Room 282 : "Aria's Journal"

Di sini adalah tempatku menuangkan semua pikiranku, baik itu novel, cerpen, maupun tulisan lainnya. Semoga kalian semua terhibur dan senang membaca semua tulisan yang ada di blog ini. Happy reading!

Angel's Lullaby - Chapter 13



“Aku tidak menyangka kamu malah ingin pergi ke toko buku.” Kata Haruto sambil menatap toko buku yang cukup besar di hadapan mereka.
“Setidaknya itu lebih baik daripada pergi ke mal dan menghabiskan waktu di tempat hiburan lain.” balas Arisa.

Haruto hanya menaikkan sebelah alis dan melihat Arisa masuk ke dalam toko buku. Dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti gadis itu.
Di dalam toko buku, Haruto disambut dengan rak-rak buku yang berjejer rapi di seluruh penjuru toko. Dindingnya dicat coklat muda dan dihiasi dengan wallpaper kota Paris yang beberapa tahun belakangan ini sering digandrungi anak-anak muda.
Arisa berjalan menghampiri sebuah meja yang memuat beberapa buku dan juga papan bertuliskan “Meet & Greet”. Seorang laki-laki paruh baya tengah membersihkan meja itu dan sempat mengobrol sebentar dengan Arisa sebelum pergi ke bagian dalam toko di belakang meja kasir.
“Meja apa ini?”
“Meja untuk meet and greet. Kamu bisa lihat papannya, kan?” kata Arisa.
“Aku memang melihatnya, tapi yang kumaksud, siapa yang akan meet and greet di sini?”
“Aku.”
“Apa?”
“Sebenarnya hari ini aku dan Kak Yuya akan mengadakan meet and greet di sini.” Arisa menunjuk buku-buku yang ada di atas meja, “Ini adalah novel-novel buatan Kak Yuya.”
“Kakakmu bisa membuat novel?”
“Dia memulai proyek game-nya dengan menulis cerita, lalu mengembangkannya, kemudian menjadikannya sebuah novel.” Kata Arisa, “Aku yang membuat ilustrasinya. Memang aku hanya bisa membuat ilustrasi secara manual dan bukannya digital. Ada orang lain yang kemudian membuat ilustrasi manualku menjadi ilustrasi digital, dan dia teman Kak Yuya.”
“Bisa dibilang kami satu tim dalam membuat buku-buku ini.”
“Hee…”
Haruto mengambil salah satu buku di atas meja dan melihat cover-nya. Ada nama kakak Arisa sebagai penulisnya, dan ilustratornya…
“Nina Yamada?” Haruto mendongak, “Nina Yamada ini… bukankah illustrator terkenal yang sering bekerja membuat video klip penyanyi dalam bentuk komik?”
“Ya. Kau tahu Kak Nina?” tanya Arisa.
“Dia teman kuliah Viennie, dan kadang-kadang berkunjung ke studio-ku.”
“Sempit sekali dunia ini.” kata Arisa, “Yah… aku tidak tahu kalau kamu mengenal Kak Nina. Dia tidak pernah cerita padaku kalau dia mengenalmu.”
“Mungkin karena dia tidak tahu kamu juga kenal aku?”
“Mungkin juga…”
Haruto meletakkan kembali buku itu keatas meja dan melihat sekeliling.
“Ngomong-ngomong, kenapa kamu datang lebih awal kemari?” tanya Haruto.
“Aku tidak mau melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan Kak Nina lagi.” kata Arisa, “Kata Kak Nina gambarku banyak dipuji, dan aku kemari ke sini juga karena undangannya. Kak Yuya padahal menyuruhku untuk focus pada latihan trainee-ku di Mirai Entertainment, tapi aku tetap ingin datang…”
“Karena ingin melihat penggemar yang menyukai ilustrasimu pada novel Kak Yuya?”
“Bisa dibilang begitu. Mungkin orang-orang tidak akan menyangka kalau aku dan Kak Nina-lah yang membuat ilustrasi novel-novel favorit mereka.”
Haruto hanya tersenyum mendengar ucapan Arisa yang walau diucapkan dengan nada datar, mengandung ketertarikan yang besar.
Arisa melirik jam tangannya dan menoleh kearah pintu masuk.
“Seharusnya Kak Nina sudah datang…”
“Kenapa kalian harus datang lebih awal?”
“Untuk memastikan semuanya sesuai rencana.”
“Oh…”
Pintu masuk toko terbuka dan seorang wanita berambut panjang dan mengenakan jaket hijau masuk ke dalam. Wanita itu menoleh-noleh dan melihat kearah Haruto dan Arisa.
“Arisa!”
Wanita itu berjalan menghampiri mereka dan langsung memeluk Arisa.
“Halo, Kak Nina.”
“Kamu makin tinggi saja. Padahal baru minggu lalu kita bertemu, ya?” sapa wanita bernama Nina Yamada itu sambil tersenyum lebar, “Dan kamu tambah cantik. Apa Yuya sudah datang?”
