manis kirinya.
“Karena
itulah kalau Kak Nina tidak membantu, Kak Yuya bakal ngambek seharian.” Kata
Arisa lagi.
“Dia
memang kadang-kadang memaksa, tapi aku tetap menyukainya. Jadi mau bagaimana
lagi. Iya kan?”
Arisa
dan Nina sama-sama tertawa sementara Haruto masih tidak paham apa yang mereka
bicarakan.
Beberapa
menit kemudian banyak orang yang mengunjungi toko buku itu dan mendekati meja
tempat Arisa dan Nina akan mengadakan M&G.
“Kak
Yuya ada di mana sih? Sebentar lagi M&G-nya
mau dimulai.” kata Arisa sambil sesekali melirik jam tangannya.
“Mungkin
dia sedang berada di jalan.” kata Haruto, “Kenapa? Kamu gugup?”
“Aku
belum pernah melihat orang-orang sebanyak ini sejak… cukup lama.” kata Arisa.
“Kurasa aku perlu minum.”
“Aku
akan mengambilkannya untukmu.” Ujar Haruto sambil melihat kearah mesin penjual
minuman di dalam toko.
“Tidak
usah, biar aku ambil sendiri.” kata Arisa.
“Tidak
apa-apa. Daripada aku tidak ada kerjaan di sini.” kata Haruto, kemudian berdiri
dan berjalan kearah mesin penjual minuman sebelum Arisa sempat mendebatnya.
Arisa
melihat Haruto sebentar, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kalian
berdua berpacaran?” tanya Nina yang duduk di sebelah Arisa.
“Tidak.”
“Interaksi
kalian seperti interaksi orang yang sedang berpacaran saja.” ujar Nina, “Kalau
kalian berpacaran juga tidak apa-apa, kan? Kamu sudah cukup umur untuk mengenal
yang namanya cinta.”
“Usiaku
masih 13 tahun, masih di bawah umur untuk mengenal hal-hal seperti itu.” balas
Arisa, “Aku hanya ingin focus belajar untuk saat ini.”
“Tapi
kamu menerima tawaran menjadi trainee
di Mirai Entertainment.”
“Itu
untuk melatih diriku sendiri agar pulih dari traumaku.” Ujar Arisa, “Lagipula
Papa dan Mama juga setuju.”
Nina
manggut-manggut mengerti. Dia tahu Arisa punya trauma di masa lalu, diceritakan
oleh Yuya ketika dia pertama kali berkunjung ke rumah tunangannya itu tujuh
tahun lalu.
Yuya
akhirnya datang tepat ketika Haruto memberikan sekaleng jus jeruk dingin.
Laki-laki itu sempat meminta maaf pada Nina dan Arisa sebelum akhirnya menyapa
para penggemarnya yang entah sejak kapan sudah mengantre di depan meja panjang
itu sambil membawa buku, poster, dan kartu seukuran post-card di tangan mereka.
Acara
M&G itu berlangsung selama dua
jam, diikuti dengan mengobrol bersama dan membahas apa yang akan dikerjakan
Yuya sekarang ini. Pria itu jugalah yang
berperan sebagai pembawa acara dan sepertinya Yuya terbiasa melakukan hal itu.
Beberapa penggemar bertanya apakah Yuya akan mengeluarkan novel juga bersamaan
dengan game yang sedang dibuatnya sekarang
ini, ada juga yang menanyakan tentang gambaran ilustrasi yang akan dibuat oleh
Nina dan Arisa.
Haruto
memperhatikan ketika Arisa beberapa kali mengobrol dengan para penggemar novel
dan game buatan Yuya. Wajah gadis itu
tampak berbinar ketika mereka meminta tanda tangan Arisa.
Acara
itu berlangsung dengan sukses, dan para penggemar Yuya juga tampak puas bisa
bertemu dengan idola mereka yang bekerja tidak hanya di balik layar,
menciptakan game yang memuaskan
orang, tapi juga menyajikan sebuah cerita penuh fantasi dan imajinasi dalam
bentuk sebuah buku yang bisa dibaca kapan saja.
“Sepertinya
kamu senang.” Kata Haruto pada Arisa yang memperhatikan kotak-kotak hadiah yang
didapatkannya dari para penggemar yang mengikuti M&G.
“Tentu
saja aku senang. Aku tidak menyangka mereka semua menyukai ilustrasi buatanku.”
Kata Arisa, “Baru kali ini aku mendapatkan sambutan seperti tadi.”