“Belum. Aku baru datang, Kak Yuya masih ada kerjaan di perusahaan.”
“Oh, begitu…” Nina lalu melirik kearah Haruto, “Siapa dia, Arisa?”
“Ah, dia… Haruto. Haruto Kirishima.” Kata Arisa.
“Haruto Kirishima? Ah, ya! Kau teman Viennie, kan?”
“Senang bertemu denganmu.” kata Haruto sambil tersenyum, “Dan ya, aku memang teman Viennie.”
“Aku beberapa kali ikut dia ke studio-mu.” Ujar Nina, “Maaf karena tidak mengenalimu sebelumnya. Soalnya aku terlalu terfokus pada adik kecil ini sampai-sampai tidak memperhatikan yang lain.”
“Tidak apa-apa.” ujar Haruto, “Tapi… adik kecil?”
“Arisa sudah kuanggap seperti adik sendiri karena aku sering ke rumah Yuya untuk membahas pekerjaan.” Ujar Nina, “Aku sudah menjadi rekan kerja Yuya selama 8 tahun.”
“Lama juga, ya… tapi bukankah kau juga menjadi illustrator untuk penyanyi?”
“Ya. Itu pekerjaan utamaku. Tapi pekerjaan menjadi illustrator untuk Yuya adalah pekerjaan khusus.” Kata Nina, “Dia akan membunuhku kalau aku tidak ikut membantunya mengerjakan ilustrasi yang dibuat oleh adiknya.”
Haruto tampak tidak mengerti apa maksud Nina dan menoleh kearah Arisa.
“Kak Yuya dan Kak Nina adalah tunangan.” Kata Arisa seolah-olah mengerti kerutan di kening Haruto.
“Tunangan!?”
Nina tersenyum lebar dan memperlihatkan cincin dengan batu permata kecil berwarna merah muda di jari manis kirinya.
“Karena itulah kalau Kak Nina tidak membantu, Kak Yuya bakal ngambek seharian.” Kata Arisa lagi.
“Dia memang kadang-kadang memaksa, tapi aku tetap menyukainya. Jadi mau bagaimana lagi. Iya kan?”
Arisa dan Nina sama-sama tertawa sementara Haruto masih tidak paham apa yang mereka bicarakan.
Beberapa menit kemudian banyak orang yang mengunjungi toko buku itu dan mendekati meja tempat Arisa dan Nina akan mengadakan M&G.
“Kak Yuya ada di mana sih? Sebentar lagi M&G-nya mau dimulai.” kata Arisa sambil sesekali melirik jam tangannya.
“Mungkin dia sedang berada di jalan.” kata Haruto, “Kenapa? Kamu gugup?”
“Aku belum pernah melihat orang-orang sebanyak ini sejak… cukup lama.” kata Arisa. “Kurasa aku perlu minum.”
“Aku akan mengambilkannya untukmu.” Ujar Haruto sambil melihat kearah mesin penjual minuman di dalam toko.
“Tidak usah, biar aku ambil sendiri.” kata Arisa.
“Tidak apa-apa. Daripada aku tidak ada kerjaan di sini.” kata Haruto, kemudian berdiri dan berjalan kearah mesin penjual minuman sebelum Arisa sempat mendebatnya.
Arisa melihat Haruto sebentar, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kalian berdua berpacaran?” tanya Nina yang duduk di sebelah Arisa.
“Tidak.”
“Interaksi kalian seperti interaksi orang yang sedang berpacaran saja.” ujar Nina, “Kalau kalian berpacaran juga tidak apa-apa, kan? Kamu sudah cukup umur untuk mengenal yang namanya cinta.”
“Usiaku masih 13 tahun, masih di bawah umur untuk mengenal hal-hal seperti itu.” balas Arisa, “Aku hanya ingin focus belajar untuk saat ini.”
“Tapi kamu menerima tawaran menjadi trainee di Mirai Entertainment.”
“Itu untuk melatih diriku sendiri agar pulih dari traumaku.” Ujar Arisa, “Lagipula Papa dan Mama juga setuju.”
Nina manggut-manggut mengerti. Dia tahu Arisa punya trauma di masa lalu, diceritakan oleh Yuya ketika dia pertama kali berkunjung ke rumah tunangannya itu tujuh tahun lalu.
Yuya akhirnya datang tepat ketika Haruto memberikan sekaleng jus jeruk dingin. Laki-laki itu sempat meminta maaf pada Nina dan Arisa sebelum akhirnya menyapa para penggemarnya yang entah sejak kapan sudah mengantre di depan meja panjang itu sambil membawa buku, poster, dan kartu seukuran post-card di tangan mereka.
Acara M&G itu berlangsung selama dua jam, diikuti dengan mengobrol bersama dan membahas apa yang akan dikerjakan Yuya sekarang ini.  Pria itu jugalah yang berperan sebagai pembawa acara dan sepertinya Yuya terbiasa melakukan hal itu. Beberapa penggemar bertanya apakah Yuya akan mengeluarkan novel juga bersamaan dengan game yang sedang dibuatnya sekarang ini, ada juga yang menanyakan tentang gambaran ilustrasi yang akan dibuat oleh Nina dan Arisa.