“Dan
kamu akan mendapatkan hal yang serupa ketika kamu benar-benar menjadi Nishizu.”
Ujar Haruto.
Arisa
tersenyum lebar dan mengambil salah satu kotak di hadapannya. Kening gadis itu
berkerut samar melihat warna kertas pembungkusnya yang tampak berbeda dari yang
lain, hitam.
“Apa
itu?” tanya Haruto.
“Semua
ini adalah hadiah dari para penggemar tadi, dan… aku tidak tahu yang ini isinya
apa.” ujar Arisa, “Aku mau membukanya.”
Gadisi
tu membuka kertas pembungkus kotak itu dan melihat sebuah kotak kardus kecil di
dalamnya. Ia lalu membuka tutupnya dan tiba-tiba saja menjerit keras.
“Arisa?”
Yuya
yang sedang berbicara dengan Nina menoleh kearah Arisa yang tadi menjerit.
Haruto yang duduk di sebelah Arisa mencoba menenangkan gadis itu.
“Arisa,
ada apa?”
“I-itu…
kotak itu…”
Yuya
melirik kearah kotak yang dilapisi kertas pembungkus hitam yang dipegang Arisa
tadi dan menarik nafas kaget.
“Astaga…”
Di
dalam kotak itu terdapat seekor kucing kecil yang dimutilasi dengan sangat
kejam dan di bawahnya terdapat sebuah kartu yang terkena darah mayat kucing
kecil itu.
“Kejam
sekali,” kata Nina, “Kucing kecil ini dimutilasi… dengan sangat kejam.”
“K-Kakak…
aku takut…” Arisa menggenggam erat lengan baju Yuya, “Dia… dia masih di sini…
dia… dia…”
“Tenang,
Arisa. Tidak ada yang akan menyakitimu lagi.” kata Yuya, “Kakak ada di sini.
Kamu tidak perlu khawatir.”
“Dia
akan memperlakukanku… seperti itu juga… dia akan… akan…”
“Arisa!”
Arisa
tersentak kaget dan menatap Yuya dengan tubuh gemetar.
“Tidak
ada yang akan menyakitimu. Kakak janji.” Kata Yuya, “Jadi, kamu tidak perlu
khawatir lagi. Kamu mengerti?”
“T-tapi…
itu…”
“Tidak
perlu dipikirkan. Kakak akan mengatasinya.” Yuya tersenyum dan mengelus wajah
Arisa yang memucat. “Jangan takut lagi. Bukankah kamu sedang berusaha
menghadapi ketakutanmu?”
Arisa
menatap wajah Yuya dan mengangguk pelan.
“Bagus.”
Yuya mencium kening Arisa, “Itu baru adik Kakak.”
“Haruto,
bisa kamu antar Arisa pulang? Aku dan Nina akan menyusul ke rumah nanti.” Ujar
Yuya.
“Ya,
tentu.”
“Sekarang
kamu pulang bersama Haruto. Dan jangan takut, oke?” kata Yuya sambil menatap
Arisa.
“Y-ya.”
Haruto
menuntun Arisa berdiri dan berjalan keluar toko buku. Yuya memperhatikan mereka
sampai Arisa dan Haruto masuk ke dalam mobil dan ketika mobil melaju pergi,
barulah Yuya menarik nafas yang sedari tadi ditahannya.
“Yuya,”
Nina menggenggam tangan Yuya, “Coba lihat ini.”
Yuya
melihat kartu yang ada di tangan Nina. Kartu yang tadi berada di dalam kotak
berisi kucing mati tadi.
Kita akan bertemu lagi,
bidadari kecil. Dan kali ini, aku akan merawatmu dengan sangat baik.
“Ini…”
“Itu
kartu yang kutemukan di dalam kotak hitam itu.” kata Nina, “Yuya, hal seperti
ini… apa kita harus lapor polisi? Siapa tahu mereka bisa melacak orang yang
mengirim kotak itu…”
Yuya
tidak menjawab. Dia hanya menatap kartu itu lekat-lekat dengan tatapan mata
dingin yang belum pernah dilihat oleh siapapun termasuk Nina.
Dan
Nina sangat mengenal tatapan dingin itu. Tatapan yang sama seperti yang pernah
ditunjukkan oleh laki-laki itu enam tahun lalu. Di hari ketika Arisa
mendapatkan trauma-nya.
0 komentar:
Posting Komentar