Haruto memperhatikan ketika Arisa beberapa kali mengobrol dengan para penggemar novel dan game buatan Yuya. Wajah gadis itu tampak berbinar ketika mereka meminta tanda tangan Arisa.
Acara itu berlangsung dengan sukses, dan para penggemar Yuya juga tampak puas bisa bertemu dengan idola mereka yang bekerja tidak hanya di balik layar, menciptakan game yang memuaskan orang, tapi juga menyajikan sebuah cerita penuh fantasi dan imajinasi dalam bentuk sebuah buku yang bisa dibaca kapan saja.
“Sepertinya kamu senang.” Kata Haruto pada Arisa yang memperhatikan kotak-kotak hadiah yang didapatkannya dari para penggemar yang mengikuti M&G.
“Tentu saja aku senang. Aku tidak menyangka mereka semua menyukai ilustrasi buatanku.” Kata Arisa, “Baru kali ini aku mendapatkan sambutan seperti tadi.”
“Dan kamu akan mendapatkan hal yang serupa ketika kamu benar-benar menjadi Nishizu.” Ujar Haruto.
Arisa tersenyum lebar dan mengambil salah satu kotak di hadapannya. Kening gadis itu berkerut samar melihat warna kertas pembungkusnya yang tampak berbeda dari yang lain, hitam.
“Apa itu?” tanya Haruto.
“Semua ini adalah hadiah dari para penggemar tadi, dan… aku tidak tahu yang ini isinya apa.” ujar Arisa, “Aku mau membukanya.”
Gadisi tu membuka kertas pembungkus kotak itu dan melihat sebuah kotak kardus kecil di dalamnya. Ia lalu membuka tutupnya dan tiba-tiba saja menjerit keras.
“Arisa?”
Yuya yang sedang berbicara dengan Nina menoleh kearah Arisa yang tadi menjerit. Haruto yang duduk di sebelah Arisa mencoba menenangkan gadis itu.
“Arisa, ada apa?”
“I-itu… kotak itu…”
Yuya melirik kearah kotak yang dilapisi kertas pembungkus hitam yang dipegang Arisa tadi dan menarik nafas kaget.
“Astaga…”
Di dalam kotak itu terdapat seekor kucing kecil yang dimutilasi dengan sangat kejam dan di bawahnya terdapat sebuah kartu yang terkena darah mayat kucing kecil itu.
“Kejam sekali,” kata Nina, “Kucing kecil ini dimutilasi… dengan sangat kejam.”
“K-Kakak… aku takut…” Arisa menggenggam erat lengan baju Yuya, “Dia… dia masih di sini… dia… dia…”
“Tenang, Arisa. Tidak ada yang akan menyakitimu lagi.” kata Yuya, “Kakak ada di sini. Kamu tidak perlu khawatir.”
“Dia akan memperlakukanku… seperti itu juga… dia akan… akan…”
“Arisa!”
Arisa tersentak kaget dan menatap Yuya dengan tubuh gemetar.
“Tidak ada yang akan menyakitimu. Kakak janji.” Kata Yuya, “Jadi, kamu tidak perlu khawatir lagi. Kamu mengerti?”
“T-tapi… itu…”
“Tidak perlu dipikirkan. Kakak akan mengatasinya.” Yuya tersenyum dan mengelus wajah Arisa yang memucat. “Jangan takut lagi. Bukankah kamu sedang berusaha menghadapi ketakutanmu?”
Arisa menatap wajah Yuya dan mengangguk pelan.
“Bagus.” Yuya mencium kening Arisa, “Itu baru adik Kakak.”
“Haruto, bisa kamu antar Arisa pulang? Aku dan Nina akan menyusul ke rumah nanti.” Ujar Yuya.
“Ya, tentu.”
“Sekarang kamu pulang bersama Haruto. Dan jangan takut, oke?” kata Yuya sambil menatap Arisa.
“Y-ya.”
Haruto menuntun Arisa berdiri dan berjalan keluar toko buku. Yuya memperhatikan mereka sampai Arisa dan Haruto masuk ke dalam mobil dan ketika mobil melaju pergi, barulah Yuya menarik nafas yang sedari tadi ditahannya.
“Yuya,” Nina menggenggam tangan Yuya, “Coba lihat ini.”
Yuya melihat kartu yang ada di tangan Nina. Kartu yang tadi berada di dalam kotak berisi kucing mati tadi.
Kita akan bertemu lagi, bidadari kecil. Dan kali ini, aku akan merawatmu dengan sangat baik.
“Ini…”
“Itu kartu yang kutemukan di dalam kotak hitam itu.” kata Nina, “Yuya, hal seperti ini… apa kita harus lapor polisi? Siapa tahu mereka bisa melacak orang yang mengirim kotak itu…”
Yuya tidak menjawab. Dia hanya menatap kartu itu lekat-lekat dengan tatapan mata dingin yang belum pernah dilihat oleh siapapun termasuk Nina.
Dan Nina sangat mengenal tatapan dingin itu. Tatapan yang sama seperti yang pernah ditunjukkan oleh laki-laki itu enam tahun lalu. Di hari ketika Arisa mendapatkan trauma-nya.

0 komentar:

Posting Komentar